1

16.5K 721 17
                                    

Setiap manusia menjalani kehidupan dengan masalah yang berbeda-beda, dan setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda untuk menghadapinya. Menyerah atau bertahan adalah pilihan namun tidak bisa dipaksakan, lalu pada akhirnya pilihan itu akan menuntun kita kepada akhir yang tidak pasti, entah itu kebahagiaan atau mungkin penderitaan yang tidak berujung.




















----------


Detak jarum jam dinding menjadi satu-satunya suara yang menemani kesunyian di dalam ruangan ini. Manusia-manusia yang sebelumnya riuh memenuhi ruangan ini telah bubar sejak satu jam yang lalu, menyisakan seorang gadis di meja pojok ruangan bersama secarik kertas dan sebuah pena yang menoreh kertas itu dengan asal. Matanya menatap nanar pada papan putih di hadapanya, pandangan matanya tampak kosong, memikirkan sesuatu.

Lalisa Manoban, begitu orang-orang mengenalnya. Gadis itu bertubuh tinggi, rambut pendek sebahu dengan poni yang selalu menjadi ciri khas-nya, gadis yang selalu menyendiri kata orang-orang. Semua orang yang mengenalnya dapat melihat bagaimana ia berteman akrab dengan kesendirian, tanpa siapapun disisinya, dan tidak ada yang tahu sebabnya.

Kelas terakhir hari ini sudah berakhir sejak beberapa jam yang lalu, namun Lisa masih betah di dalam ruangan ini sekalipun tidak melakukan apa-apa. Tak ada satu orang pun yang berani mengusik gadis berusia 23 tahun itu, mereka paham sekali bahwa Lisa tidak suka di ajak bicara sekalipun hanya teguran basa basi.

"Haruskah aku melakukannya lagi?" Gumam Lisa pada dirinya sendiri, matanya masih setia menatap papan tulis di depan sana dengan pandangan kosong.

Satu tarikan napas, Lisa akhirnya beranjak dari kursi. Melangkahkan kaki dengan malas untuk keluar dari ruang kelas itu. Matanya menyipit begitu terik matahari menyinari wajahnya, Lisa berdiri didepan pintu untuk memperhatikan sekelilingnya, lingkungan kampus sudah benar-benar lengang.

"Kukira kau akan tidur di dalam sana sampai besok." Sebuah suara membuat Lisa menoleh ke arah samping, ia mendapati perempuan yang dikenalinya berdiri di sana dengan tangan tersilang didepan dada.

Lisa memalingkan wajahnya, tangan kanannya memegang tali ransel yang menggantung dipundaknya. "Apa kau tidak ada kegiatan lain? Kenapa selalu menggangguku?" Ucap Lisa ketus.

Perempuan yang rupanya memang sudah menunggu Lisa disana sejak tadi tertawa paksa menanggapi ucapan Lisa. "Kau pikir aku mau? Aku hanya menunggumu untuk memastikan kau tidak melupakan projek yang harus kita kerjakan bersama." Ujarnya tidak kalah ketus.

"Lupakan saja, kau bisa mengerjakannya bersama yang lain." Kata Lisa seraya kembali melangkahkan kaki.

Gadis itu memandang punggung Lisa dengan tatapan tidak percaya, merasa jengkel dengan sikap Lisa yang tidak pernah menghargai lawan bicaranya. "Hei! Aku belum selesai bicara, tahu?" Teriaknya, berusaha mengejar Lisa yang kini sudah mencapai gerbang kampus.

Begitu berhasil mencapai Lisa, gadis yang juga bertubuh tinggi itu menarik bahu Lisa dengan sedikit kasar hingga membuat mereka sama-sama tersentak. Mata mereka bertemu, saling menatap dengan percikan amarah terpancar dari sana.

"Bisakah kau tidak pergi seenaknya ketika aku belum selesai bicara?!" Bentak gadis itu.

Lisa mendengus sebal, usahanya untuk mengabaikan gadis ini tampaknya sia-sia saja. Padahal dia sengaja menunggu kampus ini kosong agar tidak bertemu dengan gadis gang menurutnya sangat menyebalkan dan mengganggu. Hari ini menjadi hari ke tujuh sejak Lisa berusaha agar gadis berambut cerah di hadapannya ini menyerah untuk bekerjasama dengan tugas yang diberikan profesor mereka, namun tekad dan ambisi gadis ini sepertinya melebihi apapun sehingga Lisa tak mampu menghentikannya.

Should I Stay? (JENLISA)Where stories live. Discover now