ch 10

14.2K 1.2K 56
                                    

JANGAN LUPA VOTE...



Seorang pria kisaran berumur tiga puluh enam tahun, berjalan tergesa-gesa menuju Paviliun di belakang mansion, dengan dua orang bodyguard di belakang yang mengikuti langkahnya.

Setibanya di sana, pria itu tanpa aba-aba menendang pintu Paviliun hingga rusak. Gigi pria itu bergemeletuk  ketika melihat seorang anak kecil yang tertidur pulas di atas tumpukan koran, dengan tubuh kurus, baju lusuh dan rambut yang berantakan.

Tanpa ada rasa iba, pria itu membangunkannya, dengan cara menendang perutnya. "Bangun!"

Anak itu terbangun dengan menahan rasa sakit di perutnya, rasa sakit itu menjadi berkali-kali lipat karena ia belum memakan apapun dari kemarin sore, dan sekarang sudah lewat jam sembilan malam.

Kepalanya mendongak, bertatapan langsung dengan mata elang pria di hadapannya, membuat tubuh kecil itu gemetaran, kedua tangannya berkeringat dingin, wajahnya yang memucat menahan sakit menjadi semakin pucat.

"A-ayARGHH!"

Rambut anak itu di tarik dengan sangat kuat hingga beberapa helaian rambutnya tercabut. Pria itu berjongkok menyamakan tingginya. "Alvias ingin di akui oleh ayah, ibu dengan kakak kan?"

Anak itu —Alvias— mengangguk dengan ragu-ragu, firasatnya mengatakan akan ada sesuatu hal buruk yang akan terjadi.

Tersenyum penuh arti, pria itu melepaskan jambak kan nya. "Anak pintar," mengelus —menekan— rambut Alvias dengan kasar, sebelum kembali menegakkan tubuhnya. "Ikut ayah, dan jangan coba-coba untuk kabur. Atau kedua kaki mu tidak akan ada di tempat nya lagi." Lanjut pria itu berucap dengan dingin.

Alvias hanya mengangguk kecil, tidak berani membuka suara, ia ketakutan. Apa yang akan di lakukan oleh ayahnya, pada tubuhnya kali ini.

Pria itu mengkode dua bodyguard nya, untuk menyeret Alvias ke tempat biasa anak itu di jadikan sebagai kelinci percobaan.

Alvias hanya bisa pasrah saat tubuhnya di seret dengan paksa.

🐰🐾

Tubuh lemah Alvias di baringkan di atas bed electric dengan tangan dan kaki yang terikat di masing-masing sisi bed.

"Ayah .., le lepasin Alvias. Al takut, me mereka mau la lakuin se sesuatu sama A-al." Alvias memohon dengan sesegukan. Keadaannya begitu kacau, kedua matanya memerah dan wajahnya membengkak di beberapa bagian. Alvias tidak henti-hentinya memohon dan meronta-ronta hingga membuat pergelangan tangan dan kakinya terluka, tetapi mereka mengabaikan hal itu.

Seorang wanita mengenakan setelan Dokter, mendekati bed nya dengan membawa berbagai macam pisau bedah.

Wanita itu menggunting baju dan celana yang di kenakan Alvias, membuat anak itu full naked.

Tanpa memberikan Anestesi, wanita itu mulai membedah bagian bawah perut Alvias, membuat anak itu berteriak kesakitan.

"ARGGHH! AYAH, TOLONG AL! ME MEREKA ROBEK PERUT ALVIAS LAGI, AYAHH! SURUH MEREKA BERHENTI! AYAHH!"

"HIC SAKIT! AYAH! AYAH! SAKIT!"

Alvias berteriak berkali-kali memanggil ayahnya, namun pria itu hanya menatap datar pada Alvias. "Berisik! Tutup mulutmu sebelum saya menjahitnya!"

Alvias mengepalkan tangannya erat dan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat menahan teriakan nya, hingga mengeluarkan darah.

