32 | 1+1

1.3K 253 4
                                    

Krik..krik

Setelah Shotaro memberi tahu terdapat jebakan 'panah' Escape room, mereka menunda perjalanan. Kembali berfikir mencari cara untuk lewat tanpa ada satupun orang yang terkena.

"Ser, lo tau dari mana kalo situ bakal keluar panah?" Tanya Jeno penasaran.

"Aa, waktu escape room, gue di sebelah tempat keluarnya panah, gue masih inget" Ujar Shotaro menjelaskan.

"Terus sekarang gimana? Ini kapan paginya si" Ujar Jungwoo mengusap tengkuknya kasar.

"Masalahnya gatau cara kerja panahnya kan?" Celetuk Yeri mengangkat sebelah tangan untuk menarik perhatian. Shotaro mengangguk sebagai jawaban.

"Ser, lo waktu di sebelah tempat keluarnya panah ga kena kan? kenapa kita ga ngrayap di dinding dan ndeketin alatnya?" Usul Yeri.

"Asal jangan sampe ketangkep layar mukanya" Jeda Xiaojun.

"Panahnya bakal ngenain satu orang yang pertama kali ketangkep layar monitor" Sambungnya.

"Gue maju duluan" Sahut jeno cepat. Seluruh atensi langsung tertuju padanya. "Lo serius?"

"Gapapa, cuma satu garis, lagian banyak kan yang punya satu garis?" Ujarnya lagi sambil tersenyum.

Tanpa aba aba, jeno melesat maju ke depan, ia mengingat ingat ucapan xiaojun. Jangan sampai tertangkap kamera! Mengendap endap lalu menyipitkan matanya menatap alat yang tadi ditunjuk Shotaro. Ada alat kecil dengan cahaya berwarna putih terang yang bergerak ke kanan dan kiri.

'itu pasti kameranya' batin jeno.

Dibawah alat itu ada sebuah lingkaran berdiameter 10 cm. Sedikit tertutup tumbuhan tapi masih bisa terlihat bahwa sebuah panah siap keluar untuk menusuk korbannya. Jeno menghela nafas Panjang, memantapkan tekadnya. Teman temannya sedang menunggu di belakang.

'Mah, mama pasti liat ini kan? ini Jevan Ackerley anak mama. Jeno buktiin kalo jeno pantes jadi king'

Saat cahaya putih itu menghadap ke arah kiri, jeno langsung pergi mendekat ke sebelah kanan, jeno bahkan menahan nafas karena gugup. Tubuhnya menempel lekat lekat pada dinding di belakangnya, sambil melirik ke arah alat itu. 'Kiri!' Serunya dalam batin.

Jeno merangkak, berjalan pelan di bawah alat yang masih setia mencari korban. Alat itu berada tepat di atasnya sekarang. Menghembuskan nafasnya pelan, dan melanjutkan aksinya. Setelah melewati alat itu, jeno membalikkan badannya menghadap langit malam. Mencari timing yang pas untuk berdiri.

Cukup lama jeno berbaring, karena cahaya putih itu tidak bergerak sama sekali, seakan menunggu jeno untuk berdiri.

"ARGH!" Geram yangyang maju melewati anggota lainnya.

"OI! Temen pertama! Gue bakal maju, lo cepet berdiri!" Seru yangyang keras. Jeno terbelalak kaget.

Saat Yangyang maju, Giselle dengan cepat menahan lengan yangyang agar tetap diam ditempat. Yangyang menoleh ke arah Giselle yang tengah menggelengkan kepalanya pelan sambil mengucapkan kata "jangan". Yangyang tidak peduli, melepaskan tangan Giselle kasar dan maju.

Tidak ada yang menahan yangyang untuk pergi. Yangyang mengepalkan tangannya kuat, lalu berbalik memeluk Giselle membisiki sesuatu. Entah apa yang diucapkan Yangyang, Giselle menangis karena hal itu.

Tanpa berlama lama Yangyang maju memasuki jarak pandang alat itu. sesuai perkiraan, cahaya itu mengarah lurus ke arahnya.

Jleb

Bukan di belakang kepala, melainkan menusuk tepat di jantung Yangyang. Jeno sudah berdiri dan berhasil melewati alat panahnya. Seketika belasan panah keluar bersamaan, membabi buta anggota kasta lainnya. Reflek mereka berlari mundur, kecuali 2 orang.

𝐊𝐀𝐒𝐓𝐀 | 𝟎𝟎 𝐋𝐈𝐍𝐄✔Where stories live. Discover now