D U A P U L U H S E M B I L A N

6.7K 226 20
                                    

Jalanan tampak ramai seperti biasa. Kota Jakarta tentu saja tak bisa lepas dari kata berisik dan sesaknya pengendara. Asap mengepul tebal membentuk kabut kelabu yang kian menipiskan ozon. Seolah tak peduli bumi yang kian protes akan aksi manusia.

Daren, salah satu penyumbang polusi udara di Jakarta tampak biasa-biasa saja, malah terlihat bahagia. Bukan karena pria itu senang degan tingkat udara Jakarta yang memburuk, melainkan karena satu hal.

Gaia.

Perempuan itu tak ada henti-hentinya memberikan pengaruh besar dalam hidup Daren. Gaia bisa membuat Daren berteriak marah, Gaia dapat dengan mudah membuat Daren kalang kabut, dan Gaia dapat dengan mudah membuat Daren menarik bibirnya ke atas. Bahagia.

"Aku tuh sebenarnya kalau udah punya rumah sendiri pengen yang rumahnya itu ada perpustakaan pribadi," kata Gaia dengan senyum manis yang senantiasa terbit.

Mereka tengah berada di dalam mobil Daren yang hendak menuju perumahan elit milik Geo yang artinya adalah rumah milik Gaia juga. Hari sudah menunjukkan pukul 12 kurang 20 menit, dan tidak alasan pula untuk menahan Gaia untuk tetap tinggal kecuali jika Daren ingin Geo pulang dari Amerika dan mengamuk sejadi-jadinya.

"Gea pengen punya perpustakaan pribadi. Okey, note. Terus mau apa lagi?" Daren mangut-mangut seolah mampu membayangkan.

Sesekali pria itu menolehkan kepala sejenak dari jalanan ke wajah lucu kekasihnya. Gaia mengenakan kaos kebesaran milik Daren serta celana training milik pria itu yang sama besarnya. Padahal itu adalah satu-satunya pakaian milik Daren yang kekecilan. Tapi masih mampu membuat Gaia tenggelam di dalam bajunya.

"Pengen rumah yang halamannya luas terus banyak bunga warna-warni. Terus pengen punya hewan peliharaan juga."

"Hewan apa?"

"Kucing."

"Nggak boleh!" kata Daren langsung tanpa pikir panjang.

Gaia menoleh, ia mengerutkan alis penuh tanda tanya. "Kenapa nggak boleh?"

Tentu saja karena Elo, anjing ras doberman yang gagah nan agresif. Elo itu sangat berbeda, meski memang ras doberman agresif dengan orang asing, Elo justru sangat agresif dengan siapapun. Bahkan dengan penjaga di rumah kakeknya yang sudah merawat Elo selama 5 tahun, anjing itu sudah terhitung 15 kali mengigit para penjaga. Dengan manusia saja sering marah-marah apalagi dengan kucing yang jelas-jelas sudah menjadi musuh bebuyutan anjing.

"Ya udah deh yang lain aja."

Daren menghela napas lega. Syukurlah jika Gaia berubah pikiran. Hampir saja pria itu terbesit keinginan untuk menitipkan Elo lagi di rumah kakeknya.

"Ganti apa?"

"Anjing. Aku juga pengen punya peliharaan anjing, biar nanti Elo ada temannya."

Baru beberapa detik ia bernapas lega, kini bayangan tentang Elo dan anjing baru yang bertengkar sudah memenuhi pikirannya. Elo tidak suka dengan hewan apapun. Anjing itu hanya menyukai tuannya. Elo hanya akan jinak bila bersama Daren.

"Ya udah deh, aku nggak usah punya hewan peliharaan aja," ujar Gaia dengan wajah tertekuk.

"Bagus," balas Daren dengan puas. Ia sebenernya ingin tertawa ketika melihat wajah Gaia yang terlhat kesal, pipi gadis itu menjadi besar sekali, seperti ikan buntal. Lucu sekali. "Terus kamu mau apa lagi?"

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now