CHAPTER 32

587 78 14
                                    

Peternakan Sleepy

Mobil berhenti tepat di halaman rumah peternakan dan Tin yang terlihat keluar dari sana dengan langkah yang sedikit terburu-buru, wajahnya terlihat menegang dengan perasaan yang semakin tidak karuan. Bahkan itu terlihat sejak ia meninggalkan kediaman Garfield.

Tin menaiki tangga menuju lantai dua dan berdiri di depan pintu kamar itu dalam waktu bebebrapa detik sebelum mengetuk dan membukanya dengan perlahan. Terlihat menarik napas kuat dalam dalam saat mendapati Vee yang tengah duduk di pinggiran tempat duduknya, meski wanita itu tidak menyadari kedatangannya tapi, Tin tidak ingin menunggu lama untuk menghampiri dan memeluknya.

"Tin?" Suara Vee terdengar serak, ia bahkan baru tersadar saat merasa seseorang kini memeluknya, pelukan yang sangat familiar dan di rindukannya.

"Oh Tuhan, apa yang sudah mereka lakukan padamu," tanya Tin tak sanggup menahan air mata saat melihat kondisi tubuh Vee saat ini.

Meski demikian, wanita itu masih bisa tersenyum seperti biasa, senyum itu pun masih terlihat hangat dan manis, meski terdapat beberapa luka di bibirnya dengan darah yang sudah mengering, bahkan tidak hanya di bagian itu. Bekas lebam juga terlihat di pelipis dan separuh dari wajahnya, dan yang membuat hati Tin semakin sakit dan teriris adalah, ia juga melihat beberapa bekas memar yang sudah membiru di leher, kedua pergelangan tangan, bahu, dan kakinya. Entah siksaan fisik seperti apa yang sudah di terima oleh wanita selembut Vee, bahkan tubuhnya menjadi sangat kurus kering, dan napas yang terdengar berat seolah sedang merasakan sakit di seluruh tubuhnya.

"Hei, berhenti menangis. Aku baik-baik saja," ucap Vee sambil mengusap air mata di wajah Tin dengan jemarinya yang gemetar.

Tin meraih telapak tangan Vee, dan menggenggam jemari wanita itu dengan air mata yang tidak berhenti menetes, ada bekas luka di mana-mana, bahkan di jemari wanita itu juga, dan saat Tin mengamatinya, luka itu karena bekas sulutan rokok.

"Apa ini sakit?" tanya Tin dengan suara yang gemetar karena rasa sedih dan marah sambil mengusap jemari Vee lembut.

"Tidak lagi, lukanya sudah mengering," balas Vee jelas berbohong.

"Apa yang sudah mereka lakukan?"

"Emm, sebenarnya mereka mungkin tidak akan melakukan ini jika aku sedikit menurut pada mereka dan tidak keras kepala. Tapi kau tidak perlu khawatir lagi sekarang, aku sungguh baik-baik saja."

"Bagaimana bisa ...." Suara Tin teredam, pria itu tidak melanjutkan kalimatnya hingga beberapa detik. "Bagaimana bisa ini tidak terasa sakit? Ini tidak baik sama sekali, semua luka ini, aku rasa ini tidak baik-baik saja."

"Tin," panggil Vee, kembali menangkup wajah pria itu sebelum mengusap rambutnya lembut seperti kebiasaan yang sering ia lakukan, "sungguh aku baik-baik saja, aku merasa baik-baik saja karena sudah berada di sini bersamamu dan Benz." 

Vee masih berusaha menenangkan pria cengengnya itu. Pria yang selalu terlihat kejam tapi, sangat mudah untuk menangis, terlebih jika itu menyangkut dengan seseorang yang di sayanginya. Dan yang ia tahu, Tin tidak akan pernah mengeluarkan air mata kepada orang yang tidak berarti dalam hidupnya.

"Aku minta maaf," ucap Tin.

"Kenapa harus meminta maaf?" tanya Vee dengan nadanya yang masih sama, pelan dan penuh kelembutan.

"Aku terlambat menjemputmu. Apa kau menunggu lama?"

"Tidak masalah," balas Vee tersenyum, "aku sudah di sini sekarang," sambungnya.

Tin balas tersenyum. "Aku berjanji, akan menjagamu dengan sangat baik, dan tidak akan membiarkan hal ini terjadi lagi."

"Terima kasih, Tin."

For HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang