06.

57 8 1
                                    

Manisnya Buah Kesabaran Itu, 

Melebihi Manisnya Madu.

-oo8oo-



Mencintai seorang dengan tulus dapat diukur dari durasi ketika merasakannya. Ukuran yang dinotif bukan saat pertama kali kita terjatuh. Dimana pandangan seakan 'dialah' satu-satunya objek terbaik. Kemudian rasa ingin memiliki seutuhnya timbul bersamaan dengan rasa egois untuk mendapatkannya. Yang katanya hanya bertahan tidak lebih dari 4 bulan. Sebab telah melihat sebuah kekurang yang tidak sesuai dengan mimpi dan angan-angan kita. 

Namun, cinta yang tulus dapat diukur dari seberapa lama kerendahan hati tertancap dalam diri, dengan atau tanpa dia. Tak pernah meminta atau mengharap lebih darinya.

Amira pernah merasakan, bagaimana kesesakan hati saat melihat Birru akan menikah dengan saudaranya sendiri. Mengikuti cerita awal Birru dekat dengan Syahida, saat memasuki semester awal di kelas 11 SMA dalam ruangan yang sama hingga masuk ke perguruan tinggi. 

Meski berbeda jurusan di universitas yang serupa, mendengarkan kata demi kata kisah dari penuturan kakaknya sendiri. Tidak sedekat sampai melewati batas. Namun tetap saja, Amira merasakan ledakan dari rasa cemburu.

Apalah daya dari seorang Amira yang terpaut 3 tahun di bawah mereka. Seperti tidak ada jalan untuk dekat dengan Birru. Bertemu hanya saat pertemuan keluarga dewan direksi perusahan yang dikelola oleh kedua orang tua mereka. Tidak lebih dari sebulan sekali. Dan itupun jika Amira diizinkan dari yayasan pesantren untuk keluar sebentar.

Sejak awal bertemu, mungkin hal itu dapat dibilang hanya kekaguman semata untuk ingin memiliki. Namun beriringan dengan waktu, rasa suka terhadap Birru semakin dalam. Hingga satu tahun setelah Amira lulus dari sekolah menengah atas kemudian meneruskan ke jenjang pendidikan selanjutnya di luar kota, Amira mendengar kabar bahwa Syahida akan menikah dengan Birru. Ia sudah menebak hal itu akan terjadi, tetapi mengapa hatinya masih saja belum bisa berpaling? 

Apakah ini termasuk perasaan cinta yang tulus? Menerima segalanya. Melapangkan hati seluas mungkin sampai akhirnya ia dipertemukan dengan alur yang sama sekali tidak dapat ditebak.

Seperti saat ini, Amira bisa menatap bentuk rahang tegas Birru dengan sangat dekat. Dan melihat betapa tenangnya lelaki itu saat tertidur.

Jika Amira saja terkagum-kagum memandang wajah Birru, bagaimana bisa ia melihat paras Baginda Rasullah SAW yang perbandingannya 2:1 dengan penduduk bumi? Mungkinkah tanpa sadar ia akan melukai jarinya sendiri, seperti wanita yang merupakan tamu dari Zulaikha ketika melihat Nabi Yusuf AS? Atau bahkan lebih?

Amira tersenyum, menyapu lembut wajah Birru. Mungkin karena sudah terbiasa, masalah jantung terlupakan begitu saja. Sekali lagi, Amira mencoba untuk menyentuh hidung mancung lelaki di depannya.

"Jangan melewati batas." Birru menahan tangan Amira dengan mata masih terpejam.

Kaget? Pasti. Suara serak Birru menusuk hingga relung jantung yang membuat Amira sadar bahwa detakannya terasa lebih cepat. Amira bingung harus melakukan apa. Ingin beranjak, namun sulit.

Amira, cari alasan cari alasan!

Tidak sempat! Perlahan Birru membuka matanya. Membuat Amira langsung berpura-pura untuk tidur kembali. Melemaskan lengan yang dipegang oleh Birru agar benar-benar terlihat nyenyak dalam tidurnya.

Walau penasaran, tetap saja Amira tidak ingin melihat ekspresi Birru saat ini. Sebab malu sekaligus takut mengusai perasaannya. Pada akhirnya, ia hanya bisa menunggu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 06, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Wedding Ring for KhadijahWhere stories live. Discover now