CHAPTER 4

786 77 10
                                    

"Jaga dia untukku, aku akan kembali secepatnya," balas Tin mengakhiri panggilan telpon dan melangkah pergi dari sana.

Pria itu sedikit berlari menuju mobil dengan perasaan yang semakin kacau, bahkan sejak tadi ia terus mengemudi dengan kecepatan tinggi, dan jika terjadi kesalahan sedikit saja, sudah bisa di pastikan jika mobilnya akan menabrak trotoar jalan atau pengendara lain. Hingga dalam waktu tiga puluh menit saja, mobilnya sudah terparkir di depan sebuah rumah sakit besar yang selalu ia kunjungi di malam hari juga di waktu yang sama.

Suara langkah kakinya pun terdengar cukup keras saat ia berlari melewati koridor rumah sakit menuju sebuah kamar pasien yang letaknya di ujung lorong rumah sakit. Bahkan sebelum sampai di ruangan tersebut, ia sudah mendengar suara raungan keras dari seorang wanita. Begitu juga beberapa perawat yang terlihat masuk ke dalam ruangan itu.

"Vee, apa yang sudah terjadi? Kenapa Ibu menangis lagi?" tanya Tin ketika mendapati Vee yang tengah berdiri di depan pintu kamar pasien dengan perasaan khawatir.

"Aku tidak tahu, Ibu menangis begitu saja."

Tin yang tidak sabar ingin melihat kondisi wanita di dalam sana lekas masuk ke ruangan. Cukup terkejut ketika melihat keadaan wanita itu sekarang.

"Ibu," panggil Tin dengan suara yang terdengar lembut, bersamaan dengan tangis wanita itu yang perlahan mereda meski masih menyisahkan sesegukan, "Ibu, apa yang terjadi? Kenapa Ibu bisa menangis sekeras ini?"

Tin memeluk tubuh wanita yang ia panggil dengan sebutan 'Ibu', bersamaan dengan rasa sakit yang menyerangnya saat melihat kedua lengan ibunya yang terikat dalam balutan baju restrain.

"Apa Ibu melukai diri sendiri lagi?" tanya Tin mengusap kedua belah pipih ibunya yang masih basah oleh air mata dan merapikan rambut panjangnya yang berantakan, "bisakah Ibu berhenti melakukannya? Aku mohon," sambung Tin. Menatap kedua mata sembab ibunya dengan hati yang terluka.

Ia masih mengingat dengan sangat jelas  jika dulu ia selalu melihat tatapan hangat ibunya, begitu juga dengan senyum ceria dan tawa riangnya. Ibunya adalah seorang yang selalu menciptakan kebahagiaan di dalam rumah mereka, ibunya selalu memberikan mereka cinta dan kasih sayang, memberikan semangat juga kekuatan hingga ia merasa jika ia akan bahagia di seumur hidupnya selama ia selalu bersama ibunya. Tapi apa yang terjadi sekarang?

Ibunya kini berubah menjadi seorang wanita asing. Wanita yang tidak pernah tersenyum ataupun tertawa lagi, bahkan tidak pernah berbicara sejak saat itu, dan hanya terus melamun dengan tatapan kosong bagaikan tubuh yang tidak memiliki raga. Bahkan selalu menangis jika malam tiba. Terkadang juga sering melukai dirinya sendiri.

"Apa Ibu ingin tidur sekarang?" tanya Tin masih berusaha membujuk ibunya, "aku akan menemanimu di sini, tidurlah. Aku akan memelukmu erat hingga tidak merasa ketakutan lagi."

Vee yang masih berdiri di sana lekas menghampiri mereka usai berbicara dengan salah satu perawat. Bahkan tanpa berkata apa pun, ia langsung membantu Tin untuk membaringkan tubuh wanita itu sebelum menyelimutinya.

"Dia akan tidur sebentar lagi," ucap Vee setengah berbisik.

"Apa mereka memberikannya obat dengan dosis yang tinggi?" tanya Tin menatap wajah ibunya yang mulai mengantuk, hingga dalam hitungan detik saja ia akhirnya tertidur dengan napas yang terdengar teratur.

"Ya, jika tidak. Ibu akan terus mengamuk dan melukai dirinya sendiri."

Tin menarik napas kuat dan dalam. Ia sadar jika kondisi ibunya semakin memburuk tiap hari. Dan hal itu membuatnya semakin sakit sekaligus marah karena belum bisa melakukan apa pun untuk kesembuhan ibunya.

"Aku akan menjaganya, kau bisa kembali ke mansion," sambung Vee.

"Tidak, aku akan tetap di sini malam ini," balas Tin menyandarkan kepalanya di pinggiran tempat tidur sambil memeluk tubuh ibunya yang sudah terlelap karena pengaruh obat yang mereka suntikkan untuk menenangkannya.

For HIMWhere stories live. Discover now