CHAPTER 3

2.6K 149 1
                                    


Damn, hampir saja aku lupa kalau hari ini adalah jadwal photoshoot sudah dua bulan aku mengirim pengajuan dan casting kepada pihak Maybelline untuk bekerja sama. Dan sialnya baru disetujui, Dewi Fortuna sepertinya tak banyak membantuku.

Tak banyak lagi aku berpikir, segera kulangkahkan kaki berlari kecil sambil bersenandung ke kamar mandi. Membersihkan tubuh dengan lebih detail dari sebelumnya from head to toe. Mempersiapkan semuanya secara matang, aku tak mau ini semua sia-sia.
Sehabis mandi, aku memakai handuk kimono berjalan ke arah dapur menyiapkan  salad segar, memotong sayuran serta buah-buahan dengan teliti lalu melahapnya. Setelah lahapan ketiga sepertinya terdengar ketukan pintu.

Siapa orang yang berkunjung kemari? Aku rasa aku tak memiliki janji kepada siapapun. Segera aku berjalan kearah pintu dengan terpaksa lalu membukanya.

"Y-you?" Kedua bola mataku terbuka lebar mimpi apa aku semalam, terkejut dengan kedatangan pria ini.

"Yeah, it's me love." jawabnya secara santai tak berotak.

"Don't love me, i don't even know you. How can you find me? What the hell do you want?" pekikku tanpa spasi dengan sarkastik.

"Oh, oh, easy love. I just miss you." jawab Justin sambil bekedip. Ew.

"I like your clothes anyway, in breast part. Mm, you seems like have big boobs." lanjutnya.

Seketika aku membulatkan mataku, what the hell he said? Membuat pipiku memerah menahan emosi bercampur malu. Aku pasti terlihat dengan seperti kepiting rebus, dengan cepat aku membalikkan badan.

"Justin Fucking Bieber could you please leave my apartment 'cause i have a billions things to do. I rather do my job than listening to your dirty talk. So leave!" Teriakku dengan kedua tangan dipinggang, pun aku berjalan ke arah kamar untuk mengganti pakaianku, ralat memakai pakaianku lebih tepatnya.

Tidak ada balasan dari Justin, mungkin karena aku tidak mendengar balasannya. Persetan dengan penggangu itu, segera memakai Balmain little peach dress sedikit taburan make up, dan heels berwarna senada.  Berjalan turun menuju ruang tamu dan menemukan Justin duduk sambil memainkan ponselnya. Hell, stubborn prick!

Mendengar derapan kaki, Justin mengalihkan pandangannya dari ponsel kearahku. Mata hazelnya tak lepas memandangiku dari ujung kepala hingga ujung rambut.

"Justin, aku akan pergi untuk photoshoot. Silahkan keluar karena jam bertamu sudah habis." aku mengusirnya secara halus dengan ekspresi datar.

"Let's go then, you don't want to late aren't you?" Tawar Justin ringan sambil menarik lembut pergelangan tanganku.

"Wow, i'm good. I have a fucking car, now leave!" tolakku sambil menghempaskan tangannya.

"Oh you stubborn young woman, stop talking love." Balas Justin yang kini sudah merangkul pinggangku.

Aku tidak bisa berkata apa apa lagi, beradu argumen dengan Justin bisa saja memakan banyak waktu, tak mau terlambat hanya karena hal bodoh ini. Segera mengunci apartmen dan berjalan ke basement bersama Justin. Strange prick. Bisa saja dia ingin meculikku, tapi untuk apa? Aku bukan putri dari konglomerat ataupun keturunan bangsawan. Entahlah, lagipula aku masih bisa menjaga diriku.

"Well, just picking you up doesn't mean you cheating on Nash with Justin, Rebecca. So calm your tits." Gadis batinku berkata.

Aku dan Justin masuk ke dalam Ferrari silver milik Justin yang sudah ada di basement. Such a rich kid! Hingga kini belum ada yang membuka pembicaraan, pikiranku masih bercabang.

"Did you know love? Sebelum aku menemuimu, ada ratusan gadis cengeng di lobby apartment yang sedang menunggu idola mereka." Justin bercerita dengan ekspresi datar. Aku sama sekali tidak tertarik dengan topiknya.

