Part 12: Gone

74.2K 5.9K 246
                                    

Alif terpekur, gadis itu duduk di sisi tempat tidur Pak Bas, ia menatap kosong pada sosok Ayahnya yang terbaring di tempat tidur. Di tubuh laki-laki tua renta itu terpasang selang infus dan alat-alat penunjang kehidupan yang Alif tidak mengerti namanya, Alif hanya mengerti dengan alat-alat itu Ayahnya bisa bertahan hidup.

Tidak ada satupun teman yang menemaninya saat ini, tetangga yang menolongnya dan membantunya membawa ke rumah sakit telah pulang dari tadi sore. Gadis itu hanya bisa berdoa agar keadaan Ayahnya semakin membaik, Alif memejamkan matanya..

"Alif?" suara yang ia kenal sebagai suara Sakti menegurnya, Alif mengerutkan keningnya.. apa ia berhalusinasi karena Sakti seharusnya ada di Singapura menghadiri Sidang kerjasama regional ASEAN.

Kemudian, satu sentuhan hangat menyentuh lengannya ringan.. Alif menoleh dan disampingnya seseorang yang sangat ia kenal walau sekarang wajah itu terpasang masker yang menutupi semua wajahnya kecuali mata laki-laki itu yang menatapnya lembut.

"Pak Sakti?"

Alif tidak percaya kalau laki-laki itu ada di depannya sekarang, gadis itu tahu kalau Sidang yang seharusnya yang dihadiri Sakti bersama dengan Pak Dirjen sangatlah penting dan apabila Sakti mangkir dari acara itu, mungkin karirnya dapat terancam.

"Bagaimana keadaan Abah?" Sakti berbisik pelan dan mengedikkan kepalanya pada Pak Bas yang masih terlihat belum sadar.

"Masih koma, belum ada kemajuan." Alif menjawab dan mengatupkan bibirnya lalu ia melanjutkan kembali, "kita keluar saja sebentar. Ada yang ingin saya tanyakan."

"Sebentar ya Lif..." Sakti mengeluarkan sebuah Al-Quran kecil lalu laki-laki itu membaca dengan suara pelan satu surat di depan Pak Bas dan hal itu membuat Alif terperangah, kemudian Sakti menutupnya dengan sebuah doa, laki-laki itu mengusap kening Pak Bas dengan rasa hormat dan sayang lalu membisikkan sesuatu pada tubuh renta yang masih terbaring tak sadarkan diri itu..

Pak Sakti adalah laki-laki yang sangat baik..

Kata-kata Ayahnya terus bergaung di telinga Alif dan pemandangan yang berada di depan gadis itu saat ini membuat Alif yakin bahwa apa yang dikatakan oleh Ayahnya bukan berdasarkan suatu kepentingan pribadi Pak Bas belaka untuk menjodohkannya dengan Sakti.

***

Setelah melepaskan masker dan baju khusus untuk ruang ICU, Sakti dan Alif keluar dari ruangan itu dan berbincang-bincang.

"Maaf, saya menelpon Pak Sakti. Saya bingung dan cuma nama Pak Sakti yang terlintas di pikiran saya." Alif terlihat gugup, gadis itu merasa tidak enak hati karena merasa ia tidak pantas menganggu perjalanan dinas seorang direktur dengan masalah pribadinya.

Sakti tersenyum melihat kepolosan Alif, kalimat yang diucapkan Alif sangat membuatnya bahagia karena paling tidak gadis itu telah memperhitungkan keberadaannya. Tetapi Sakti juga merasa sedikit malu, bisa-bisanya ia merasa senang dengan keadaan ini.

"Tidak apa-apa kok, Lif.. kamu bisa meminta tolong apa saja kepada saya." Sakti menepuk punggung gadis itu, menunjukkan rasa simpatinya.

"Tapi Bapak tidak perlu sampai pulang ke Indonesia dan meninggalkan sidang. Ada Pak Dirjen di situ, apa kata Beliau nanti.." Alif masih merasa cemas.

Sakti sedikit menundukkan tubuhnya, lalu ia memegang pundak gadis itu dengan kedua tangannya.

"Lif, kamu adalah orang yang terpenting bagi saya saat ini. Peduli setan dengan semua konferensi." Mata Sakti menatap Alif dengan bersungguh-sungguh dan itu membuat Alif jengah dan menundukkan pandangannya. Gadis itu kehilangan kata-kata, ia tidak mengira Sakti akan mengatakan hal seperti itu kepadanya secara langsung.

My Young BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang