Deva langsung mengalihkan pandangannya kearah Rama dan mengangkat tangan kanannya ke udara memberi isyarat.

" Berenti! " ucap Deva dengan nada dingin, tajam, dan menusuk.

Yang diberi isyarat langsung memakukan tubuhnya. Sebelumnya Deva tidak pernah berkata dingin seperti itu padanya.

Apa sebegitu terlukanya Deva?

Deva meremas kuat ujung bajunya. Masih menikmati sayatan-sayatan luka yang ia terima hari ini.

Deva kembali menatap kearah Rama. Bukanlah tatapan nanar, bukan pula tatapan kasih sayang yang slalu ia perlihatkan pada Rama.

Kini hanya tatapan tajam, sungguh tajam yang ia berikan. Hingga Rama pun dapat merasa tidak percaya dengan tatapan yang diberikan oleh Deva.

Deva melangkahkan kakinya mendekati Rama sambil tersenyum. Namun, senyum itu malah membuatnya kembali mengeluarkan air mata dari pelupuk matanya.

Ketika berada tepat didepan Rama, Deva menatap Rama dengan tatapan yang tak terbaca. Kemudian berjinjit untuk mensejajarkan posisi dirinya dan Rama.

" Kak Rama yang udah ngenalin cinta di hidup aku. Dan kamu juga yang udah buat aku berteman dengan luka, kecewa dan pengkhianatan. Jika itu rencana kamu, selamat. Kamu berhasil kak. Kamu udah berhasil memberikan luka dihati aku. Sumpah kalo boleh jujur... Ini sakit. Sakit banget rasanya.. " Deva mengucapkan itu dengan susah payah. Karena ia masih sesenggukkan. Tatapan tajam yang sebelumnya ia perlihatkan kepada Rama, sudah berganti dengan tatapan nanar.

Deva tidak mampu berpura-pura tegar disaat dirinya berada pada titik terlemah. Karena hal itu hanya akan menambah rasa sakitnya saja.

Seorang yang semula ia jadikan tempat untuk berlabuh, kini malah berbalik menenggelamkan perasaannya.

Tak ada yang tersisa. Kecuali rasa sakit, pedih, dan kecewa. Deva tak mampu menyesalinya. Karena memang ini risiko yang harus ditanggung oleh siapa pun yang berani menanam cinta. Ketika kita menanamkan benih cinta, di saat yang bersamaan itu pula kita harus siap menerima hasilnya. Ntah itu cinta yang berhasil atau gagal.

Penyesalan tidak akan mengubah apapun. Yang bisa Deva lakukan sekarang hanyalah menerima, menerima dan menerima.

Perasaan yang sudah ia sepakati bersama Rama kini telah terabaikan. Janji mereka pun sudah mengkhianati hati mereka berdua.

Deva kembali menengadahkan kepalanya menghadap ke atas. Tepatnya menatap wajah tampan Rama. Karena Rama jauh lebih tinggi dari tubuhnya. Nafasnya tidak lagi memburu. Sesenggukannya pun mulai berkurang. Hanya saja air mata yang ia keluarkan tidak dapat ia hentikan.

Deva melangkah lebih dekat dan membisikkan sesuatu pada Rama.

" Inget ucapan aku baik-baik, " Deva mengambil jeda dan membuang nafas secara perlahan. " Aku udah maafin kamu. Jadi Kak Rama nggak perlu cari aku lagi untuk minta maaf. Aku akan berusaha ngelupain kakak. Because that's what you want. Right? So, aku akan menghapus jejak kamu di hati aku, karena kamu sendiri yang udah memberikan kesempatan untuk hal itu. Semoga kalian bahagia. Sebab, kamu yang memilih semua ini. Jangan kamu berikan kenangan semacam ini untuknya, karena dia sahabat aku! Dan aku nggak mau kalo sahabat aku ngerasain luka yang sama dari orang yang sama pula. Aku setuju kalo hubungan kita disudahi karena kamu yang menghentikannya. " Deva terkekeh pelan. Menghalau cairan sialan yang selalu turun tanpa mau berhenti membahasi pipinya.

Deva kembali membuka suaranya, " Perlu kamu tau. Jika di dunia ini ada kata yang dapat menggambarkan perasaan lebih dari kata sayang dan cinta. Mungkin itulah yang aku kasih buat kamu. Tapi semuanya sia saja. " menjedanya sedikit, lalu kembali berucap seraya memasang senyum termanisnya. Kini tatapannya telah berubah. Namun, tidak ada yang tau apa arti dari tatapan itu.

