*01. Pasangan Maba*

7.8K 1.1K 129
                                    

"ANN, BANGUN! ATAU GUE CIUM NIH!" teriak Al yang seratus persen langsung bisa membuat Anna bangun.

Dari awal Al hanya menganggap Anna sebatas perempuan biasa yang selalu menempel padanya karena sering minta dibelikan ini-itu. Al pun tahu bahwa dirinya oleh Anna dianggap sebagai ATM berjalan. Bodohnya, Al malah menerimanya dengan lapang dada. Katanya, hitung-hitung amal dengan orang miskin.

Bermula dari rasa kasihan Al terhadap Anna yang tidak bisa membayar uang SPP sekolah pada masa putih abu-abu hingga berlanjut pada masa kuliahnya.

Al dan Anna adalah sekian dari banyaknya maba universitas swasta terbaik yang ada di Jakarta.

"Buruan woi. Kita bisa telat," ucap Al sembari mengenakan kemeja putihnya, begitu pun Anna yang tengah merangkak dengan mata yang memejam dan mengenakan roknya secara asal. "Cepetan man-" dua bola mata Al melotot saat melihat Anna yang baru bangun tidur langsung mengenakan atribut untuk OSPEK. "LO NGAPAIN ASTAGA!"

"Gue lagi siap-siap," jelas Anna sambil menguap dan santai.

"MANDI! SONO MANDI DULU!" pagi-pagi selalu ada keributan di apartemen Al karena itulah hidupnya semakin berwarna. "Gue nggak mau ya berangkat bareng lo, kalau lo nggak mandi."

"Ya, udah."

"HEH?!" Al menggetok kepala Anna dengan pelan agar perempuan itu membuka kelopak matanya yang masih memejam, seperti kurang tidur. Padahal Anna sudah tidur lebih dari 12 jam.

"Gue bisa naik ojek, Al." Perempuan itu tersenyum mengejek dengan raut wajah bareface-nya itu.

"Mandi! Pokoknya harus mandi!" Al menggeret paksa Anna agar bangkit berdiri.

Bisa-bisanya Anna saat ini seperti orang lumpuh. Merangkak dari sudut apartemennya Al ke sudut apartemen yang lain dengan mata yang sesekali memejam. Untung saja Anna merangkak, bukan ngesot.

Akhirnya Al berhasil menggeret Anna sampe ke kamar mandi. "Gue kasih waktu lima menit buat mandi," ucap Al sembari menyipratkan air pada muka Anna agar perempuan itu membuka kedua kelopak matanya. Dan berhasil!

Al menghela napas lega, sedangkan Anna semakin cemberut.

"Dingin!" seru Anna, ia tidak terima. "Gue ogah mandi."

"Ini waktu kita makin habis kebuang percuma lho," geram Al secara tertahan. "Lama-kelamaan, gue mandiin juga elo, Ann."

Deg.

Anna langsung menatap Al dengan dua bola mata yang membulat tajam dan penuh keheranan.

"Sini, buka baju lo."

"Heh!" Anna menipis tangan Al. "Ja-jangan."

"Kenapa?" Al menaikkan sebelah alisnya, menunggu jawaban dari Anna.

"Ntar lo jijik sama gue," ungkap Anna diiringi gigitan pada bagian bawah bibirnya sendiri. "Gue bisa mandi sendiri."

Gue nggak pernah jijik sama elo, Ann.

"Bener tuh. Mandi sendiri sono," ketus Al. "Jangan kayak mayat, mintanya dimandiin."

"Al!" kesal Anna. "Mulut lo bener-bener minta dilakban, ya."

"Ddu du ddu du," Al malah bersiul riang. "Waktu lo tinggal tiga menit. Buruan!"

Kehebohan pagi itu tidak hanya ada di apartemen Al. Namun, saat mobil Al sudah berjalan menuju ke tempat tujuan; kampus. Al dan Anna terus saja beradu mulut untuk hal-hal kecil yang selalu lupa mereka bawa. Selalu ada minimal satu barang yang ketinggalan.

