f o r t y e i g h t

661 136 68
                                    

[48]
Multiple Choices

...

"TOLONG bagi anak-anak didik kami agar segera berkumpul di lapangan basket dan bersiap dalam baris masing-masing, pemeriksaan akan segera dimulai. Sekali lagi untuk anak-anak didik kami, dimohon untuk segera kumpul di lapangan agar bisa segera diarahkan ke aula ujian. Terima kasih."

Arjuna menoleh mendengar pengumuman Pak Peter sayup-sayup menelusup masuk ke kamar mandi pria yang jaraknya tidak jauh dari lapangan. Sebelah tangannya menepuk punggung Raja yang masih bergumul di wastafel mengosongkan isi perutnya.

"Lo makan apa semalem sampai begini?" tanyanya heran. "Atau gara-gara stres?"

Raja menghidupkan keran wastafel dengan tangan bergetar. Ia menarik napas berat, merasakan gejolak untuk lagi-lagi muntah. "N-ngga tau..."

"Sanggup gak lo ujian?" tanya Arjuna dengan kening berkerut.

Raja mengangguk, membasahi wajahnya dengan air dingin. Badannya menggigil dibalut jaket tebal. "Harus bisa."

Arjuna terpaksa mengangguk, karena peran Raja krusial dalam pelaksanaan misi hari ini. Meskipun ia merasa bersalah karena sahabatnya itu jelas-jelas tidak cukup sehat untuk disuruh melakukan sesuatu yang begitu melelahkan secara fisik maupun mental seperti ini, Arjuna mementingkan keselamatan misinya-- dan terlebih keselamatan nilai klien-klien yang membayarnya.

"Ini diminum," kata Arjuna sembari mengeluarkan sebuah tablet promag dari saku celananya. "Lo bisa ke lapangan sendiri kan? Gue harus ke ruang mulmed sekarang kalau gamau ketangkep."

Raja mengangguk, menelan tablet obat itu tanpa bantuan air saking kalapnya. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, beberapa helai rambut menempel di permukaan kening.

Arjuna menatapnya iba, lalu menepuk pundaknya singkat. "Yakin bisa, ya?"

"Bisa," jawab Raja langsung. "Pergi sana ke Iris. Bilangin semangat sama dia."

Arjuna mengangguk, dan berlari keluar dari kamar mandi mengendap-ngendap, meninggalkan Raja sendirian mengatur napas.

Kedua tangannya meremat mulut wastafel. Perlahan-lahan ia mengangkat kepala, menatap wajahnya yang pucat dan basah kuyup.

Raja meringis, menggigit bibirnya kuat-kuat untuk memberi warna. "Jangan sampai lo ngacau, Raja Mahardika," gumamnya pada diri sendiri sambil mengacak-ngacak rambutnya yang panjang dan sedikit basah.

Dengan itu, Raja mencuci tangan dan melangkah keluar dari kamar mandi, kedua tangannya dilap asal ke celana.

"Hei, kak," sapa Yovita yang menunggu di luar, tangannya penuh dengan barang-barang miliknya dan milik sang kakak kelas.

"Hei," balas Raja singkat, menerima papan ujian dan kotak pensilnya dari gadis itu.

"Kakak gapapa?" tanya Vanessa khawatir, sebelah tangannya otomatis naik meraba kening lelaki itu. "Panas banget, kak..."

Tidak suka dikhawatirkan seperti itu, Raja menangkap tangan Vanessa, membungkusnya dengan tangannya yang lebih besar lalu menariknya turun, menggandengnya. "Udah, gapapa."

Gadis itu sontak menelan ludah gugup, matanya mengarah pada tangannya yang masih digenggam sang kakak kelas. "K-kak..."

"Gausah takut," Raja malah menunduk tersenyum menenangkan. Dasar bebal, ia berpikir Vanessa takut pada misi mereka. Vanessa lebih takut pada kecepatan detak jantungnya sekarang!

"A-aku ngga takut, kak.."

"Beneran?" Raja malah menelengkan kepala sambil tersenyum geli. "Sampai gagap gitu?"

Exam Service Provider | 02-04lineWhere stories live. Discover now