13. Read?

5.8K 901 55
                                    


HELLO, EVERYONE! Apa kabar kaliaan?

Alhamdulillah setelah beberapa hari badan aku kurang fit, sekarang sudah mulai membaik. Kalian semua jaga kesehatannya yaa.

Aku bakal up cerita ini terus menerus untuk nemenin puasa dan lebaran kalian.

Para Ladiesku udah siap untuk membaca?

Okeey! Lets go!
13: Read?

Tepat pukul lima sore Aksara baru saja menginjakkan kakinya di lantai rumahnya. Di setiap ruangan begitu terasa sangat dingin dan sepi. Padahal ada tiga asisten rumahnya dan dua satpam yang menjaga rumahnya. Namun, rumahnya begitu sunyi.

Aksara berasa tinggal sendirian di sini. Tak ada sambutan atau pembicaraan hangat ketika Aksara pulang sekolah. Papanya begitu sibuk dengan urusannya, pun dengan Mamanya. Mereka seoalah bertahan demi dirinya saja. Bahkan nyaris Papa dan Mamanya jarang bertemu di rumah.

Aksara bahkan sempat berpikir, dengan tidak ada dirinya di dunia ini mungkin akan lebih baik. Papa dan Mamanya kembali harmonis tanpa memikirkan anaknya yang tak tahu diri ini.

"Papa mana?" Tanya Aksara pada salah satu art-nya.

"Belum pulang, Den. Dari kemarin Pak Arman nggak keliatan di rumah." Jawabnya.

"Mama?" Tanya Aksara.

Mereka saling pandang lalu berucap, "Tadi Bibi lihat Bu Indana pulang. Tapi nggak lama dari itu keluar lagi. Katanya ada meeting mendadak."

Aksara mengangguk-anggukkan kepalanya. Mereka sibuk bekerja dan gila uang. Sampai lupa anaknya di sini yang kurang kasih sayang dan terus disiksa dengan tuntutan.

"Den, makan dulu, yuk. Tadi Bu Indana pesenin ke Bibi, kalau Aden pulang sekolah di suruh makan. Bibi udah masakin masakan kesukaan Aden. Sop buntut. Aden suka, kan?" Bi Maryam, pembatu rumah ini yang dari Aksara sekolah Dasar sampai sekarang ia masih bertahan di sini. Bi Maryam yang tahu permasalahan keluarga ini dan kesukaan Aksara.

Aksara diam. "Aksara udah makan di luar sama temen-temen. Nanti kalau Aksara lapar, Aksara turun. Aksara ke atas dulu."

Bi Maryam dan dua ART lainnya saling pandang. Kadang mereka miris dengan Aksara yang begitu menyedihkan hidupnya. Mungkin tak semenderita anak-anak diluar sana. Namun, berada di keluarga kaya dan apa-apa serba tercukupi menurut Aksara tak cukup jika di dalamnya tak ada kasih sayang dan yang ada malah serba tuntutan untuk menjadi sempurna.

"Kasihan ya, Aksara, Bi. Tiap hari selalu di kamar. Keluar pun cuman buat sekolah sama ambil air minum. Aksara gimana ya, makannya?" Ucap Bi Dina.

Bi Maryam mengangguk. "Dari dulu, Bi. Saya nyaksiin Aksara bahkan nyaksiin perkembangan Aksara. Dulu Aksara anaknya ceria. Tapi semenjak masuk bangku sekolah dasar. Tepat kelas lima, Aksara mendapatkan tuntutan dari Pak Arman."

Keduanya mengangguk paham. Kadang sedih juga melihat putra tunggal dari keluarga sultan ini. Ternyata gini, yaa? Kasih sayang memang tidak bisa dibeli dengan uang.

****

Aksara merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang dingin. Ia memgambil remot ac dan mengecilkan temperature ac-nya. Hari-harinya begitu terasa melelahkan dan kesepian. Ia memang punya banyak teman, tetapi tidak di rumah. Ia tetap menjadi anak yang seperti tidak punya siapa-siapa.

Ia tidur, berharap saat ia bangun nanti, Aksara kembali fresh dan isi kepalanya tidak berkecamuk.
Namun, tak ada satu jam Aksara tidur. Cowok itu terbangun tepat di jam 17.30.

Hello, Aksara!Where stories live. Discover now