Prolog

166K 5.9K 77
                                    

Jiwa yang rapuh akan hancur ketika ombak menghantam, melenyapkan harapan yang telah terbangun, seperti hidup dengan raga tanpa jiwa.

***

Aku Ananditaswara, gabungan dari Anandita yang memiliki makna sempurna, dan Swara yang melambangkan pesona.

Tapi tidak untuk hidupku, aku hidup tanpa memiliki alasan untuk tetap bertahan. Aku mencoba meraih seutas tali berharap bisa mengeluarkanku dari penderitaan, tapi talinya putus dan aku jatuh ke jurang kehidupan.

Aku tidak menuntut kesempurnaan, aku hanya ingin mendapatkan hak yang kumiliki sebagai seorang anak.

"Lihat pa, Ara dapet nilai bagus."

Aku mengejar papa yang tidak mau berhenti, dan aku putuskan untuk menghadang papa. Aku sudah berdiri di depan papa.

"Mau apa kamu?!"

"Ara cuma mau nunjukin nilai Ara. Teman Ara kalo dapat nilai bagus dikasih hadiah papanya, tapi Ara nggak minta hadiah. Ara cuma mau makan bareng papa sama Tara."

Plakk!

"Kamu hanya anak pembawa sial!! jangan coba-coba cari perhatian di depan saya!! karena saya tidak peduli!!"

papa menamparku sangat keras, sampai badanku ikut terhuyung.

Aku merasakan cairan asin masuk ke mulutku. Aku meraba sudut bibirku, dan benar saja, sudut bibirku berdarah.

Sakit memang, tapi masih mengalahkan rasa sakit hatiku. Papa yang membenciku sekaligus menyakitiku.

"Ara terima kok tamparan papa, Ara nggak akan marah. Ara minta maaf kalo udah buat papa marah."

Suaraku bergetar, aku mencoba untuk tidak menagis.

"Papa tau? rumah yang seharusnya jadi tempat berlindung malah seperti penjara, dan Ara diperlakukan seperti penjahat di dalamnya."

"Kamu memang penjahat!!"

"Ara mohon pa, berhenti bicara seperti itu"

Aku mencoba meraih tangan Papa, namun di tepis kasar oleh papa. Tangan papa mencengkram pipiku kuat. Menyentuh luka memar di sudut bibirku, sehingga semakin perih.

"Berterimakasilah saya tidak memenjarakanmu! sekarang pergi dari hadapan saya!!"

Aku masih bergeming. Berterimakasih kata papa? apakah aku harus melakukannya? mengingat perlakuan papa selama 7 tahun ini terhadapku. Dan apakah papa tidak melihat betapa menyedihkanya aku?

Pyarrr!!

Aku kaget ketika papa membanting gelas di hadapanku, jujur saja aku gemetar.

"Apa telingamu tidak berfungsi?!" Suara papa terdengar menahan amarah.

"PERGI DARI HADAPAN SAYA SEKARANG JUGA!!"

Lagi-lagi aku terlonjak kaget, aku berlari melewati papa. Tidak sengaja kakiku menginjak pecahan kaca, aku terus berlari menahan sakit di kakiku. Kalapun aku merintih kesakitan sekalipun, papa tidak akan menoleh.

Aku duduk meringkuk di lantai kamar, menagis tanpa suara. Nyeri di dadaku bertambah, aku memukul dadaku yang semakin sesak, menarik rambutku dengan frustasi. Aku rindu kasih sayang papa mama dan aku rindu pelukan mereka.

Aku menghapus air mataku yang terus mengalir. Aku mulai menulis apa yang ingin aku ungkapkan, dengan begitu bisa mengurangi kesedihanku, meskipun tidak bisa mengubah kenyataan yang terjadi.

Kata mama Ara harus jadi gadis kuat, nggak boleh nangis. Tapi hari ini Ara malah nangis, mama pasti kecewa ya? Ara bakal coba buat nggak nangis lagi saat papa marahin Ara. Ma, tolong datang ke mimpi, bilangin ke papa kalo papa jangan bentak-bentak Ara ya ma? Ara takut.

Aku tersenyum getir dan itu membuat sudut bibirku terasa sakit, papa tidak pernah bertanya tentang keadaanku meski hanya dalam telpon, bahkan nomor ponselku saja papa blokir.

"Non, apa Bibik boleh masuk?"

"iya Bik."

"Ayo makan dulu Non."

"Ara nggak lapar Bik."

Bik Asih menatapku dengan sendu, matanya mulai memerah. Aku ingin papa juga menatapku seperti itu ketika keadaanku tidaklah baik.

"Bibik obatin lukanya ya?"

"Apa yang bisa Ara lakuin biar papa nggak benci Ara lagi Bik?"

Bi Asih bungkam, ia mendekatiku dan memelukku. "Bibik nggak tega liat Non gini, tapi Bibik nggak bisa berbuat apa-apa." Bibik menangis.

Kenapa harus orang lain yang tulus menyayangiku? aku tidak percaya lagi ungkapan darah lebih kental dari pada air.

Aku memaksakan senyum. "Ara kuat Bik, Ara jatuh dari tangga aja nggak nangis, apalagi cuma luka kecil."

"Tahan ya Non? kalo sakit bilang ke Bibik"

Bibik mengobati lukaku dengan hati-hati. Aku menahannya agar tidak meringis kesakitan. Semoga saja luka ini segera pulih. Aku tidak mau orang-orang tau keadaanku yang sebenarnya, dan mengasihani aku.

***

Tokoh Ara dan Bara udah ada roleplayer nya nih.

Nggak  afdhol kalau baca ceritanya tapi nggak follow.

Follow Instagram nya dong guys.

Follow Instagram nya dong guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa follow Instagram authornya yang baik hati juga, wkwkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa follow Instagram authornya yang baik hati juga, wkwkwk

Yang merasa pernah ngalami toxic di keluarga, mari saling menguatkan🤧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yang merasa pernah ngalami toxic di keluarga, mari saling menguatkan🤧

Bagi keluh kesahmu sama orang yang benar-benar peduli, nggak harus dari kalangan keluarga.

see you next time:)

ANANDITASWARA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang