Bab 41. Ujung Penantian

11.1K 1.2K 158
                                    

Didedikasikan untuk TekaTekiRasa

Dewi Harnum: Leon kemana, ya? Sudah seabad aku nunggu😆

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dewi Harnum: Leon kemana, ya? Sudah seabad aku nunggu😆

***

"Menunggu adalah hal yang paling melelahkan. Sekalipun aku tak melakukan apa pun. Namun aku percaya. Selalu ada hadiah manis diujung penantian ini~"

---LENUM---

•••

"Apakah itu pertapanya, Tuanku?"

"Benar, Dinda."

Dewi Hanum menatap pertapa itu lekat. Tampilannya sangat tua---terlalu tua, tapi masih sangat sehat. Iblis Leozard menurunkan Dewi Hanum saat sudah sampai di kuil. Napas dinginnya sedikit terengah. Tangan dan kakinya pegal luar biasa. Namun, bibir pucat itu melengkung lembut saat sang dewi melempar senyum manis ke arahnya---membayar tuntas rasa lelah yang membayang.

"Akhirnya kau datang, Dewa Iblis." Seorang pertapa membuka mata---menatap ramah kedua pasangan di hadapannya.

"Dewa Iblis?" Dewi Hanum mengernyit.

"Darah dalam tubuhku berisi perpaduan dewa dan iblis, Dinda. Akulah kekuasaan tertinggi di alam semesta." terang Iblis Leozard singkat.

Dewi Hanum tertegun. Namun tak berkata apa-apa.

Begawan Paradewa bangkit dari duduknya. Ia berjalan dan berdiri di antara pasangan paling serasi di alam semesta tersebut. Tatapannya mendarat pada Iblis Leozard. "Kau mengetahui konsekuensi dari pernikahan ini bukan, Tuanku Yang Agung?"

Iblis Leozard mengangguk---mengabaikan tatapan bingung Dewi Hanum.

"Tapi kau jangan khawatir, Tuanku Yang Agung. Sang dewi ada untuk memurnikan dan menyucikanmu." imbuh Begawan Paradewa.

"Apa?" Merasa namanya disebut, Dewi Hanum mengernyit.

"Baiklah. Mari kita mulai acara pernikahannya. Silahkan calon kedua mempelai saling berhadapan." Begawan Paradewa memberikan perintah.

Iblis Leozard dan Dewi Hanum menurut. Tatapan keduanya penuh cinta. Walau terdapat kebingungan dalam raut wajah sang dewi. Begawan Paradewa merapalkan doa-doa sembari menyipratkan sedikit air suci dengan setangkai bunga mawar berwarna ungu.

Seketika suara gemuruh dalam langit terdengar seperti melodi yang menenangkan. Langit terbagi menjadi dua warna. Gelap dan terang. Alam semesta adalah saksi dan tamu undangan dalam pernikahan pasangan serasi tersebut.

"Mengapa bunga mawar ungu dijadikan sebagai alat untuk ritual penting dalam pernikahan kita, Kiraz?" tanya Dewi Hanum setengah berbisik. "Bukankah bunga mawar ungu adalah lambang dari kutukan dan segala keburukan lainnya?"

Permaisuriku~Where stories live. Discover now