Extra Part

46 12 9
                                    

Ketika semua perjuangan berujung perpisahan. Semoga lo tetap baik-baik aja.”

***


Gio menatap datar ponselnya, tidak ada lagi pesan yang terus menerus masuk. Pesan yang selalu memberikan perhatian padanya. Suara ocehan yang selalu memarahinya saat ia telat makan. Cerewetnya yang selalu Gio dengarkan walaupun membuatnya jengah, tetapi ia merindukan suasana itu sekarang.

Gio memejamkan matanya, merasakan pusing di kepalanya lagi. Ia sangat lelah, padahal tidak melakukan hal yang berat sekalipun. Apakah memikirkan gadis yang sangat ia cintai itu membuatnya lelah? Siapa lagi yang Gio pikirkan selain Neyara Abigail Guenni pemilik hatinya sekarang.

Gio ingin sekali menghubungi teman-temannya yang ada di Indonesia, tetapi papanya sudah memblock semua kontak dan juga sosial media Gio. Papa Gio juga sudah mengganti ponsel Gio dengan yang baru.  Bisa saja Gio membuat lagi dan masih bisa menyapa dua teman gilanya.

Akan tetapi, semua sudah dikelola David, Gio menambahkan satu kontak saja David akan tahu. Gio hanya bisa menurut saja, membantah pun sudah 'tak ada gunanya. Karena sampai kapan pun papanya akan tetap memaksanya, ini juga demi kebaikannya. Suara ketukan pintu terdengar, Gio langsung menoleh menatap siapa yang membuka pintu kamarnya. Ternyata pembantu baru di rumah barunya di Jerman.

"Ini obatnya dimakan setelah makan ya. Silahkan makan dulu," ucap wanita yang berumur sekitar 45 tahun-an. Gio hanya mengangguk dan tersenyum. Wanita itu menaruh semangkuk sup, sepiring nasi, dan juga segelas air yang telah direbus. Lalu wanita itu pamit dan kembali ke dapur.

Gio langsung mengambil semangkuk sup tersebut dan menaruhnya nasi di sana. Memakannya lahap, meskipun bosan Gio tetap memakannya. Ia juga 'tak mau berlama-lama dengan penyakitnya ini.

Ya, Gio menderita sakit kanker darah atau Leukimia. Setelah memakan supnya hingga habis, Gio langsung memakan obat. Beginilah kehidupannya sekarang, 'tak semua makanan boleh di makan. Dan selalu meminum obat, ia juga sering lelah karena padahal 'tak melakukan pekerjaan berat.

Sekolahnya juga 'tak selama dulu, ia sekolah di rumah atau home schooling. Itu juga 'tak semangat seperti dulu, tidak ada teman yang harus dia sapa. Tidak ada juga motor yang harus ia kendarai sebelum berangkat sekolah. Tidak ada seseorang yang ia jemput sebelum sekolah. Semua hilang begitu juga dalam sekejap. Benar -benar di luar dugaannya.

Gio merasakan darah mengalir dari hidungnya, buru-buru dia mengambil selembar tisu di depannya agar darahnya berhenti keluar. Bukannya keluar darah itu semakin banyak keluarnya, dengan cepat Gio melangkah menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Membersihkan darah yang terus mengalir dari hidungnya. Seketika badannya lemas, kejadian seperti ini tidak hanya terjadi sekali.

Sudah hampir setiap hari Gio merasakannya di saat ia merindukan gadis itu. Memikirkan hal yang berat langsung membuatnya pusing.

Gio merebahkan dirinya di kasur memejamkan matannya berusaha menghilangkan pusing di kepalanya. Matanya kembali terbuka, mengingat bagaimana Neya tersenyum sangat manis kepadanya, semua hal-hal bodoh yang Neya lakukan hanya untuk padanya.

Masa-masa pertama kali Neya menjadi sangat bucin padanya, dan Gio membalasnya dengan tak mengacuhkan gadis itu.

Gio teringat Neya yang dulu dengan pedenya menyebutnya 'Calon Imam'. Bahkan di depan teman-temannya, benar-benar 'tak punya malu.

Gio juga teringat hal yang paling bodoh ia lakukan, Neya dengan penuh semangat menyemangati dirinya yang pertama kali memukul bola kasti dan berakhir mengenai kepala Neya. Bahkan hingga pingsan, dan dengan 'tak ada rasa bersalahnya Gio malah meninggalkan lapangan dengan tampang datar  seperti tidak terjadi apa-apa. Sungguh 'tak punya hati dirinya.

Awan Abu-Abu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang