Chapter 9

12.4K 279 10
                                    

Entah sudah berapa lama mereka berada di dalam mobil di pelataran parkir rumah sakit. Dan entah apa juga yang membuat Tara ikut diam di dalam mobil menemani Reza yang sekarang tampak seperti mayat hidup menatap bangunan di hadapannya.

Tara ingin sekali berteriak memaki musuhnya itu. Well, keterlaluan memang, tapi siapa juga yang tidak akan gemes jika berada di posisi Tara. Bayangkan saja, tantenya sakit dan entah sedang apa di dalam rumah sakit, dan Reza Moretti musuhnya yang tampan ini malah diam saja di dalam mobil. Bukannya berjalan masuk kedalam rumah sakit dan mengecek kondisi tante Marinka.

Akhirnya, setelah entah sepuluh atau lima belas menit Tara diam dan sesekali melirik Reza, dia pun mulai angkat bicara.

“Sampai kapan kita diem disini?”

Reza masih diam sambil memegang erat stir mobilnya. Tara yang kesal tidak mendapat respon, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan musuhnya itu. “Well, kalau lo nggak akan turun, gue yang turun dan masuk ke rumah sakit buat ngecek kondisi tante Marinka. Jangan lupa kabarin om lo.” Sahut Tara tidak peduli apakah Reza mendengarnya atau tidak, lalu turun dari mobil.

Sekarang, ada apa lagi sama dia?

*****

Suara ramai riuh memenuhi seluruh bangunan putih besar di hadapannya. Anak laki-laki itu diam. Kakinya bergetar dan tangannya berkeringat takut. Seorang laki-laki yang sudah cukup dikenalnya itu menepuk pundaknya, mencoba menenangkan perasaan anak laki-laki yang menurutnya sedang sangat terpukul itu. Tapi, tunggu. Anak laki-laki itu bahkan tidak merasakan apa-apa. Di tengah keramaian itu dia tidak merasakan apa-apa.

 

Laki-laki itu membimbing anak itu masuk diikuti, menyusuri lorong-lorong putih dengan bau steril yang menyengat. Sampai akhirnya berhenti di salah satu ruangan.

 

Dia tahu siapa yang terbaring disana. Seorang perempuan yang sudah berkali-kali membuat dia kecewa. Dia tidak bisa menyayangi perempuan itu seperti anak pada ibunya. Tapi dia juga tidak bisa membenci perempuan itu. Bagaimana pun juga dia ibunya, dan dia lah yang selama ini membuatnya masih bertahan hidup.

 

Anak laki-laki itu bersandar pada tembok terdekat. Menatap nanar sosok yang terbaring disana dengan berbagai macam selang. Mengerikan.

 

“Pacar ibumu meninggal ditempat. Bersyukurlah dia masih bertahan sampai hari ini,” sahut pria itu sambil menatapnya kasihan.

 

Dan tepat saat anak laki-laki itu berjalan mendekati tempat ibunya berbaring, suara bip panjang terdengar dan disusul dengan beberapa perawat dan dokter yang berlarian masuk kedalam ruangan itu.

*****

Tara tersenyum tipis sambil membuat pintu ruang rawat. Tante Marinka balas tersenyum padanya. Sahabat mamanya itu sekarang sedang berbaring di tempat tidur.

“Kau datang sendiri?” tanya perempuan berambut hitam itu pada Tara.

Simple PastWhere stories live. Discover now