Serupa tapi tak sama

370 55 19
                                    

Syila berjalan mengikuti langkah kaki Elang, ntah kemana ia hanya membuntuti. Begitu segannya jika harus berdampingan dengan Elang yang ia temui di dimensi ini. Serupa, tapi ini bukan Elang yang biasa ia temui di rumahnya. Berjarak 5 meter di belakang mereka terdapat setidaknya 10 pengawal kerajaan yg mengikuti mereka.

"Kalian bisa pergi. Saya ingin berdua saja dengannya"

"Baik, Yang Mulia." cukup kepala pengawal saja yang menjawab, yang lain hanya menunduk. Lalu mereka semua berlalu, menuruti perintah sang Pangeran. Meninggalkan Syila yang tengah menatap Elang lekat-lekat.

"Huhhhh.... selamat..." ia melepaskan mahkota megah yang terlihat berat dari kepalanya, lalu menyisir rambut bagian depannya ke belakang dengan tangan, membuat kedua alisnya yang rapih dan tajam terpampang begitu nyata. "Diajeng Ayundasyila, makasih udah nolong saya hari ini"

Yang diajak bicara masih membisu, bisa jadi karna terbius ketampanan sang Pangeran atau masih mempertanyakaan kejelasan situasi ini. Dimana dia? Ini apa? Jika ini sebuah mimpi, mengapa terasa begitu nyata. Namun jika ini sebuah kenyataan, mengapa sulit diterima akal sehat.

"Halo?" tegur Elang sekali lagi, membuyarkan Syila dari lamunannya.

"Hah? Iya? Kenapa?"

"Makasih. Saya bilang makasih tadi karna kamu udah mau nolongin saya hari ini"

Syila mengerutkan dahinya, pertanda ia sedang berfikir keras. Mendengar orang yang di depannya ini berbicara lebih santai kepadanya membuat Syila lagi-lagi teringat akan Elang yang ia kenal "Kamu Elang, kan?"

Elang mengangguk sebelum ia menampakan wajah penuh tanya dan rasa penasaran yang sedari tadi ia pendam. "Kamu tau saya ini siapa, kan?"

"Tau..." sedikit ragu Syila menjawabnya. Masih belum yakin, yang tengah berbicara dengannya ini memang terlihat seperti Elang, tapi mengapa pakaiannya seperti seorang Pangeran?

"Terus kenapa kamu manggil saya langsung pake nama kayak tadi?" Sebenarnya bukan perkara besar untuk Elang jika ada yang langsung memanggilnya dengan nama. Dari dulu ia memang tidak pernah tertarik dengan segala jabatan dan tahta yang ia dapatkan karna takdir ini. Ada kalanya ia hanya ingin menjadi pemuda biasa, punya banyak teman yang bisa bercanda gurau tanpa rasa segan kepadanya karna statusnya sebagai Putra Mahkota. "Rumahmu dimana?"

"Di menteng" jawab Syila singkat.

"Dimana?"

"Menteng. Jakarta Pusat"

"Jakarta? Dimana itu Jakarta?"

Wajah Syila mulai menampilkan raut bingung. "Kamu ga tau Jakarta? Jakarta ibu kota Indonesia"

"Indonesia? Apa itu?"

"Hah???????" Syila makin bingung. Kenapa komunikasi dua arah ini hanya makin membuatnya bingung. Dan akhirnya ia yakini bahwa Elang yang berdiri di depannya ini bukanlah Elang yg ia kenal. "Ini Indonesia. Tempat kita sekarang lagi berdiri"

"Ini Majapahit, bukan Indonesia" dahi Elang juga tak kalah mengerut, bingung.

"Apaan sih? Majapahit udah ga ada kali. Sekarang adanya Indonesia"

Lalu Elang menarik tangan Syila, membawanya ke sebuah plank yang berada tak jauh dari mereka. "Baca alamatnya.."

Trowulan, Majapahit.

"Trowulan? Emang di Indonesia ada ya daerah namanya Trowulan???" kepala Syila yang jarang ia pakai untuk berfikir ini sampai sakit tidak karuan. "Bentar... bentar.... jangan bilang gw time travel ke Majapahit?!" ia menerka-nerka, sebelum beralih bertanya pada Elang. "Ini taun berapa deh???? 1300an ya??? Ayahmu tadi Hayam Wuruk????"

MAJANESIA Where stories live. Discover now