Chapter 11

13.7K 323 16
                                    

Tara menyungingkan senyuman sambil menatap Reza. “Dia itu satu-satunya cowok yang bisa bikin gue bener-bener nyaman Za,” sambung Tara. Laki-laki yang sekarang sedang duduk dan minum bersamanya adalah musuhnya, aneh memang tapi yang lebih anehnya lagi adalah, dia, seorang Tara Arsjad sedang menceritakan ceritanya yang paling penting pada musuhnya itu. “Dan dia juga satu-satunya orang yang bikin mata gue kebuka kalau nggak ada yang namanya setia dan jujur di dunia ini.” Tutup Tara sambil kembali menenggak minumannya.

 

“Gue bisa,”

 

Tara yang sedang menelungkupkan wajahnya dimeja, mendongak dan menatap Reza bingung. “Bisa? Maksud lo?”

 

Tangan Reza masih menggenggam sesuatu di dalam saku celananya, dia tersenyum kecut. “Bukan apa-apa.” Jawab Reza akhirnya. “Tapi gue setuju,” pandangannya mulai buram. Dia mendekat dan menatap Tara sebelum akhirnya menelungkupkan kepalanya dimeja. “Nggak ada yang namanya cinta....... setia..... atau.... ehm atau apapun itu. Orangtua gue...,” dia memejamkan matanya sambil tersenyum. “bukti nyatanya..”

 

Tara menepuk-nepuk kepala Reza, dan mensejajarkan wajahnya dengan wajah musuhnya yang sudah menulungkup sempurna. “Lo tau? Dari sekian banyak hal yang selalu bikin kita berantem, lo, musuh terbaik gue,ternyata punya kesamaan sama gue. We hate love.

Reza menoleh, lalu tersenyum. “Nggak juga. Gue nggak benci cinta gue cuma benci pernikahan, i still believe that... somewhere.... some....,”

 

“Ssst. I wanna sleep..” sahut Tara.

 

Reza menahan senyumannya melihat Tara yang sudah mulai menutup matanya. “Kayaknya..... kita harus pulang.” Ujar Reza yang sudah cukup mabuk. “Taksi... taksi....,” sahut Reza sambil mencari ponselnya.

 

“Gue aja yang telepon,” sahut Tara.

 

Dan setelah menelepon taksi, mereka berjalan keluar club menunggu taksi itu datang.

 

“Ke rumah saya pak... ke jalan....,” Tara menyebutkan alamatnya sambil kemudian tertawa pelan dan menangis mengingat wajah orang yang selalu membuatnya mengingat masa-masa yang menyakitkan dulu.

*****

 Tara kembali memukul pelan kepalanya dan menampar pipinya. Bodoh bodoh bodoh, makinya dalam hati. Tara!! Lo bukannya ngejelasin hal sebenernya bahwa lo dan Reza nggak pacaran, tapi malah bisa-bisa bikin pernikahan yang selama ini selalu di bicarakan mama terealisasi!! Rutuk Tara.

Tara mengalihkan pandangannya dari cermin di kamar mandinya, pada pintu kamar mandinya. Sambil mengigit bibirnya, Tara membuka pelan dan mengintip keseluruh penjuru kamarnya. Well, untungnya Reza sudah tidak ada disana. Kamarnya sudah sepi. Sudah tidak ada mama, papa dan musuhnya itu lagi.

Dia pun melangkah keluar kamar. Wajahnya memanas. Sial! Sebenernya ada apa ya semalam? Kenapa bisa-bisanya gue ada dikamar sama ‘dia’?  pikir Tara sambil membuka lemarinya dan menarik selembar kaus bergambar Fred Flinstone. Dia pun kembali memukul pelan kepalanya dan merutuk kesal.

Simple PastWhere stories live. Discover now