"Lo sih! Lemot!" tutur Al, memojokkan Anna.

"Argh! Gue bisa gila lama-lama!" Anna menyandarkan tubuhnya ke belakang. Ini masih pagi, tapi tenaganya sudah terkuras habis.

"Tuh, coba lo cari di dahsboard. Kali aja ada," ucap Al sambil memajukan dagunya, memberi kode.

"Nggak mungkin ad- EH ADA!" ralat Anna buru-buru dengan bola mata yang berbinar senang. "Akhirnya!"

"Makanya, jangan ngomel mulu."

"Makasih, Sayang." Anna memakai hairnet tersebut pada rambutnya, menyesuaikan permintaan OSPEK dari kampusnya.

Hairnet, make up yang ala kadarnya, memakai kemeja putih dengan bawahan warna hitam, dan yang terakhir- sepatu pantofel.

"Gue udah cantik belum, Al?" tanya Al sambil mengedip-ngedipkan matanya. "Cantik banget 'kan, ya."

"Gue geli anjir," ucap Al terang-terangan. "Nggak usah sok cantik lo."

"Ck. Elo mah selalu gitu. Nggak pernah muji cewek cantik."

"Bagi gue, yang paling cantik cuma Nyokap gue dan Kakak gue. Valid! No debat. No kecot."

"Pasti gue masuk ke deretan cewek cantik nomor tiga di hidup lo. Ya 'kan?" rasa percaya diri Anna saat ini sedang di luar batas biasanya. "Ngaku lo!"

"Elo belum pernah ditampol sama cogan, ya?" sindir Al. "Sini deketan. Biar enak nampolnya."

"IH. KASAR! NGGAK SUKA COWOK KASAR."

"Diem lo! Udah nyampe, nih." Karena selama dalam perjalan mereka berdua kebanyakan ribut dan terus saja membicarakan hal-hal yang tidak penting, akhirnya tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat.

Al dan Anna tiba di kampus tepat waktu.

"Gue deg-degan, Al."

"Rileks. Anggep aja biasa aja."

"Gue takut kalau di-bully or something bad in this day," ujar Anna lirih.

Al langsung paham apa maksud perempuan itu. Tangan Al terulur pada pundak Anna. "Ada gue di sini. Lo tenang aja."

Al rela pernah pindah sekolah saat SMA hanya demi Anna. Ia ingin selalu melindungi Anna karena merasa berhutang budi atas donor jantung untuk kakaknya Al. Al ingin setiap Anna melangkahkan kakinya, mereka selalu bersama-sama. Di tempat yang sama. Tak akan ke mana-mana.

Tidak. Al tidak menganggap itu sebagai cinta. Ia sudah tidak percaya akan perasaan cinta. That's bullshit! Al hanya ingin menghabiskan waktunya bersama orang yang ia sayangi.

"Lagian, bully mem-bully sekarang ini udah nggak zaman lagi, Ann."

"Eh, eh! Gue nggak salah lihat 'kan? Itu Kak Abra? Yang kemarin nembak gue!" heboh Anna saat melihat sosok bertubuh jangkung yang sedang tebar pesona di hadapan maba-maba cantik lainnya.

"Ya, elah. Kemarin apanya. Itu udah dua tahun yang lalu," sanggah Al.

"Andaikan gue bisa cinta sama cowok, pasti mantan gue udah banyak. Ya 'kan, Al?" Anna berucap dengan nada sendu, ia menatap Al yang ternyata juga sedang menatap matanya. Mereka saling bersitatap. "Dan elo termasuk salah satunya."

"Gak! Gue gak mau," Al sengaja membantah.

"Lo mah nggak bisa diajak berangan-angan sebentaaaaar aja," kesal Anna sembari memanyun-manyunkan bibir tipisnya. "Ini halu, Al! Sekadar halu biasa."

"Andaikan lo bisa cinta sama cowok, pasti gue sekarang jadi suami lo," lalu tangan Al menarik pinggang Anna. "Gimana? Halunya makin lancar?"

AlannaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt