03 | What Happened on The First Meeting?

184 37 30
                                    

"Hahaha. Kamu ternyata masih sekonyol waktu SMA." Aku tidak dapat menahan tawaku membayangi bagaimana ia menuangkan anggur di atas kepalanya sendiri. Seandainya saja aku dapat menyaksikan secara live.

Tanlia berdecak. "Kalau responsmu seperti ini, aku skip saja bagian-bagian kayak gitu."

Aku menghentikan tawaku. Tangan kiriku melambai-lambai ke depan ketika sebelahnya lagi memegangi perut yang bergetar karena menahan tawa geli.

"Berarti kalian tidak bertemu?"

Gadis bernetra belo itu mengedik. "Saat itu, aku tidak yakin apakah kami bertemu."

"Lalu, bagaimana kamu bisa menceritakan ini sebagai jawaban atas pertanyaan sebelumnya?" aku menggerutu, "Kamu benar-benar menyebalkan, aku harus menghapus lagi apa yang sudah kuketik."

Jari telunjukku baru saja hendak menekan tombol 'backspace', tetapi dihentikan oleh apa yang dikatakan tokoh utama cerita yang sedang kutulis. "Kamu harus mendengarkan kelanjutannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menghapus bagian itu."

Mendengarnya, aku kembali menegakkan badanku. "Maksudmu, kamu benar-benar bertemu dengannya? Kamu membuatku bingung."

Tanlia tersenyum miring. "Lanjut?"

"Oke, sebentar."

Aku meng-insert blank page.

"Apa yang terjadi pada pertemuan pertama?"

***

Bulu mata lentiknya bergerak ayu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bulu mata lentiknya bergerak ayu. Liangliang berkedip pelan beberapa kali tatkala silau mentari musim dingin mengusik indra penglihatannya. "Eungh," lenguhnya, kemudian diikuti desisan saat merasakan sakit yang menerjang kepalanya. Dia pun kembali terpejam.

Samar-samar, Liangliang merasa dirinya berada di atas punggung seseorang. Sepasang lengannya dikalungkan pada leher lelaki itu. Aroma musk menguar ke indra penciuman Liangliang, begitu maskulin. Mereka berada di bawah langit sore yang melepaskan salju. Sesekali gumpalan putih tersebut mengenai pakaian mereka dan meleleh.

Kelopak mata Liangliang kembali terlipat ke atas. Sebelah telapak tangannya terkepal untuk mengucek mata. Mimpi indah apa itu? Dia menggeleng-geleng kecil.

Liangliang mengubah posisi baringnya. Gadis yang sedang menguap tersebut pun membiarkan mulutnya terbuka maksimal saat baru saja duduk dan menoleh ke bawah ranjangnya. Dirinya bengong melihat tiga kursi bersama penghuninya sudah berkumpul dengan ekspresi garang di sana.

Memasang tampang polosnya, Liangliang menuruni kasur tidurnya. Muka tak berdosanya benar-benar menuai hujatan!

Kepala teman sekamarnya terus berputar mengikuti ke mana pun Liangliang berpindah. Perlahan, tangan gemulainya menarik sebuah kursi kosong dan mendudukinya. Tanpa disangka, ketiga temannya malah menarik kursi masing-masing dan mengepung dirinya. Liangliang mulai risi, tanda tanya besar muncul di benaknya. Ada apa, sih?

Apakah rambut berpotongan bob-nya sangat berantakan? Akan tetapi, biasanya tiap Liangliang bangun tidur juga begitu. Namun, baru kali ini dia ditatap oleh ketiga temannya dengan sorot singa yang melihat mangsanya.

Di antara semuanya, Yuner adalah orang pertama yang berhenti menghunuskan tatapan tajam. Gadis itu menghela napas, lalu berdiri dari duduknya. Sedangkan Liangliang bergerak-gerak kecil, gelisah. Lu bersaudari di hadapannya kenapa, deh?

Yuner mengayunkan langkahnya. Dibawanya secangkir teh hijau yang diseduhnya. "Ini, minum dulu. Pereda pengar." Dia meletakkan cangkir kaca itu ke atas meja.

Alis Liangliang menukik. Benar juga, kepalanya sakit mungkin merupakan efek dari banyaknya anggur yang diteguknya kemarin. Betul juga, seluruh tubuhnya bau alkohol sekarang.

Dia menarik secangkir teh panas itu dan menyesapnya lamban.

"Tidakkah kau ingin memberi tahu kami? Siapa yang menelponku dan mengantarmu pulang semalam?"

Liangliang nyaris saja menyemburkan teh hijau dari mulutnya saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Yuner.

Berarti ... bayang-bayang yang muncul di kepalanya tadi merupakan bagian dari memorinya? Bukan sekadar mimpi?

Sepotong ingatan demi ingatan lain samar-samar muncul lagi. Liangliang ingat selama digendong di atas punggung lelaki yang harum musk, dia sempat mengeratkan lilitan tangannya dan tidak sengaja mencekik lelaki itu ketika rasa kesal terhadap absennya orang yang mengajaknya bertemu membuncah. Sampai-sampai yang menggendongnya tersebut terbatuk-batuk parah, lantas berusaha susah payah melepaskan lengannya. Liangliang bahkan ingat dirinya memaki, "Kurang ajar. Berengsek! Semoga istri masa depanmu mempunyai bokong berbulu!"

Gadis itu sontak melepaskan cangkir dalam genggamannya ke atas meja. Kedua telapak tangannya terangkat dan menempel di samping pelipis. Gawat ..., sepertinya dia mabuk berat semalam! Untung saja makian kelepasan yang dikeluarkannya dalam bahasa Indonesia.

Hanya itu saja yang dapat diingatnya. Apakah terjadi hal buruk lain?

Omong-omong, apakah lelaki tak dikenalnya itu juga yang membayar pesanannya di restoran semalam? Liangliang tidak mengingat dirinya pernah membayar.

"Huaaa ...," pekiknya kesal. Dia bukan tipikal adarusa. Masalahnya, siapa lelaki tersebut saja Liangliang tidak tahu. Bagaimana cara mengembalikan uangnya?

"Jelaskan!" timpal suara tegas si kembar bermarga Lu membuatnya semakin pusing. Kalau sudah didesak kayak gini, rasanya Liangliang ingin melempar mereka kembali ke Hong Kong saja!

Satu lagi. Berarti yang mengajaknya ketemuan benar-benar tidak menampakkan batang hidung?

Liangliang lekas berdiri dari duduknya. Dengan gerakan lincah, dia menyambar tas tangannya. Dikeluarkannya sebuah benda persegi panjang. Sembari berjalan balik ke kursinya, jemarinya sibuk di permukaan ponsel guna membuka aplikasi Loveship.

Setelah duduk, Liangliang menyodorkan ponselnya, menunjukkan profil seseorang. "Apakah dia orang yang membawaku pulang ke sini?"

 "Apakah dia orang yang membawaku pulang ke sini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

February 03, 2021 | NadeClaire❄

Longing DesignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang