Bab 36. Berpisah Untuk Bersatu

11.4K 1.2K 148
                                    

"Jika benar jodoh, sejauh apa pun berpisah ... Tuhan pasti akan kembali mempersatukan dengan cara-Nya~"

---BeautifulSea25---

•••

DESA ANDAR, Hutan Barat---Alaska

Wajah tidur Pangeran Leonard tampak damai dan tenang. Seakan tidurnya kali ini adalah tidur terpanjang dan ternyaman yang pernah ia rasakan selama hidup. Tak lama, kelopak matanya bergerak-gerak saat ia meraba sisi sampingnya yang terasa dingin. Mata beriris biru terbuka sepenuhnya lalu merengut sebal saat tak menemukan pujaan hatinya.

Ada rasa kecewa saat tak melihat sang belahan jiwa saat membuka mata setelah tidur panjang.

Mendengar suara bising dan aroma lezat makanan membuat Pangeran Leonard segera terduduk. Lelaki itu mengerang saat merasakan punggungnya pegal karena tidur di atas ranjang yang keras.

"Ranjang sialan! Aku akan menghancurkanmu jika tubuh permaisuriku juga sakit." gerutu Pangeran Leonard.

Ia menggerakan tubuhnya hingga terdengar seperti suara patah tulang. Merasa lebih baik, Pangeran Leonard berdiri, melangkah mencari keberadaan kekasih hatinya.

Dewi Harnum yang tengah memasak, terkesiap oleh sepasang lengan yang melingkar manis di perutnya. Kepala yang bertumpu di sisi bahunya membuat Dewi Harnum kembali melanjutkan membuat adonan roti, saat mengetahui siapa pelaku yang memeluknya sembarangan.

"Kau membuat roti, Dinda?" Suara Pangeran Leonard terdengar serak---khas bangun tidur. Namun ... menggairahkan.

Dewi Harnum diam. Hukuman untuk sang pangeran pun di mulai.

"Kau tahu, Dinda?" Pangeran Leonard mengeratkan pelukan, tanpa berniat menyakiti. Hidungnya di duselkan pada bahu sang dewi yang halus dan lembut. "Aku ingin---kau menjadi yang pertama saat aku membuka mata setelah bangun tidur dan menjadi yang terakhir saat aku menutup untuk kembali tidur." katanya mengecup leher sang dewi mesra.

Dewi Harnum menggeliat kegelian tanpa bersuara. Ia tetap fokus membuat roti---tak terpengaruh dengan ucapan manis lelaki itu.

"Apakah tubuhmu sakit-sakit, Dinda?" tanya Pangeran Leonard serius.

Dewi Harnum diam.

"Aku heran. Ranjangmu itu tempat tidur atau batu? Keras sekali," keluh sang pangeran terkekeh.

Dewi Harnum kembali diam. Biar saja lelaki itu mengoceh hingga mulutnya berbusa. Jika sudah lelah bicara, pasti akan diam sendiri.

"Mengapa kau hanya diam saja, Dinda? Apakah kau sakit gigi?" gurau Pangeran Leonard mengernyit keheranan.

Sang dewi melepaskan pelukan sang pangeran secara paksa. Pangeran Leonard merengut tak terima. Ia mencoba kembali memeluk namun sang dewi terus menghindar.

"Katakanlah sesuatu, Dinda. Diammu menyiksaku..." Riak wajah Pangeran Leonard tampak memelas. Ia berdiri, memeluk pinggang sang dewi dari samping---menatapnya lekat, mencari-cari mengapa gadis itu memilih tetap bungkam. Apakah ia telah melakukan kesalahan? Tetapi apa?

Di luar rumah, Archaya yang tengah memandikan kuda Pangeran Leonard menatap kemesraan mereka dengan raut sebal. Tubuh besar sang pangeran menutupi tubuh kecil adiknya hingga tak terlihat. Lelaki itu menyakini, jika mereka tengah terlibat ciuman panas.

Padahal tidak.

Bicara saja Dewi Harnum tak mau, apa lagi dicium?

"Kau lihat itu? Mereka berciuman di depan bujangan. Tidak tahukah mereka, jika bermesraan di depan orang lajang bisa berpotensi mati lebih cepat?" Archaya mengusap-ngusap tubuh sang kuda kesal.

Permaisuriku~Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz