Chapter 16 (Ramuan Penghindar Zombie)

336 11 4
                                    

          Catta hanya tersenyum miring kemudian menggelengkan kepalanya tak percaya. “Bilang aja kalau lo mau ditemenin gue jangan berbicara seolah-olah gue yang ingin nemenin lo.” Kata Catta ketus kemudian melanjutkan langkahnya menjauhi Ray.

           “Gue sayang sama lo.” Kata pangeran sambil berbalik menghadap Catta.

          Bukan hanya kaki yang berhenti melangkah, sepertinya jantung Catta pun ikut tak berdetak. Entah perasaan apa yang Catta rasakan, namun yang ia tahu hatinya  merasa sangat sangat senang. Catta pun berbalik menghadap Ray, namun pangeran sudah tidak ada ditempat. Catta langsung berkeliling mengedarkan pandangannya, pangeran benar-benar sudah pergi. Catta baru menyadari bahwa hutan ini terasa sangat lebat, sunyi dan gelap. Catta pun menunduk sedih. Bagaimana mungkin pangeran menyukai ku? Please Catta jangan ngarep. Itu hanya suara khayalanmu  saja. Gumamnya dalam hati.

          Catta melanjutkan langkahnya dengan perasaan kecewa. Sampai ia tiba di perbatasan hutan yang membawanya ketempat dimana ia dapat menemukan langit. Catta mengangkat kepalanya yang dari tadi terus tertunduk. Dilihatnya langin senja yang mulai gelap. Namun ia rasa tempat tergelap sekarang adalah hatinya. Ia benar-benar tidak pernah merasakan sakit seperti ini sebelumnya.

          Catta membuka pintu kaca yang menghubungkannya ke Aula Jansci.

           “Hei Catta..” sapa Yuli yang berada dalam aula tersebut bersama teman-temannya.

          Catta tidak menoleh. Ia terus melangkahkan kakinya menuju kelas Vendra. Tujuan akhinya adalah kamarnya. Ia benar-benar ingin cepat mengunci diri dan menumpahkan semua kesedihannya. Catta benar-benar ingin menangis.

           “Siapa li? Sombong banget.” Wanita cantik yang memakai seragam pink seperti Yuli menunjuk Catta.

           “Dia… temen gue. Dia aslinya baik kok. Ya mungkin aja dia tidak menyadari keberadaanku.” Elak Yuli sambil tersenyum di paksakan. Tatapannya masih terarah pada Catta.

          Catta yang biasanya teriak ketika melewati lorong besar sebagai jalan masuk menuju kelasnya, kini hanya terdiam. Bahkan deru nafas pun tak dapat terdengar. Akhirnya Catta sampai didepan kamarnya. Catta memutar kenop pintu itu lemas kemudian memasuki kamarnya. Betapa kagetnya Catta ketika cairan kental mengotori seluruh badannya termasuk wajahnya.

           “Lahgiper donkatdonkat uak nyarida. Lahgiper donkatdonkat uak nyarida. Lahgiper donkatdonkat uak nyarida. Huaaaa…… hu hu hu… zombizombizombi…. A a a a a….” Jae Soo dan Setsuko bergerak mengelilingi Catta sambil membaca mantra untuk menghindari zombie. Gerakan mereka sangat aneh dan menggelikan. “hu hu hu hu….” Mereka tertunduk dengan nafas terengah-engah setelah selesai membacakan mantranya.

           “Bagaimana?” tanya Suko pelan sambil melirik Jae Soo.

           “Entah lah, dari tadi dia tidak bereaksi apapun.” Kata Jae Soo sambil mengangkat pundaknya.

          Mereka berdua pun berjalan kearah Catta dengan ogah-ogahan. Meski mereka sudah tidak tahan dengan bau ramuan yang menempel ditubuh Catta, mereka tetap bertahan untuk memastikan bahwa rencana  mereka telah berhasil.

           “Hiks….” Betapa kagetnya mereka ketika melihat wajah Catta. Mereka tidak menyangka wanita itu akan menangis hanya karena ditumpahi cairan bau penghindar Zombi. Okey, siapapun akan merasa marah dan jengkel bila diperlakukan seperti Catta. Seharusnya Catta berteriak dan memaki mereka sambil mengusir mereka dari kamarnya. Kalau menangis? Kedua lelaki bodoh itu tidak pernah menyangka wanita yang hatinya terlihat seperti monster akan menangis.

Zombie's BrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang