ch 3

22.6K 1.7K 35
                                    

Eugmhh

Alvias mengerjapkan mata. mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil matanya. Saat kesadaran nya sudah terkumpul sepenuhnya, Alvias baru menyadari jika ada orang lain di dalam ruangannya. Alvias menatap mereka sayu.

"Apa kami membangunkan mu?" Tanya Carlos.

Alvias menggelengkan kepalanya, wajahnya menunjukkan kebingungan yang kentara saat melihat Atma lain di ruangannya.

Rezvan duduk di kursi sebelah brankar Alvias, pemuda itu mengusap lembut punggung tangan Alvias yang terbebas infus. "Al ingat abang?" Tanya nya lembut, namun Alvias menggeleng karena memang Alvias tidak mengenali mereka.

Menghela nafas pelan, Rezvan mulai memperkenalkan dirinya kembali. "Aku abang mu Al, Rezvan Albert Fernandez. Dan dia—" jarinya menunjuk pada Carlos, "—Papa mu, Carlos Berwyn Fernandez."

Alvias mengangguk kan kepalanya mengerti, "Lalu, kenapa aku bisa ada di rumah sakit? Dan gadis itu ... Entahlah, aku merasa tidak nyaman berada di dekatnya. Bisa kalian jelaskan, siapa mereka?" Tanya nya menuntut.

Kedua Atma itu saling bertatapan, menimbang-nimbang apa yang harus mereka katakan.

Melihat ke terdiaman keduanya, membuat wajah Alvias berubah murung.

"Kamu ... kecelakaan." Celetuk Rezvan, membuat Carlos melirik pemuda itu tajam.

"Kecelakaan, ya?" Alvias menatap kosong plafon rumah sakit.

Bohong. Jelas-jelas anak ini terluka akibat pria tadi ... Siapa namanya. Alex?

Saat dia tertidur tadi, dia mendapatkan sebuah mimpi aneh. Mimpi di mana dirinya di pukul dan di tendang oleh pria tadi —Alex— dengan sangat brutal. Jangan lupakan jika wajah Alvias masih sama dengan kehidupan sebelumnya, yang membedakan hanya rambut. Jika di kehidupan sebelumnya rambutnya sama dengan warna matanya, maka saat ini rambut itu berubah menjadi hitam legam. Jadi saat Alvias mendapatkan mimpi/ingatannya, Alvias mengalami delusi. di mana dia tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak.

Sebuah tangan terulur mengusap lembut dahi Alvias yang mengerut, membuat anak itu kembali ke dunia nyata.

"Apa yang dipikirkan oleh otak kecilmu itu adik? Abang tidak suka melihat kerutan di dahi mu. Jangan memikirkan apapun hm. Jika bisa, ingatan itu jangan pernah kembali, agar kamu terus bersama kami." Tentu saja Rezvan hanya mengatakan kalimat terakhir itu di dalam hati.

Tangan Rezvan naik, mengelus lembut rambut halus Alvias, "Ada yang sakit tidak?" Tanya nya lembut, tidak menghentikan usapan tangan nya.

Alvias menunjukkan tangannya yang di infus. "Kebas, lepas."

"Sebentar, kita tanyakan dulu kepada Dokter. Infusnya sudah bisa di lepas atau belum." Itu Carlos yang berbicara, menekan tombol di samping brankar.

Tidak lama, terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa.

Mengetuk pintu. "Permisi tuan."

Carlos melirik Rezvan, "Van, buka pintunya." Rezvan mengangguk, menghentikan usapan nya kemudian berjalan membukakan pintu. Siapa yang tuan disini.

Seorang Dokter dan Perawat masuk.

"Periksa."

Dokter itu mengangguk dan mulai memeriksa kembali kondisi Alvias.

"Kondisi tuan muda, sudah jauh lebih baik. Hanya perlu beberapa pemeriksaan kembali."

"Infusnya sudah bisa di lepas?" Tanya Carlos.

"Untuk itu belum bisa, tuan muda kehilangan banyak darah. Apalagi tuan muda baru terbangun dari dua bulan pasca komanya."

Mereka menganggukkan kepalanya mengerti.

destroying the grooveWhere stories live. Discover now