"So?" Balas ku cepat. Aku memandang keluar jendela, memandangi betapa liarnya kehidupan Las Vegas.

"Jadi itu sebabnya aku datang di waktu yang kurang pas. Mungkin jika aku datang lebih awal, aku bisa me- ah sudahlah. " jawab Justin kikuk.

"Me- apa?" tanyaku dengan tatapan menginterogasi.

"Forget it." jawabnya cepat. Aku memutar bola mataku menghadapnya.

"You really don't wanna know who's their idol?" Justin mencoba melanjutkan topik pembicaraan, ia menggaruk bagian belakang lehernya yang sepertinya tidak gatal.

"Okay. Wow, who's their idol? Wow, are they cute? Wow wow wow." kataku memalsukan nada suaraku seakan-akan tertarik dan antusias dengan bahan pembicaraannya. Justin mencondongkan kepalanya kebelakang tertawa cukup keras melihat reaksiku.

"Your sassy, i like you. Mm, hanya saja mereka berpapasan denganku dikoridor apartmenmu, segerombol remaja pecundang dengan dandanan seperti anak band. " jelasnya panjang lebar.

Aku berusaha mencerna apa yang Justin katakan. Demi neptunus, apa yang dikatakan Justin itu Nash dan teman-temannya? Ew, confident prick.

"Kau bilang mereka pecundang? Dari mana kau tahu jika mereka pecundang? " tanyaku cukup santai. Aku tak mau Justin tahu jika Nash adalah kekasihku, masih terlalu dini jika Justin tahu. Lagipula aku tak ingin terjadi sesuatu yang tak aku inginkan.

"Jelas saja mereka pecundang, mereka hanyalah pria cengeng yang biasa menciptakan lagu cengeng dan menyanyikannya dengan gaya cengeng juga." jawab Justin sambil mengerdikan bahunya dengan gerakan cepat.

"Sesederhana itu? Lebih tepatnya romantis bukan cengeng. Teori yang bodoh, lagipula apa kau bisa mebuat lagu seromantis itu?" jawabku datar.

"Kau meragukanku?" tantangnya.

"Just show me." balasku santai sambil membuang muka beralih menatap luar jendela. Setelah itu, pembicaraan bisa dikatakan berakhir. Aku yakin seribu persen Justin pasti sedang berpikir keras dengan tantanganku.

.

Photoshoot akan segera berlangsung, aku masih berbincang bincang dengan pihak Maybelline. Aku melihat Justin sedang duduk di sofa pojok ruangan, dia sedari tadi terus memandangiku dari atas sampai bawah. Jelas saja, aku sedang menggunakan jumpsuit super tipis dengan belahan atas yang lebar. Matanya tak lepas dari tubuhku dan fokus mengawasi gerak gerikku. Konsentrasi ku jadi terganggu.

Tema photoshoot kali ini mengharuskan ku bermain-main kecil di king size bed  berwarna serba putih dengan alat-alat make up yang berserakan di atasnya. Kurang lebih 5 jam, aku telah menyelesaikan photoshoot dan Justin masih betah menungguku. Aw such a cute. Apa yang baru aku katakan? No he didn't, he's just a dick.

Aku mengganti pakaianku menjadi pakaian awal dan mencari Zoe , dia adalah CEO Maybelline. Aku menyukai tubuhnya yang menurutku sempurna untuk wanita berumur sepertinya.

"Zoe." Panggilku.

"Rebecca, you're amazing." Kata Zoe dengan senyuman sambil memelukku.

"Thank you, Zoe. I hope soo, you're perf-" belum aku menyelesaikan kalimatku. Pinggangku ditarik oleh tangan seseorang dari belakang.

"We leave now" suara yang membuat tubuhku sedikit membeku. It's Justin's. Aku berbalik menghadap arahnya, kulihat rahangnya menegang dengan pupil mata yang lebih gelap dari sebelumnya dan tatapan yang mengunci.

"J-justin... " kata Zoe sedikit terkejut.

Zoe knew Justin?

.

Vote and comment are my fave!😋😘
#KeepStunning

DAMAGEDWhere stories live. Discover now