EMPAT PULUH DUA

97.6K 11.1K 810
                                    

Gibran menegak air mineral yang ia beli di salah satu toko hingga setengah botol. Napasnya masih ngos-ngosan setelah futsal. Ia meluruskan kakinya di pinggiran lapangan futsal seraya menatap kearah teman-temannya yang masih bermain futsal.

Beni menghampiri Gibran dan ikut duduk di sampingnya. "Bran?"

"Hm?"

"Habis ini lo mau kemana?" tanya Beni menatap Gibran.

Gibran menoleh, lalu terdiam sebentar, "Kayaknya mau kerumah Alana. Gue mau ngajak Alana sama Raska jalan-jalan ke Mall atau nggak ke pasar malam. Udah lama kita nggak jalan bertiga," sahut Gibran.

Beni mengangguk, "Padahal gue mau ngajak elu ke Cafè sama mereka berdua. Tapi, kalau lo nggak bisa juga gapapa. Lain kali aja!" Beni menepuk bahu Gibran.

Cowoj jakung itu mengangguk dengan merasa bersalah. Biasanya malam minggu seperti ini ia habiskan untuk berkumpul dengan ketiga temannya di Cafè atau tidak di rumah Fiko. Tapi malam minggu kali ini, Gibran berencana ingin mengajak Alana dan Raska pergi bertiga. Jika bukan pergi ke Mall, mungkin akan kepasar malam yang berada di ujung kota.

"Sorry, besok gue janji bakal kesana. Gue udah janji mau ngajak mereka berdua buat jalan-jalan," ucap Gibran merasa bersalah.

Seketika Beni tertawa. "Gak usah ngerasa bersalah gitu anjir. Kita juga ga maksa elu buat bareng kita terus. Lu pasti juga punya kesibukan sendiri. Begitupula dengan kita bertiga," balas Beni dengan bijak.

Entahlah, cowok berkulit putih itu akhir-akhir ini lebih bijak dan juga berotak. Biasanya cowok itu akan meninggalkan otaknya didalam almari, sehingga tidak bisa bekerja dengan baik.

Senyum tipis terbit dari kedua sudut bibir Gibran. "Gue janji, besok gue kesana buat ngecek data-data Cafè juga."

"Yoi! santai bro..." Beni kembali menepuk bahu sahabatnya.

Tak lama, kedua temannya bergabung pada mereka. Duduk melingkar berempat saling berhadapan. Fiko dan Raden meneguk minuman mereka masing-masing.

"Lo pada mau kemana, selesai ini?" tanya Raden menyandarkan tubuhnya para ring pembatas lapangan.

"Gue sih mau ke Cafè, gak tau kalau si Fiko sama Gibran. Lu sendiri?" tanya Beni balik.

"Gue mah ngikut aja mau kemana. Lu berdua mau kemana?" kini Raden bertanya pada kedua sahabatnya.

"Gue mau ngajak Alana sama Raska pergi ke pasar malam atau nggak ke Mall. Udah lama nggak jalan bertiga," sahut Gibran yang diangguki Raden.

"Lu kemana Fik?" tatapannya beralih pada Fiko.

Fiko mendongak, "Jalan sama Julia," setelah dengan ucapan singkat itu, Fiko kembali fokus pada ponsel yang ada digenggamannya.

Beni menggeplak bahu Fiko pelan membuat cowok berdarah dingin itu menoleh dan mengernyitkan dahi. "Apaan sih?" decaknya kesal.

"Sebenarnya lu berdua tuh ada hubungan lebih sekedar dekat gak sih? gue liatnya kayak kalian tuh punya hubungan lebih. Tapi, kayaknya kalian cuma friend zone deh.." tebak Beni mulai berfikir.

Fiko menggeleng, "Buat apa pacaran kalau nanti ujung-ujungnya putus?" tanya cowok itu dengan satu alis terangkat.

"Lah lo mau kalau lo sama Julia putus?"

Mendengar pertanyaan Beni, Gibran langsung menabok kasar lengan sahabatnya yang satu itu. "Goblok jangan di pelihara, Ben. Lu sendiri yang bilang kalau mereka berdua cuma friend zone. Gimana bisa putus, bego!" kini tangannya menonyor kepala Beni.

Beni meringis lalu menyengir, "Iya juga ya.. tapi kalau gue liat lagi–"

"Kebanyakan bacot anj.." potong Fiko menatap tajam Beni.

MOM ALANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang