t w e n t y o n e

779 171 10
                                    

[21]
Anger is A Monster

...

"BERANTEM?!"

Raja mengendik kaget, padahal ia sudah dibentak dengan nada yang sama selama sepuluh menit terakhir.

"Uda, Na," Suara Aiden terdengar, berusaha untuk menenangkan kekasihnya. "Namanya juga bocah SMA-"

"BUKAN INI PERILAKU YANG PENGEN GUE DENGER DARI LO!" bentak Naomi tepat di telinganya, mengabaikan Aiden yang berusaha melerai. "BERANTEM?! BERANTEM?!"

Raja mendesah lelah. "Hhhh..."

"APAAN LO HAH-HOH-HEH-HOH?!"

"Naomi, uda cukup, dia cuma bocah SMA!" sela Aiden dengan nada tidak suka, merasa kekasihnya sudah kelewatan batas.

"JADI APA KALO DIA BOCAH SMA?! APA ITU ARTINYA DIA BOLEH BERANTEM, GITU?!"

"Naomi uda cukup, suara lo turunin!" Suara Aiden naik satu oktaf. Sungguh munafik.

"LO NGEBELAIN SIAPA SIH SEBENARNYA?! UDA JELAS DIA YANG SALAH!"

"Tolong jangan berantem," pinta Raja pelan sambil menidurkan kepalanya ke jendela mobil. "Kepala gue pusing."

"Denger, Naomi. Dia juga lagi capek. Tolong jangan bentak dia lagi," kata Aiden dengan suara yang lebih pelan.

Naomi menatapnya dengan kedua mata melotot sebelum mengalihkan perhatiannya pada sang adik.

"Gue ga pernah ajarin lo untuk nyelesain masalah pake main kasar," katanya tajam. "Gue ga ngerti lo kenapa, Raja Mahardika. Tapi yang jelas lo harus tahu. Gue marah."

Raja memejamkan matanya, mencoba untuk tertidur, mengabaikan kakak perempuannya itu.

"Gue tahu lo gak tidur, gausah pura-pura," kata Naomi lagi. "Apa jangan-jangan ini fase pemberontakan lo? Hm? Itu masalahnya?"

Aiden meliriknya dari kaca spion. "Naomi, kamu bisa ngomongin ini sama dia nanti."

"Oh iya, bakal ada banyak waktu untuk gue ngomong sama dia," balas Naomi penuh sarkasme. "Diskors tiga hari kan? Buanyakkk waktu untuk ngomong sama dia."

Gadis itu beralih pada sang adik yang masih berpura-pura tidur. "Gue ga tahu lo mikir apa waktu lo berantem sama bocah itu, gue selalu ngira lo cukup dewasa. Tetapi kayaknya gue salah. Kayaknya gue salah total."

"Lo kenapa sebenarnya? Lo kira lo uda hebat, gitu? Ngerasa hebat kalau main tangan?" Naomi mengerutkan kening tidak habis pikir. "Raja Mahardika, lo gak sebodoh itu, astaga."

Raja akhirnya membuka mata, menatap sang kakak balik dengan datar. Wajahnya luka, kulit di sekitar tulang pipinya sobek, bibir dan dagunya juga luka. Pipinya sedikit bengkak, sisi matanya juga.

Keadaannya mengenaskan.

Naomi nyaris saja merasa kasihan. Ia membuka mulut, hendak berbicara lagi, ketika Raja menyela.

"Udah, kak. Gue ga butuh dengerin ini dari lo."




















































































































































Exam Service Provider | 02-04lineWhere stories live. Discover now