10. Hujan

10.3K 382 6
                                    

Angkasa mengambil tasnya dan segera meninggalkan meja makan.
Ia menghembuskan nafas berat kesal ,bukan tanpa sebab. Ketika semalam hujan sempat reda ia pulang dan orang tuanya tak ada di rumah keluarganya. Ketika hendak meninggalkan rumah besar ini, hujan lebat kembali turun hingga mengurungkan niatnya.

Kian dewasa, rumah besar ini kian sepi. Orang tuanya sibuk bekerja , ditambah ia adalah anak tunggal membuat tak ada kehidupan di rumah ini hanya di huni oleh beberapa asisten rumah tangga. Rumah ini akan kembali ramai ketika sang nenek datang untuk menap, namun sayang sang nenek telah tiada jadi kesunyian terus menjalar di rumah mewah ini.

Angkasa naik ke motornya, memakai helm berkendara menuju sekolah.

Senyum teman-teman OSIS menyambut kedatangannya, ia berjalan begitu saja menuju ruang OSIS. Entah kenapa hatinya terasa gelap, sedikit rindu dengan sang ibu. Hampir dua pekan ia tak berjumpa dengan ibunya, ber kirim pesan pun jarang.

"Kenapa Sa? " Deon si ketua MPK langsung merangkul Angkasa. Angkasa hannya tersenyum simpul dan menggeleng.

"Dari tadi gue liat mendung banget muka lo" Ia tertawa renyah.

Angkasa mendengus lalu melepaskan diri dari rangkulan Deon.

Saat masuk ke ruang OSIS, ada Kirana disana sedang memotret beberapa OSIS yang sedang berpose.

Kirana melemparkan senyum manis dan di balas dengan senyum canggung oleh Angkasa. Jika boleh meminta, ia ingin tak bertemu dengan Kirana kali ini, ia masih tak enak hati.

"Angkasa, sini aku foto" Ucap Kirana polos. Ya.. Walau masih sakit hati dengan pengusiran Angkasa semalam ia harus lebih dewasa menyikapi permasalahan kecil seperti ini.

Angkasa hanya tersenyum simpul tapi segera mengambil duduk dan mengeluarkan isi tasnya. Mengetik sesuatu di laptop bukannya berpose.

Kirana lagi-lagi menelan kepahitan dengan tingkah Angkasa, ia menunduk dan menggeser-geser foto-foto di camerannya.

Melihat gelagat mereka berdua, para OSIS melemparkan tatapan saling tanya.

Juan menyenggol lengan Angkasa hingga ketikannya salah, Angkasa berdecak kesal. Juan menunjuk Kirana dengan pandanggannya hingga Angkasa mengikuti arah mata Juan. Melihat Kirana yang menunduk menyembunyikan kesedihan Angkasa menghembuskan napas berat. Ia tau, tak seharusnya bertingkah demikian.

Jujur ia benar-benar tak tau harus bertingkah bagaimana sekarang ia terlalu banyak di timpa masalah, yang pertama kelakuannya semalam dengan Kirana, masalah ke dua rasa kesal dengan Geovano yang mendekati Rana, dan masalah laiinnya orang tuanya yang tak kunjung pulang. Itu yang kini berputar-putar di kepalanya.

Angkasa menghela napas berat, ia menggit bibir bawahnya dan berkata. "Kirana"

Kirana menganggkat kepalanya, berusaha tersenyum saat menatap Angkasa.

"Aku mau minta maaf buat yang semalam, aku tau itu kasar"

Osis yang ada disana langsung menyimpulkan kalo mereka itu berantem.

"Kamu semalam kesal karena Geovano atau cewek itu? " Kirana bertanya ragu-ragu dengan senyum yang sedikit berbeda.

Jleeeeeb. Pertanyaan yang benar-benar menjebak.

Angkasa tak tau bagaimana cara menjawab, kalo jujur pasti Kirana akan marah. Lagi pula tak ada yang tahu kalo Angkasa dan Rana pernah bahkan sering mabuk yang berakhir kumpul kebo, ya walau ga ngewe tapi kan tetep aja konotasinya ke arah negatif.

"Aku masih punya privasi kan Kir? "

Uwaaa pasang mata yang ada di ruangan itu kaget bukan kepalang. Mereka langsung menyoroto Kirana yang tersenyum penuh kecewa, sedangkan Angkasa? Ia berdiri mengemasi tas dan laptopnya lalu keluar dari ruangan tersebut.

Mr. Angkasa (18++) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora