^21

670 37 0
                                    

"Mama?"

Tubuh Belvina menegang di tempat, saat melihat Risyanasyati berada di depan kamarnya tepat ketika ia baru saja membuka pintu.

"Mama kira salah kamar tadi," kata perempuan yang sudah melahirkan Fhatian itu. Netranya nampak menilik-nilik ke dalam kamar.

Secara perlahan, Belvina menutup pintu kamarnya. "Ah, nggak kok, Ma. Hm, Mama udah sarapan?" Mengalihkan topik pembicaraan menjadi pilihan Belvina satu-satunya.

"Udah tadi. Tian mana? Ada yang mau Mama bicarain sama dia." Risyanasyati lagi-lagi mencoba mengintip ke dalam kamar.

"Ah, anu itu, Tian … Tian masih–"

"Siapa, sayang?" Tiba-tiba saja, dari dalam kamar Fhatian keluar dengan wajah bantalnya. "Mama? Ada apa, Ma?" Dengan suara serak khas bangun tidur, Fhatian bertanya. Menatap ibunya bingung.

Sedangkan Risyanasyati terdiam beberapa saat di tempatnya sembari menatap Fhatian yang berdiri di belakang Belvina dengan bertelanjang dada. "Eee … memangnya, Mama nggak boleh ke rumah kalian?" tanya Risyanasyati dengan nada sewot.

Sebelah alis Fhatian terangkat. "Boleh-boleh aja, sih. Cuma, kenapa tiba-tiba dan pagi-pagi begini?" tanya Fhatian lagi.

"Ehm, Mama ada yang mau dibicarain sama kita atau ada yang perlu kita bantu? Eh, tadi kata Mama mau bicara sama Tian, 'kan?" Belvina turut angkat suara. Mengikuti skenario yang dimulai Fhatian.

Kepala Risyanasyati menggeleng, sebelum melenggang tanpa sepatah kata pun.

Tepat ketika sosok sang ibu mertua hilang di pandangan mata, Belvina cepat-cepat menutup pintu kamar. Menatap Fhatian dengan intens. "Kamu …." Jari telunjuknya mengacung di depan wajah Fhatian. "Jelaskan, bagaimana bisa kamu berada di kamarku!" Duduk di bibir ranjang, Belvina menatap tajam Fhatian.

"Seharusnya, kamu bilang terima kasih sama aku," seloroh Fhatian seraya merebahkan tubuh di atas ranjang Belvina.

"Tian, aku serius!" sentak Belvina dengan tangan yang menarik-narik lengan Fhatian. Memaksa laki-laki itu untuk bangkit dari posisi nyamannya.

Mendengus, Fhatian lantas menarik lengan Belvina menuju salah satu sisi kamar yang digunakan khusus untuk Belvina menempelkan foto-foto milik perempuan itu. Tangannya kemudian mendorong dinding yang ternyata merupakan sebuah pintu menuju kamarnya.

Belvina terperangah, tentu saja. Selama ini, ia sama sekali tidak tahu, jika terdapat sebuah pintu yang menghubungkan antara kamarnya dan kamar Fhatian. "Gimana bisa? Sejak kapan pintu ini ada? Kenapa aku nggak pernah tau? Ini memang pintunya ada, atau kamu sengaja bikin? Tuan Fhatian Pranaja yang terhormat, anda hutang penjelasan terhadap saya!" Usai melontarkan pelbagai pertanyaan, Belvina bersedekap dada. Menatap Fhatian penuh intimidasi.

Sejenak, Fhatian tersenyum miring. Jarang-jarang bisa melihat salah satu sisi cerewet yang memang sangat amat jarang diperlihatkan Belvina. "Sejak sebelum kita menikah, sebagai antisipasi jika kejadian seperti tadi terjadi." Menatap Belvina sebentar, Fhatian masuk ke dalam kamarnya. Kembali membaringkan tubuh di atas ranjang miliknya kemudian. Di belakang, Belvina ternyata mengikuti.

Duduk di bibir ranjang milik sang suami, netra Belvina belum lepas dari pintu 'rahasia' yang baru diketahuinya beberapa menit yang lalu. "Jangan bilang selama ini, kamu diam-diam masuk ke kamar aku dan … dan … dan–"

"Jangan kebanyakan mikir, Bel. Aku juga nggak nafsu, kok, sama kamu," sela Fhatian dengan mata yang masih terpejam.

Mendengar perkataan sang suami, Belvina mendadak kesal setengah hidup. Jujur saja, ucapan Fhatian yang meski Belvina tahu, mungkin laki-laki itu hanya sekadar bercanda, tapi entah mengapa berhasil menimbulkan nyeri di relung hatinya. "I see. Makanya kamu nikahin Saarah, 'kan?" Menyahut dengan nada sinis, Belvina lantas melenggang masuk kembali ke dalam kamarnya.

°°°°°BERSAMBUNG°°°°°

Hai....

Berapa hari, yaaa … Author nggak nongol?
Mohon maaf sebelumnya, karena kondisi saya kemarin-kemarin down, jadi terpaksa membuat kalian menunggu kelanjutan dari kisah antara Fhatian dan Belvina.

Kalau kalian berada di posisi Belvina pada scane awal dan akhir, apa yg bakal kalian lakukan?

Salam Kasih,
RosIta.

Kalimantan Barat, 4 Januari 2021

Feeling Threshold (END)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora