Part 2. The Blacksheep

47.3K 2.6K 96
                                    

Jenna memukuli sansak yg tergantung di depannya. Lagi dan lagi. Sudah seperti itu sejak dua jam yang lalu. Dia marah. Dia murka. Pada papanya, pada mamanya, pada kakak perempuannya. Terutama pada dirinya. Bagaimana mungkin dia tidak mengatakan satu katapun ketika papanya mengatakan dengan begitu mudah bahwa dia harus menggantikan Rien dalam perjodohan keparat itu. Tidak sepatah katapun sampai papa dan mamanya keluar ruangan kerja . Bahkan Jenna tetap membisu tatkala kembali ke kamarnya. Tetap membisu ketika dia keluar rumah. Dan tetap membisu bahkan sampai sekarang setelah 2 jam menyiksa diri. Padahal ada banyak serapah di kepalanya. Ada banyak pertanyaan mengapa. Ada banyak makian. Dengan kalah dipeluknya sansak besar itu. Beberapa saat berlalu sampai dia merasa ada sesuatu yg dingin menempel di tengkuknya. Jenna mengangkat wajah dan tersenyum ketika melihat Nando, keponakan si pemilik sasana tinju , menempelkan sebotol air mineral dingin di tengkuknya. Tangan Jenna terulur mengambil botol itu , kemudian menepuk pundak Nando.

"Thanks" Ucapnya seraya menggerakkan tangannya membuat bahasa isyarat.

Nando tersenyum, membalas dengan menggunakan bahasa isyarat juga.

"Tidak masalah" Dan bocah remaja 18 thn itu berlalu, meninggalkan Jenna kembali dengan sesak di dadanya. Nando adalah keponakan Elang. Dan Elang adalah sahabatnya sejak kuliah, yang sukses dengan usaha sasana bela diri. Sasana tinju ini salah satu tujuan favorite Jenna.

"Lelah?"

Jenna menoleh ke arah sumber suara, Elang. Lelaki itu duduk di kursi kayu panjang tak jauh dari tempat Jenna berdiri , melambai memberi tanda Jenna untuk ikut duduk beristirahat. Jenna menyerah. Walau hatinya masih marah, tapi tangannya sudah lelah, rasanya sudah mau patah.

Elang membuka bungkusan plastiknya begitu Jenna duduk disampingnya, mengeluarkan bungkusan kertas yang beraroma menggiurkan.

"Double cheese, double burger" celutuk lelaki itu seraya mengulurkan bungkusan kertas ke arah Jenna yang sudah melepas sarung tangan tinjunya.

"Seperti biasa?"

"Without union, plus super large french fries. "

"Love you as always."

"Love you too, as always"

Dan selanjutnya mereka duduk dalam diam, Jenna sibuk dengan makanannya, Elang sibuk mengamati sekelilingnya.

"Tanyakan saja." Celutuk Jenna tiba-tiba disela-sela kunyahan burgernya.

"Ceritakan saja." Saut Elang tanpa menoleh ke arah Jenna. Memancing dengusan lucu dari gadis itu.

"Aku ga pernah bisa menang ya lawan kamu? "

"Sejak kapan murid bisa menang dari masternya?" Saut Elang lagi seraya mencomot kentang goreng.

"Aku diharuskan menggantikan Rien."

Kunyahan Elang terhenti. Kali ini lelaki itu menoleh, menatap lurus ke wajah Jenna yang masih sibuk mengunyah burgernya.

"Itu tidak adil."

"Welcome to my world."

"Well, at least you can say 'No' , cant you?"

"Bisa saja. "

"Lalu? "

"Kamu pikir kenapa Rien repot-repot lari? "

Elang terdiam, kembali menatap sasananya yang cukup penuh untuk ukuran hari biasa.

"Ga ada kata 'No' dikamus orang tua ku kalau itu menyangkut urusan bisnis keluarga."
"Dan pernikahan ini termasuk kategori bisnis keluarga."

"Yup. Bisnis besar, tender milyaran. Bayangkan 2 raksasa bisnis bergabung. Salah satu obsesi papaku adalah mengumpulkan uang yang tidak habis untuk 70 turunan, dan berbesan dengan keluarga Hamijoyo adalah salah satu cara meraih obsesinya."

The back up brideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang