chapter 8

13K 278 6
                                    

Tara memijat dahinya sambil menatap jalanan dari balik jendela mobil Reza. It’s getting worseee!!

Dia menoleh dan melemparkan tatapan penuh tanya ketika Reza menghentikan mobilnya tidak jauh dari rumah Tara. “Kenapa berhenti disini?” tanya Tara bingung.

Reza menoleh dan menatap Tara. Dengan tatapan yang tidak bisa Tara tebak. “Jadi gimana?” sahut Reza kemudian menelungkupkan kepalanya ke stir di hadapannya.

Tara pun ikut meringis. “Kenapa juga lo harus minta tolong sama gue? Dan kenapa gue bisa setuju??” gerutu Tara. “Lo harus jelasin semuanya. Tanggung jawab.”

Reza menoleh cepat dan menatap Tara. “Dengan kata lain gue bilang sama tante gue kalau gue udah ngebohongin dia? Big No!

“Ya ampun! Terus apa? Kita harus nurut gitu sama mereka buat tunangan terus nikah???”

Reza pun berdecak kesal lalu meringis. Nikah? Dia? Gila!

Tara pun menarik nafas panjang dan menghembuskannya cepat. “Gue nggak mau tau. Pokoknya ini tanggung jawab elo.” Sahut Tara sambil turun dari mobil Reza dan berjalan cepat menuju rumahnya.

*****

Seperti biasa, selama dua puluh tujuh tahun dia hidup, sarapan pagi yang merupakan ritual wajib keluarga Arsjad pun dimulai. Tara berjalan lunglai menuruni tangga dengan kaos super dekilnya dengan gambar band guns and roses berwarna abu, celana jeans biru dongker, sepatu converse dan tabung gambarnya. Dia benar-benar tidak memiliki semangat untuk menjalani hari rabu di bulan mei yang cerah ini.

Seolah-olah belum cukup dengan tamparan mengejutkan semalam, pagi ini dia pun dikejutkan dengan satu buah kursi makan tambahan yang letaknya ada di samping kursinya. Well, bukan karena kursinya tapi lebih pada siapa yang menduduki kursi itu. Salah satu kursi di ritual wajib keluarga Arsjad. Well, keluarga.Yang berarti penghuni kursi itu tidak berhak ada di kursi itu.

“Lo ngapain disini?” bisik Tara sambil menatap Reza galak.

“Tadinya gue mau ketemu sama elo. Tapi sayangnya nyokap lo liat gue dan..” bisi Reza.

Tara menghembuskan nafasnya putus asa. Bagus sekali! Kenapa si Reza ini nggak nelepon dulu sih??? Batin Tara kesal.

“Tambah lagi lauknya, Reza.” Sahut neneknya sambil menyendok ayam daun tangkil kesukaan Tara ke piring Reza. Tara melongok. Neneknya itu menyendok ayam itu ke piring Reza yang sudah penuh. Bahkan piring milik cucunya sendiri saja masih kosong??!

Tara melirik piring Reza kesal lalu menyendok makanannya cepat sambil bergumam kecil kesal.

*****

“Jadi? Udah punya ide? Yang sedikit cemerlang??” sahut Tara dengan penuh penekanan pada kata cemerlang, memecah keheningan di mobil Reza.

Simple PastWhere stories live. Discover now