BAB 15

70.7K 2.6K 106
                                    

WARNING : Ada beberapa adegan khusus dewasa yang nyelip di dalamnya. Mohon bijak menanggapi karena sudah saya peringatkan dari awal.

***

"Bilang sama dia satu jam lagi saya sampai."

"Oh enggak...enggak... Bukan karena itu alasan saya bangun terlambat," matanya jelalatan melirik padaku yang masih bergelung di atas kasur, sedang seringainya tidak berusaha dia sembunyikan, secara terang-terangan dia malah memamerkannya, " saya bangun kesiangan setelah semalaman begadang untuk mempelajari proposal yang diajukan PT Gunadharma," lanjutnya.

Pintar sekali otaknya itu memproses dengan cepat alasan yang sebenarnya hanya omong kosong belaka. Yang aku tahu, semalaman dia hanya disibukkan dengan suara dengkuran halus setelah menelan obat sebagai akumulasi dari rasa penat dan pusing yang menderanya.

Dia menjepit ponsel diantara telinga dan bahu, sedang tangannya sibuk menata rambut, juga mengancingkan kemeja biru langit yang membungkus tubuh proposionalnya hasil dari teratur berolahraga. Bola matanya sesekali berputar, mencari-cari arah jarum jam yang terus bergerak menyesuaikan dengan putaran waktu.

"Saya masih harus mendiskusikannya dulu dengan Pak Direktur."

"Oke. Secepatnya akan saya kabari bagaimana keputusan finalnya," melihatnya yang kesulitan melakukan tiga pekerjaan sekaligus, mau tidak mau membuatku menyibak selimut. Rasa dingin yang dihasilkan pendingin ruangan langsung menampar kakiku yang hanya dibalut celana pendek. Tapi hal tersebut tidak membuatku mengurungkan niat berjalan mendekatinya yang masih terpekur di depan cermin. Ku tepuk bahunya pelan, lantas memberikannya aba-aba untuk memutar tubuh. Ia menurut, menghadapku dengan bibir yang masih bergerak-gerak menyahuti lawan bicaranya di ujung sana.

Dengan telaten jariku mengancingkan satu persatu kancing bajunya. Dan aroma parfum yang sudah mengalami proses evaporasi mempermainkan penciumanku, wangi khas yang mulai hari ini akan menjadi salah satu aroma yang menjadi favoritku. Sepelan mungkin aku menghidunya berkali-kali, menyimpan rapat dalam memori untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Yah, setidaknya sampai otakku mengalami kelumpuhan ingatan hingga aku benar-benar tidak ingat pernah mencintainya sedalam ini.

"Thanks."

Diucapkannya tanpa suara, hanya bisa ku raba dari gerakan bibirnya karena dia masih belum memutus sambungan telepon. Tangannya yang bebas bereaksi, merapikan helaian rambut hitamku yang sedikit acak-acakan karena belum sempat membersihkan diri di dalam kamar mandi. Aktivitas ini berakhir dengan sebuah kecupan ringan di keningku. Saat aku berbalik dan hendak membereskan seprei yang berantakan, tangannya dengan nakal menepuk pantatku, membuatku hampir saja menjambak rambutnya sekuat tenaga sampai ia mengalami kebotakan permanen.

Loveable hubby, tapi juga tipikal suami mesum. Hahaha...

"Aku nggak bisa nemenin kamu hari ini. Kalau kamu ngerasa bosan di kamar sendirian, kamu bisa ngabisin waktu buat jalan-jalan di sekitar sini," pesannya saat kami berjalan ke arah pintu utama.

Di pundaknya sudah tersampir tas kulit asli yang panjangnya melebihi ukuran panjang tangannya. "Oke," disertai anggukan patuh. Benar-benar berperan sebagai istri yang baik untuknya.

Dia belum beranjak sekalipun waktu sudah menunjukkan untuknya cepat berlalu kalau tidak ingin terlambat bertemu klien. Aku mengantar kepergiannya sampai di depan pintu, berlaku selayaknya istri pada suami yang hendak bekerja mencari sesuap nasi.

"Ada yang ketinggalan?"

"He'em...,"

"Apa? Biar aku aja yang ambilin," dia mengelus pelipis, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Banyu...," tegurku setelah beberapa saat tidak mendapati jawabannya.

Senyumnya secerah mentari pagi. Dia merentangkan kedua tangan ke udara.

Unforgettable MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang