13. Syukuran

1.2K 203 15
                                    

Selamat membaca.





















Alma memincingkan mata, melihat pemandangan di depannya. Sosok laki-laki dan perempuan yang tengah bergandengan tangan. Oh, mereka bukan pasangan kekasih hanya ayah dan anak yang seperti biasa tampak lengket satu sama lain.

Ini sudah hari ketiga dan Bian masih menjalankan tugas mengantar dan menjemput Sasa. Aneh? Iya, sebab selama ini Bian tak pernah melakukan kegiatan itu berturut-turut. Kadang seminggu dua atau tiga kali. Itupun hanya mengantar dan menjemput saja.

Dia paham karena bukan laki-laki itu tak mau, tapi pekerjaan lah yang mencegahnya. Semenjak cita-cita membangun bisnis sendiri terealisasikan, bukannya santai Bian justru lebih sibuk.

"Kamu belum siap-siap?"

Alma yang tengah memerhatikan sang putri yang baru saja masuk rumah setelah mencium tangannya, menatap penuh tanya laki-laki di depannya. "Maksudnya?"

"Kamu ngga lupa, 'kan hari ini acara tujuh bulanan Mbak Bila?"

"Ngga. Ini aku tinggal ganti baju sama nunggu Sasa siap-siap. Kamu sendiri kenapa masih di sini?" Alma tersenyum tipis, berharap Bian mengerti jika dia tengah melakukan pengusiran. Lagipula acaranya di rumah orang tua pria itu, tapi bisa-bisanya tadi masih bersikeras untuk menjemput Sasa.

Memang benar acaranya nanti jam tiga sore, sedangkan hari ini Sasa jam sepuluh sudah pulang. Namun, tetap saja, 'kan rasanya tak pantas?

Sayangnya mendebat Bian yang sedang dalam mode keras kepala sungguh menguras tenaga dan tak menghasilkan apa-apa. Jadi dia biarkan saja meski harus menahan dongkol. Namun, bukan berarti dia akan menyerah begitu saja.

"Ya, udah sana siap-siap. Aku tunggu."

"Ngga usah aku berangkat sama Sasa saja. Kamu duluan sana!" Untuk kali ini Alma tak mau kalah. Enak saja pria itu memerintah sesuka hati, dan apa nanti kata orang-orang jika mereka berangkat bersama?

Hubungannya dan Bian memang bisa dikatakan tidak memburuk, hanya saja juga tak terlalu baik untuk berangkat bersama. Intinya harus jaga jarak!

"Cepat sana! Kamu udah ditunggu bunda."

"Aku akan siap-siap dengan cepat kalau kamu segera pergi." Alma mundur satu langkah ketika lawan bicaranya mencondongkan tubuh secara tiba-tiba. "Kamu mau apa?" tanyanya sembari menahan panik. Menjaga ekspresi agar terlihat tidak terintimidasi.

"Sasa cepat! Papa tunggu di depan!"

Teriakan itu menyebabkan Alma membelalak, tak menyangka lawan bicaranya melakukan serangan seperti ini. Belum lagi suara Bian yang menggelegar membuat dia tersentak, tapi sedetik setelah mendapatkan kesadaran kekesalannya langsung memuncak. "Kamu!"

Dengan kekuatan penuh Alma menutup pintunya keras-keras. Masa bodoh jika tamu tak diundangnya itu terkena pintu ataupun tetangganya mendengar keributan yang terjadi.

Setengah jam berlalu dan Alma masih betah di kamar. Padahal sudah tiga kali sang putri mengetuk pintu dan bertanya apa dia sudah siap, yang selalu dijawabnya dengan kata sebentar.

Oh, jangan bayangkan waktu lama yang diperlukan Alma karena perempuan itu kebingungan memilih baju dan merias wajah. Alasan sebenarnya karena dia ingin memberi Bian pelajaran, sebab menunggu adalah hal yang dibenci mantan suaminya.

Dari jaman dekat, menikah, sampai berpisah pria itu tak segan marah-marah jika dia membuatnya menunggu. Ya, walaupun semenyebalkan apapun Bian, menurutnya masih ada sisi positif yaitu tepat waktu.

Dipanggilan Sasa yang keempat akhirnya dia keluar, tentu saja disambut wajah cemberut sang putri. Anak dan ayah sama saja! Sudah wajah mirip, sikap pun banyak kemiripan. Seperti yang satu ini, Sasa benci menunggu!

MENGULANG KISAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang