Part 14

221 25 0
                                    

Farikha dan Bunda tengah berada di rumah sakit menunggu Aina sadar dari koma. Sudah seminggu lamanya Aina tak sadarkan diri, dan sejak itu pula panti asuhan serasa redup tanpa adanya Aina.
Aina begitu dekat dengan penghuni panti, meskipun ia warga baru namun ia mampu bersosialisasi.

Setiap pagi, ia selalu membantu Aisyah di dapur untuk menyiapkan sarapan anak anak lain. Aina sudah ia anggap seperti putri kandungnya sendiri, ia takut jika Aina tak lagi berada disisinya.

Aisyah lalu mengelus dadanya dan berucap istighfar, ia memutuskan untuk keluar guna mencari udara segar.

Rindangnya pepohonan dipadukan dengan bangku putih dan beberapa bunga yang tersusun rapi, mengingatkannya pada seorang gadis yang selalu tersenyum.

Aisyah duduk sembari memejamkan mata, dihirupnya udara sedalam mungkin lalu ia keluarkan dari mulut. Ia memandang jauh bagaimana memori gadis itu selalu saja berputar di dalam fikirannya.

Disisi lain, Farikha mencoba bercerita dengan Aina meskipun ia tak mendapatkan reaksi sahabtnya ini.

"Maafin saya Aina, saya tidak bermaksud menyakiti kamu. Jujur saja, saya sebenarnya suka dengan Arkana. Tapi, ketika melihat perjuanganmu aku sudahh berusaha untuk lupa dan sekarang aku tak ada rasa lagi" ucap Farikha, Aina tak menyahut hanya ada suara mesin yang berbunyi tanpa henti.

"Sudah jam 06.30, aku pamit ke sekolah dulu ya. Cepet bangun ya, nanti kita hafalan surat lagi" Farikha menangis tersedu-sedu. Ia memeluk erat Aina tanpa peduli berapa linang air mata yang membasahi tubuh Aina.

Sepeninggalnya Farikha, dokter memeriksa keadaan Aina. Di luar kamar, Aisyah nampak risau kala ia melihat reaksi dokter yang berada di dalam.
Dokter itu keluar dengan sebuah kabar yang tak seharunya menjadi kabar untuknya.

Terlalu baik, bahkan semesta tak memberi ijin untuk puan tinggal. Bahkan semesta begitu mencintai puan tanpa ingin memberi luka.
Andai semesta menjadikan posisi Aina sebaga ajang lomba, sudah pastilah Aina menjadi pemenang pertama. Siapakah yang sanggup menerima beban seberat itu?

Hidup sendiri tanpa kedua orang tua, dicaci dan dihina oleh ribuan pribumi tanpa tau cerita semestinya. Menyikapi hati agar tak rapuh di depan dunia, bahkan beribu ucapan kasar yang selalu ia terima.

Apakah ia benci?

Apakah ia dendam?

Apakah ia marah?

Tidak! Ia tak pernah marah, hati siapa yang mampu tangguh seperti Aina jika bukan dirinya. Allah Maha Adil, meskipun ia Buta, Allah memberinya hati dengan segudang kekuatan agar ia mampu membentengi diri.

Angin berhembus kencang, rindangnya pohon kini bergoyang menjatuhkan daun pada tanah tanpa permisi.
Apakah ini sebuah akhir perjalanan? Apakah ini jawaban semesta alam? Apakah ini harapan pemuda yang ia kagumi?

Tak ada yang tahu selain Allah, manusia hanya mampu berencana dan berdo'a. Ingatlah, ada Allah yang mampu memberi tahumu bahwa segala rencananu salah.

Terlena sudah, para manusia dengan indahnya dunia, sampai-sampai mereka lupa bahwa mereka diciptakan dari tanah. Sombong dan dengki menyelimuti mereka yang tak mampu bersyukur.

"Bunda Sayang Aina, cepet sembuh ya nak" ujar wanita paruh baya.

Hanya sebuah kecupan dan liang air mata keluar, tak ada lagi suara yang bercerita betapa indahnya dunia dan negeri ini.






Salam Buta💛

BUTA  (TERBIT)Where stories live. Discover now