4 | ghibah bapack-bapack

Start from the beginning
                                    

"Males."

"Bray, lupa lo dulu tamu tetap di apart gue? Jangan jadi kacang lupa kulit deh, mentang-mentang udah naik kasta jadi sultan sementara gue masih tetap gini-gini aja."

"Itu mulut minta dilakban? Udah pagi coy, udah pagi."

Mail balik badan menghadap jendela. Ehsan ngikut, jadi big spoon. Karena badan Ehsan lebih gede, Mail pasrah, mencoba merem.

"Ngomong-omong ...." Belum lima menit, tu bangke bersuara lagi, bikin Ismail pengen sholat taubat sekarang juga. "... soal adeknya Agus ...."

Batal taubat, kuping Mail mendadak siaga, menunggu temannya melanjutkan dengan sabar.

"... lo tau gak sih kalau Agus pernah mau jodohin doi ama si Onta?"

Bangke. Emang iya? "Enggak."

"Waaah, ketinggalan lo. Jadi ceritanya Om Roger ngasih kado nikahan Rolex couple buat Agus sama Iis. Royal abis. Nah, mantap juga kalau tu orang jadi mertuanya Trinda, kan? Daripada Zane luntang-lantung galau nggak jelas, mending sama Trinda, nggak ada kurangnya dibanding mantannya."

Kenapa Trinda nggak pernah cerita, dah? "Trindanya mau?"

"Mau-mau aja. Si Onta kan nggak jelek-jelek amat. Cuma tua aja, gampanglah, dibotox juga bisa."

Kuping Mail panas. "Terus kenapa nggak jadi?"

"Trindanya lebih naksir gue."

"Bangsat! Nggak usah ngayal, deh."

Mendengar umpatan temannya, Ehsan terkekeh-kekeh. "Serius coy, Trinda mau-mau aja awalnya. Udah mau dijadwalin ketemuan kalau Zane balik Jakarta. Itu tuh zaman deket-deket nikahan Agus, yang si Onta gak balik-balik, sampe lamaran aja nggak dateng."

Zaman segitu Trinda udah naksir gue, keleuuus. Mail mau sombong tapi kudu sabar.

Ehsan melanjutkan, "Eeeh, setelah dipikir-pikir lagi, kita-kita pada kasian Trindanya kalo sampe dapet penjahat kelamin kek si Onta."

What the—Mail menaikkan kedua alis. "Si Onta tuh penjahat kelamin di mananya, sih? Anak kalem kek gitu."

"Ya kalem bagi lo kan nggak sama kayak kalem bagi keluarganya Agus. Harapannya sih ntar si adek ini dapet laki minimal sealim masnya gitu lah."

"Nyari yang cupu kayak Agus tuh adanya di mana? Di puncak gunung di pelosok Magelang sana?"

"Yeee, pesimis amat. Buktinya di circle kita yang bobrok ini masih ada makhluk kayak Agus."

Fix, Mail kudu sholat taubat sekarang.

~

"Cuy, pinjem baju sekalian." Setelah setengah jam berkutat dengan kegiatan primer, akhirnya Ehsan keluar dari kamar mandi tamu pakai handuk doang. Hampir saja kembali nyelonong masuk ke kamar Mail kalau saja Mail nggak kalah cepat bangkit dari sofa.

Numpang tidur—dan langsung ditendang keluar begitu bangun—itu satu hal. Tapi nyelonong masuk di saat kesadaran penuh, itu hal lain.

Selain sprei motif terrazzo pengganti kembang-kembang kemarin dan reed diffuser orgasm, masih banyak tanda-tanda keberadaan Trinda di kamarnya, yang akan dengan mudah Ehsan sadari jika radar Lambe Turahnya menyala. Belum lagi pintu lemari di walk in closet-nya semua terbuat dari kaca. Nggak lucu kalau sampai temannya menemukan dress Trinda nyelip di antara pakaiannya.

"Bentar gue ambilin."

"Nggak usah repot-repot, gue bisa melayani diri sendiri."

Mail melotot. "Nanti lo obrak-abrik, gue kena omel sama yang beresin."

Dated; Engaged [COMPLETED]Where stories live. Discover now