" Jangan temuin aku lagi. " Deva menepuk pundak Rama dua kali tidak lupa tersenyum ke arahnya, kemudian melangkahkan kakinya menuju Nara.

Melihat itu, Nara diam mematung. Dia sudah pasrah sekarang. Jika Deva menampar, menabok, bahkan jika memukulnya pun, ia akan pasrah menerima tanpa melawannya. Karena ia sadar, dalam hal ini ia ikut andil untuk luka yang dirasakan oleh Deva.

Setelah mendengar ucapan Deva. Dan mungkin saja itu ucapan terakhir dari Deva untuknya. Ia memakukan tubuhnya. Kedua tangannya mengepal kuat hingga telapak tangannya berubah warna menjadi putih.

" Maaf De- " ucapan Nara terpotong begitu saja ketika Deva meletakkan jari telunjuknya di bibir Nara yang hendak menyebut namanya.

" De gu-gue--- " lagi-lagi Deva memotong ucapan Nara. Dan menggelengkan kepalanya.

" Lucu ya kak. Ternyata kita sayang sama orang yang sama" Deva terkekeh pelan. Namun semua orang yang berada disana tau. Kekehan itu adalah gambaran dari luka yang Deva rasakan detik ini.

" De-- " lagi. Ucapan Nara sengaja di potong oleh Deva.

" Sebentar aja, gantian gue yang ngomong! Lo tadi kan udah " canda Deva

'Gimana bisa lo masih sanggup, ketika hati lo mendapat pukulan telak De?' Nara

" To the point aja. Gue denger tadi, lo bilang sama gue untuk ikhlasin Kak Rama buat lo, benar? Oke, gue iya-in mau lo. Dan gue minta lo jaga dia buat gue. Cuma itu. Gue harap lo bisa! Karena gue gak mampu atau mungkin memang gue yang nggak pernah dapat kesempatan itu. Jadi lo harus bener-bener manfaatin kesempatan ini. Maaf karena selama ini gue hadir ditengah-tengah kalian. Dia baik. Good luck buat hubungan kalian! " setelah mengucapkan itu, Deva langsung melangkahkan cepat kakinya.

" Maafin gue De! " Nara menatap sedih ke arah Deva yang mulai menghilang dari pandangannya.

" Prokk.. prokkk.. " Aji memberikan tepuk tangan dan senyuman mengejek kepada Rama.

" Semoga lo nggak nyesel udah ngambil keputusan ini " ucap Aji seraya menepuk pundak yang sebelumnya di tepuk oleh Deva.

" Bangsat! Diem lo! " sentak Rama menatap Aji tajam.

Bukankah Aji mengetahui kenapa Rama melakukan ini kepada Deva? Tapi kenapa malah ia ikut-ikutan memojokkan dirinya?

Aji pergi mengejar Deva. Aji sangat khawatir terhadapnya.

Deva mengelap sisa air mata yang mengaliri pipinya ketika jaraknya dekat dengan gerbang rumahnya.

'Ok, tarik napas dan jangan nangis lagi'

Tanpa bersuara Deva langsung masuk menaiki tangga menuju kamarnya.

Untung saja rumahnya sekarang sepi tidak ada siapa pun termasuk mama dan Liyan. Ntahlah mereka ada dimana. Untuk sekarang Deva tidak ingin memikirkan itu. Ia ingin menenangkan hatinya sejenak sendirian.

Ketika sampai dikamarnya, ia langsung terjatuh duduk dilantai. Hanya beberapa menit saja ia menahan agar tidak menangis. Itu sudah membuatnya sangat sesak karena menahan sakit.

Deva memegang dada kirinya. Mencoba menyalurkan segala rasa luka yang ia rasakan. Ia menekuk kedua lututnya dan menenggelamkan kepalanya di situ.

'Sesakit ini ya jika di kecewakan?'

Dengan penuh kekhawatiran Aji lari mengejar Deva yang hampir tak terlihat. Aji menghentikkan langkahnya. Dari kejauhan ia dapat melihat Deva mengelap kasar kedua pipinya kemudian memasuki rumahnya.

'Brengsek! Nggak seharusnya gue bawa lo ke taman De. Dan sekarang apa yang gue liat? Gue nyesel liat lo terluka kayak gini. Ahh anjing anjing bego banget sih guee!! ' Aji.

Aji meninju pohon di sampingnya melampiaskan segala rasa bersalahnya pada Deva.

Ada yang pernah di posisi Deva gak?

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Feb 15, 2022 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Te Amo RamaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora