Bagian 5

1.3K 147 17
                                    

Lima belas menit bermotor, tak ada percakapan yang terjadi. Ian berkonsentrasi pada jalan yang lumayan ramai di hari Minggu seperti ini. Sementara Hani sedang meyakinkan dirinya bahwa tidak akan ada yang perduli dengannya karena mereka tidak sedang di sekolah. Tidak akan ada yang mengenalinya dan mulai membicarakannya atau menatapnya dengan tidak suka.

"Lo biasa makan di mana?" Ian bertanya dengan suara yang sedikit keras mengingat keduanya sedang memakai helm dan keadaan jalan yang ramai. Otomatis suaranya akan teredam.

"Makan di rumah." Sahut Hani seadanya. Dia sedang jujur sekarang karena Hani hampir tidak pernah keluar rumah. Maksudnya, pergi keluar untuk sekedar nge-mall dan membeli baju. Selama ini mama atau papanya yang membeli semua kebutuhan Hani. Batas keluar ruangan Hani hanya sampai minimarket di dekat rumah, kecuali sekolah.

"Maksud gue, lo kalau keluar suka mampir makan kemana?" Ulang Ian, masih belum paham.

"Gue nggak pernah keluar."

"Kalau gitu kita ke Mc.D aja." Putus Ian lalu berbelok ke arah restoran cepat saji Amerika itu.

Hani turun dari motor. Sambil melepas helmnya, Hani melirik ke bagian dalam restoran melalui kaca di bagian depan bangunan. Tidak begitu ramai, hanya beberapa pelanggan yang mengisi beberapa dari meja yang tersedia.

"Lo beneran anak rumahan ya?" Ian buka suara setelah memperhatikan Hani yang sepertinya sedang menilai keadaan di dalam restoran. Hani hanya mengangguk sebagai jawaban dan itu membuat Ian tersenyum kecil. Dia yang tadi bersandar di atas jok motornya sambil menunggu Hani dengan helmnya, meraih jemari Hani. Menggenggamnya lembut dan tanpa canggung membawa si pemilik tangan masuk ke dalam restoran.

"Mau makan apa?" Lanjut Ian membiarkan Hani memilih kemudian dia sendiri memesan kentang goreng dan segelas minuman. Dia masih kenyang, dan tujuannya ke sini hanya untuk mengisi perut Hani. Setelahnya mereka duduk.

"Kita mau kemana setelah ini?"

Ian menyangga dagunya dia atas meja, menatap Hani dengan senyum kecil di bibirnya selama 3 detik penuh sebelum dia memberikan pertanyaan yang sama pada Hani, "Lo maunya kemana? Gue ikutin."

Hani menahan nafas, kemudian menunduk untuk menghembuskannya. Di pandangi seperti itu oleh Ian membuat perutnya terasa aneh. "Nggak tau. Gue nggak pernah kemana mana. Nggak tau tempat tempat bagus di kota gue sendiri. Mc.D ada di sini aja gue baru tau sekarang."

Ian bergumam. "Mau nonton nggak? Kayanya lagi ada film baru di bioskop."

Hani mengangguk lalu makanan yang mereka pesan datang dan tak ada percakapan lagi setelahnya sampai makanan di depan masing-masing habis. Ian yang membayar semuanya, lalu mereka kembali bermotor menuju bioskop terdekat.

Antriannya masih cukup banyak meski premier film ini sudah berlangsung 2 hari yang lalu. Beruntung, Hani dan Ian masih mendapat kursi yang bagus. Dengan popcorn sedang dan dua gelas minuman mereka masuk ke dalam teater 2. Film belum di mulai tapi Hani sudah mengunyah popcorn-nya, sambil menunggu katanya.

"Han!"

Hani menoleh pada Ian yang posisinya sedang condong ke arahnya dengan ponsel terulur jauh. Layarnya  memberitahu Hani bahwa kamera depannya tengah terbuka. Lalu menangkap gambar Hani yang tidak siap di foto bersama Ian yang nyengir ganteng di sampingnya.

"Buat kenangan," katanya sambil mengusak puncak kepala Hani.

Hani tidak melancarkan protes apapun. Dia hanya diam karena memang setelahnya film di mulai dan semua harus tenang. Hari ini dia akan membiarkan Ian berbuat semaunya. Mengajaknya kemanapun yang dia mau. Makan apapun yang diinginkannya. Berfoto, bergandengan tangan, merangkul, memeluk, mengusak kepalanya, mencubit pipi ataupun hidungnya. Hani akan mengijinkan kakak kelasnya itu melakukan semuanya.

ComfyWhere stories live. Discover now