3 : Annoying Mr. Psychiatrist

1.5K 196 48
                                    

***
Somewhere between love and hate lies confusion, misunderstanding and desperate hope.

Shannon L. Alder

***

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Kiara / introduction

Hari ini adalah hari pertama gue magang di sebuah rumah sakit swasta yang fokus untuk menangani masalah kejiwaan. Pada awalnya gue pikir hari ini akan berjalan dengan lancar, namun ternyata yang terjadi justru sangat jauh dari harapan gue.

I never thought that this day would be one of the worst days in my life, ever.

Tapi berhubung gue selalu mencoba berpikir positif dalam segala situasi negatif, jadi gue berusaha meyakini diri sendiri bahwa gue akan baik-baik aja. At least, sampai sebulan kedepan yang mana adalah batas akhir waktu magang gue di rumah sakit ini.

By the way, gue mau cerita sedikit mengenai awal mula kenapa gue bisa memilih untuk magang di rumah sakit jiwa, padahal sebagian besar temen-temen gue yang lain lebih memilih untuk magang di perusahaan untuk menjadi bagian dari tim Human Resource Development (HRD) atau di sekolah sebagai School Counselor, dan masih banyak lagi profesi lain yang diincar oleh mahasiswa psikologi untuk melaksanakan kewajiban Praktek Kerja Psikologi mereka.

Di kelas gue sendiri hanya ada tiga orang mahasiswa yang memilih magang di rumah sakit jiwa—yaitu gue, Bianca, dan Sella. Alasan utama kita bertiga untuk magang di rumah sakit jiwa karena kegiatan di dalamnya termasuk ke dalam ranah psikologi klinis atau clinical psychology¹.

Terlebih lagi, dosen yang bertanggung jawab untuk mengawasi mahasiswa magang di sini adalah salah satu dosen paling killer seantero fakultas psikologi.

Benar, siapa lagi kalau bukan Pak Rey? Dosen yang tadi pagi baru aja marahin gue, walau dipikir-pikir emang salah gue juga sih yang dateng terlambat meskipun cuma 180 detik.

Apa sih yang membuat gue akhirnya bisa magang di rumah sakit ini, walaupun masih banyak rumah sakit jiwa lain di luar sana yang bisa gue pilih?

Mungkin kalau dijabarin secara rinci akan terlalu panjang. Tapi anggap aja ini sebagai takdir gue.

Intinya begitu Kak Dera tau gue mau magang, dia langsung memanfaatkan koneksinya untuk menjebloskan gue disini. Sebenernya gak menjebloskan juga sih karena saat itu gue emang pusing nentuin pilihan mau magang di mana.

Di satu sisi gue pengen banget magang di tempat yang bisa memberikan salary, enak banget kan kalau masih berstatus sebagai mahasiswa tapi udah digaji? Ya, tapi males aja kalau gue harus magang di perusahaan sebagai HRD, walau nilai Psikologi Industri dan Organisasi gue terdiri dari rentetan angka A+ tapi kalau bukan minat masa mau dipaksain, iya gak?

Gone With The WindWhere stories live. Discover now