Delapan

43 8 3
                                    

Haura terkapar kekasur setelah les penjurusan study lanjut selesai , kini hari harinya begitu menyibukkan intinya adalah belajar dan belajar ! Bisa dihitung dari jam tujuh pagi hingga jam lima sore , belum mapel kepondokan yang selalu bikin kewalahan .

"Ra , ngapain anti ikut dua kelompok les ? Kaya gini kan anti kecapean" ucap Alya menasehati .
"Ya biar gak mubazir aja waktunya" jawab haura singkat , padahal dalam hati kecilnya menjawab " karena hanya itulah yang mampu ana lakukan semata mata untuk bisa setidaknya mendapat beasiswa kuliah nantinya " .
"Tapi raaa , kalo dipikir pikir nilai anti itu bagus kok , mau univ apa sih ? UI ? UGM ? Lewat lah dapet santri kaya anti yang pinter , aktivis organisasi lagi" celetuk Alya menggampangkan .
"Dihhhh , amin lah pokoknya . Tapi gak boleh nahnu berpaku sama nilai rapot karena semua itu keberuntungan" tukas Haura .
"Ahh udah lah , anti mah kalo dibilangin sukanya gitu . Tapi pokoknya nanti malem ana gak mau liat anti buka buku lembur belajar sampai lupa gak tidur!" Tukas Alya serius .
"Hmm iya iya , gak lembur lagi kok , itu kan terjadi karena lupa waktu" kekeh Haura .
"Hedehhhh ada ya orang kaya anti , ana tuh heran" jawab Alya bergedeg .
"Makasih ya Alya Munadiya jamilah" puji Haura seperti biasa .

Malam itu begitu kalut , Sambaran petir dengan hujan begitu lebat mengguyur area pesantren . Terlihat seperti mati pesantren Darussalam dengan keadaan sepi tanpa santri berlalu lalang . Tangis Ayas semakin menjadi , mendengar suara uminya dari balik telepon ustadz menanyakan kabarnya , setelah sekian lama uminya hanya menghabiskan waktu dan mencurahkan kasih sayangnya kepada Zahra , adik selisih tiga tahunnya yang begitu ia benci , setelah tragedi kecelakaan abinya semata karena kecerobohannya .
Semenjak itu Ayas tidak pernah mau pulang bertemu Zahra meski jarak pesantren dan rumahnya lebih dekat ia justru kerap kali memilih pulang ke Malaysia dirumah nenek dan kakeknya .
Rindunya begitu menggebu , setelah kurang lebih 6 tahun tidak bertemu dengan uminya . Ia sengaja menjauh dari uminya semata mata menghindari permintaannya untuk dapat memaafkan Zahra dan kembali akrab seperti dulu .

"Umi , Ayas rindu ? Apakah umi tak rindu ke Ayas ?" Isak tangis Ayas begitu terdengar syahdu .
"umi pon rindu . Nak berjumpa dan bersama lagi. nanti kan kamu masuk kuliah kan? Mahu kuliah deket mane ? Beri tau umi kabar kamu , pulanglah sesekali" pinta uminya kerap kali ada kesempatan berbicara dengan ayas meski selama ini tak pernah Ayas tunaikan , rasa benci Ayas terhadap Zahra lebih besar daripada untuk mengalahkan egonya dan rindu yang kerap kali datang .
Bagi Ayas , Zahra adalah penyebab abinya meninggal " jika saja , saat perjalanan pulang sehabis silaturahmi dari Semarang waktu idul Fitri Zahra tidak bercanda mengganggu abinya menyetir , tiba tiba menutup mata abi dari belakang , abi tidak akan hilang kendali dan kecelakaan itu tidak akan terjadi !" Pikir Ayas , hampir saja telepon digenggamnya jatuh . Hubungan mereka berdua sudah seperti rantai yang putus , entah siapa yang bisa menyambungkannya kembali .

Dakwah CintaWhere stories live. Discover now