f o r e i g n - 0 8

15 2 0
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***

Saat ini aku sedang memakai helm tanpa semangat. Sangat kontras dengan manusia di hadapanku yang justru terlihat sumringah.

Ya, manusia menjengkelkan ini adalah Angga. Tadi Caca terpaksa pulang duluan karena ditelepon mamanya untuk segera pulang.

"Ayo naik!" ujar Angga.

Aku mendengus sebal, lalu naik dengan susah payah ke atas motor sport Angga.

"Kalo kesusahan, bilang!" sindirnya. "Nih, pegang bahu gue," ujarnya seraya mencondongkan bahunya ke belakang.

Aku hanya memutar bola mataku malas saat berhasil naik ke atas motor Angga tanpa bantuan darinya.

"Udah siap belom, nih?" Angga menolehkan kepalanya ke belakang.

"Hmm."

"Jawab, dong. Jangan cuma ham-hem, ham-hem aja," cibirnya.

Aku berdecak sebal, "Iya."

Sepertinya Angga sudah menyerah. Buktinya, ia menghela napas berat dan menjalankan motornya dengan kecepatan normal.

Jalanan sore ini cukup lengang. Mungkin karena belum masuk jam pulang kantor dan pulang sekolah. Angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah membuatku terlena. Masalah yang menumpuk di pundak seakan pergi tertiup angin.

Tiba-tiba aku teringat Bruce. Apakah Bi Asti memberinya makan? Semoga saja Bi Asti ingat bahwa di rumah ada seekor anak kucing menggemaskan yang butuh asupan.

Huft!

Tanpa sadar aku menghembuskan napas dengan keras sehingga membuat Angga sedikit menoleh ke belakang.

"Lagi banyak pikiran, ya? Dari tadi murung terus," ujarnya tiba-tiba.

"Bukan urusan lo."

"Widih. Ketus amat, mbak?" ejeknya. Aku tidak berniat membalasnya.

Di pinggir lampu merah, terlihat banyak anak kecil di bawah umur yang terpaksa putus sekolah demi mencari nafkah. Aku bersyukur masih bisa merasakan pendidikan formal hingga saat ini.

Tiba-tiba Angga membelokkan motornya ke sebuah minimarket. "Ada yang mau gue beli dulu. Lo mau ikut atau tunggu sini?" tanya Angga saat sudah berhenti di parkiran.

"Gue pulang sendiri aja, deh," jawabku melenceng dari pertanyaannya.

Aku turun dari motor, melepas helm dan menyerahkannya pada Angga. Saat ingin melangkah, Angga menahan lenganku.

"Heh! Gue nggak mau, ya, nanti lo diculik terus gue disalahin sama bonyok lo!" cercanya.

Mereka juga nggak akan peduli.

Angga kembali menarik lenganku supaya mengikuti langkahnya. "Jangan lepas tangan gue! Nanti lo kabur lagi," titahnya.

Cih! Emang kenapa kalau aku kabur? Sok peduli banget. Sebal.

Foreign [On Going]Where stories live. Discover now