Alvias sudah pasrah, terserah pada ayahnya akan melakukan hal gila apa lagi kepada tubuhnya.

Alvias ingin segera mati, agar penderitaannya berakhir.

Dia hanya seorang anak kecil berusia delapan tahun yang masih haus akan kasih sayang, tetapi di usianya yang masih terbilang kecil, ia sudah merasakan kejamnya dunia.

Keluarganya yang setiap saat selalu menyiksanya, maid dan bodyguard yang tidak pernah sopan kepadanya. Alvias sendirian, tidak ada tempat untuk Alvias berlindung dan pulang.

"Semuanya sudah selesai tuan, percobaan kali ini berhasil. Rahim itu sudah tertanam dengan baik di dalam perut anak ini dan dengan cepat beradaptasi." Jelas wanita itu dengan sangat Excited, ini sudah percobaan yang ke-6 kalinya. Dan yang ke-6 ini mereka berhasil menanamkan sebuah rahim pada perut seorang laki-laki.

(ini cmn karangan Vy, jgn prcya kl cwo bnrrn bs pny rahim)

"Hahha bagus! Akhirnya, tidak sia-sia penantian saya selama ini. Bawa anak itu ke ruang pemulihan, pastikan keadaannya baik!" Mata tajam pria itu berbinar-binar, seperti sudah mendapatkan sebuah harta karun. Dia berjalan keluar dari ruang operasi dengan senyuman creepy, tetapi langkahnya terhenti saat mendengar gumaman kecil putrany—putrinya.

"Kenapa ayah lakuin ini?" Tanya Alvias kecil dengan suara bergetar. Meskipun Alvias masih kecil, dia sudah tahu hal-hal seperti ini, karena dia pernah mendengar pembicaraan maid tentang penelitian yang sedang di jalankan oleh ayahnya. Dan dengan teganya ayahnya menjadikan Alvias sebagai tikus percobaan. Alvias tak kuasa menahan isakkan nya, air matanya kembali berjatuhan.

Pria itu berbalik, berjalan kearah bed Alvias dengan senyuman aneh. "Tentu saja karena istri saya menginginkan seorang anak perempuan, tetapi yang lahir malah anak laki-laki. Awalnya saya berniat akan langsung membunuhmu, kerena saya juga sudah memiliki seorang penerus. Akan tetapi hal itu di gagalkan oleh istri saya, karena dia tertarik saat melihat wajahmu yang seperti malaikat. Sebab itu, saya tetap membiarkan kamu hidup sampai sekarang.

Karena obsessi istri saya yang ingin memiliki seorang anak perempuan, saya membuat penelitian untuk membuat mu bisa mengandung seperti perempuan, dan menjadi seorang perempuan seutuhnya. Bagaimana, keren bukan?" Ucap pria itu tanpa beban, di akhiri pertanyaan di akhir kalimatnya.

Alvias syok berat saat mengetahui faktanya, ia meraung .., menangis sejadi-jadinya. "ENGGAK! AL GAK MAU! AYAHH AL GAK MAU!" Karena perbuatannya membuat jahitan basah pada perutnya kembali terbuka.

"AYAH! ALVIAS PASTI AKAN MEMBUNUH AYAH!"

"AYAH!" Alvias terbangun dengan nafas terengah-engah, Tatapannya kosong, keringat membasahi pelipis nya. Kedua tangan kecilnya meremas perutnya erat.

Kedua mata Alvias bergerak liar melihat ke kanan dan ke kiri, Alvias terlihat panik dan ling lung. "Mimpi?"

Alvias menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, mengangkat sedikit baju yang ia kenakan hingga memperlihatkan perut putih, mulus, rampingnya. Menghembuskan nafas lega.

Alvias menyembunyikan wajahnya pada lipatan tangan, dan mulai terisak. "Trauma itu .., Aku ingat,"

destroying the grooveWhere stories live. Discover now