7. Kekalutan Bian

2.2K 312 28
                                    

Maaf lama huhuhu. Entah kenapa otak sulit diajak kerja sama buat cari ide.

Semoga ke depannya bisa lebih cepat, ya.

Selamat membaca dan jangan lupa bintangnya.






"Udah bagus ini, bisa langsung kamu kirim." Bian melepaskan kaca matanya setelah melihat hasil revisi karyawannya. Iklan minuman ringan yang nantinya akan diposting di media sosial.

"Setelah ini saya boleh pulang, kan, Mas?"

Menatap jam tangan di pergelangan tangannya, Bian kemudian mengangguk pelan. Sudah lewat dua jam dari waktu normal orang-orang pulang kerja, tidak mungkin dia memaksa karyawannya untuk lembur lagi setelah kemarin mereka pulang hampir jam sembilan.

Merenggangkan otot bahu yang terasa kaku sebelum keluar, dia lantas meraih ponsel untuk mengabari sahabatnya jika dirinya akan segera datang. Dia tersenyum kecil ketika tanpa sengaja melihat potret Sasa yang terletak di atas meja. Kabar mengenai putrinya yang merestui hubungannya dengan Claudia belum dia tanyakan langsung mengingat kesibukan yang tak kunjung usai.

Dia memang setiap hari menghubungi Sasa, tapi rasanya untuk masalah sepenting ini lebih baik bicara secara langsung. Selain itu dia ingin mengetahui apakah sang putri benar-benar serius dari raut wajahnya.

Sasa adalah dunianya, karena itu dia tak mau membuat gadis kecilnya sedih. Dia telah melakukan kesalahan karena mementingkan diri sendiri dengan memutuskan membawa hubungannya bersama Claudia ke jenjang lebih serius tanpa memberitahu sang putri lebih dulu, dan kini dirinya tak mau mengulang kesalahan sama. Tak ada pernikahan tanpa persetujuan Sasa.

Oh, tentu saja keputusannya itu menyebabkan Claudia mengamuk. Namun, mau bagaimana lagi dia adalah seorang ayah yang harus bertanggung jawab pada sang putri.

"Aku takut, bagaimana kalau papa pergi?"

Bian menatap perempuan di sampingnya. Tak seperti biasa yang akan langsung memeluk jika kekasih hati menangis, saat ini laki-laki tersebut hanya diam tanpa melakukan apapun. Bahkan tadi hanya menyapa ibu Claudia ala kadarnya.

Pikirannya masih tertuju pada tangisan sang putri dan juga sosok pria asing yang berbaik hati mengantarkan Sasa. Namun, di matanya hal itu bukan perbuatan baik melainkan hanya akal-akalan agar bisa dekat dengan mantan istrinya. Dasar buaya!

Kembali pada persoalan Sasa, dia juga belum bisa meminta penjelasan dari sisi Claudia mengingat kondisi yang tidak memungkinkan. Ayah perempuan itu masih di ICU setelah mendapat serangan jantung.

Beberapa menit berlalu hanya suara tangis Claudia yang menemani mereka, hingga kemudian terdengar langkah kaki mendekat menyebabkan pasangan kekasih tersebut sontak mendongak.

"Mama."

Bian ikut bediri seperti kekasihnya, tapi tak beranjak sedikit pun. Dia masih diam sembari memperhatikan dua perempuan di depannya berpelukan. Saling menguatkan.

Keningnya mengernyit kala tiba-tiba mama Claudia menatapnya tajam. Hal yang menyebabkan perasaannya langsung tak tenang.

"Kamu sudah tau sendiri, 'kan kondisi papa Claudia? Jadi kapan kamu akan menikahi anak tante?"

Bian menahan bibirnya supaya tidak berdecak. Bagaimana pun perempuan yang baru saja menembaknya dengan pertanyaan tanpa basa-basi tersebut berusia jauh di atasnya. "Saya rasa ini bukan waktu yang tepat untuk membahas masalah ini tante."

"Apa mama bilang? Pria ini tidak serius sekali sama kamu!"

Menoleh ke sekitar, Bian mengela napas karena mareka telah menjadi pusat perhatian. Taman yang teduh sebab banyak pepohonan rindang menjadikan tempat yang cocok untuk para keluarga pasien melakukan sarapan.

MENGULANG KISAHWhere stories live. Discover now