BAB 10b

67.1K 2.8K 114
                                    

Haduh.... Daripada saya dirajam readers karna ingkar janji, ini tak bawain full versionnya... Spesial buat Mak@Asharliz yang ngerecoki saya di WA karena gelendotan mabok Banyu. Jangan jadi emak2 rempong lagi ya haghag....

Dan buat all readers yang segitunya mengapresiasi tulisan saya yang nggak seberapa ini dibanding author kondang watty, thanks a lot dear.... ^_^

***

Sebelum menghampiri mereka yang masih asyik bercengkerama di pinggir lapangan pacuan kuda, sekali lagi aku mematut diri di depan cermin. Celana denimku sudah raib dan berganti menjadi hot pants berwarna khaki yang benar-benar berhasil membingkai kakiku. Meski tidak sejenjang milik Ave atau Liana, tapi aku yakin tidak ada satu pun laki-laki yang tidak tergoda setelah melihatnya. Ku sambar sweater yang tergeletak di atas ranjang, memakainya sembarangan sambil melangkahkan kaki keluar kamar. Aku sempat bingung harus mengambil akses jalan sebelah mana. Tapi setelah ku pikir, serambi adalah pilihan terbaik. Selain efisien waktu, tidak banyak orang berlalu lalang di sana karena sebagian tengah berkumpul di teras belakang, mengatur meja kursi atau alat-alat yang akan digunakan untuk pesta barbeque malam ini.

Entah pesta apa yang dimaksud mami, tapi bisa dipastikan bukan acara sembarangan mengutip perkataan beliau tentang sesuatu yang bertitle "spesial". Hawa dingin langsung menghantam tubuhku, tapi bukan berarti aku langsung mundur teratur dari rencana awal yang sudah ku susun dengan apik. Langkahku terasa begitu dinamis menapaki tanah yang ditumbuhi rumput-rumput kecil yang tidak terlalu tinggi. Tapi aku melupakan sesuatu. Apa karena emosi yang meluap-luap sampai-sampai aku bertelanjang kaki? Ingin berbalik arah, hanya saja ada sesuatu yang menahanku. Pemandangan yang tersaji di depan sanalah kurasa yang menjadi penyebab utamanya.

Wanita bernama Citra itu tengah berdiri di antara kayu yang digunakan sebagai pagar pembatas pacuan, sedang Banyu masih menunggang kuda yang sesekali harus diberi arahan agar tidak berlari ke sembarang arah. Layaknya dua orang yang tengah dimabuk cinta, perbincangan mereka terlihat begitu hangat dan penuh keakraban. Dan lagi-lagi dadaku terasa panas, seperti kobaran api yang hampir padam tapi kembali diguyur dengan berliter-liter bensin, menjadikan kobarannya tidak terkendali dan sanggup memanggang tubuhku hidup-hidup.

Dan playboy cap kapak merah Kafkalah yang pertama kali menyadari kehadiranku.

"Ngek... Itu beneran elu?" Teriaknya dengan nada hampir tidak percaya.

Aku tersenyum lebar, lantas melambaikan tangan kepadanya yang hanya terpaut jarak beberapa meter saja. Sedikit tergesa Kafka menggiring seekor kuda putih ke tepi pacuan, lalu mengikatkan tali ke tiang pagar untuk mencegah si putih berlari sesuka hati.

"Ya ampun, Bengek!!!!"

Dan itu suara cempreng Dita Kartika Maharani.

Meski faktanya kami masih berkomunikasi, tapi itu hanya sebatas lewat media sosial. Dita berdomisili di Jakarta, sama seperti waktu terakhir kali kami bertemu enam tahun lalu di acara pernikahan Banyu. Si Kafka memilih Singapura sebagai tempat untuk mempraktekkan ilmu kedokterannya, sedang Alfa lebih fokus dengan bisnis kuliner di Bali. Bisa dibilang kami ini seperti empat sehat lima sempurna di jaman kejayaan the power of putih abu-abu dulu. Asupan gizi makanan yang tidak lengkap jika salah satu komposisinya dihilangkan.

"Ngek...," Kami berpelukan erat sambil melompat-lompat kecil. Tahun boleh berganti, tapi tidak untuk tabiat seseorang yang sudah terlanjur mendarah daging.

"Elo jahat banget sih ngek. Kemana aja selama ini? Tiap datang ke Jogja dan mampir ke rumah, tante Dian selalu bilang lo nggak ada," mulut nyinyir Dita langsung nyerocos tanpa dikomando. Aku tersenyum maklum menanggapinya.

"Lagi fokus ngerintis bisnis," jawabku setengah cengengesan.

"Tapi nggak segitunya juga kali, kayak orang habis patah hati ditinggal kawin aja lagak lo," sempat menangkap arah mata Dita yang melemparkan pandangannya ke satu titik lewat celah bahuku. Aku dibuatnya menahan nafas sebentar, memikirkan kalau wanita berperawakan hampir sebelas dua belas denganku ini menyadari sesuatu diantara aku dan Banyu.

Unforgettable MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang