Part 4: A Little Bit Madness

97K 6.3K 220
                                    

"Betah Lif kerja disini?" Iwan meletakkan kertas yang berada di printer di atas meja kerja Alif seraya mengobrol ringan dengan gadis itu. Laki-laki berusia duapuluh lima tahun dan berstatus sebagai PNS muda bergolongan III/b telah cukup akrab dengan Alif. Alif juga menyukai Iwan karena pemuda itu enak diajak bicara dan begitu humoris.

"Betah Mas. Orangnya di sini baik-baik." Alif melirik Iwan yang mengatur posisi kertas untuk mencetak sejumlah dokumen. Gadis itu sedang memeriksa ulang pekerjaannya dengan kamus thesaurus, mencari padanan kata yang tepat untuk artikel terjemahannya.

"Baik? Bukannya Pak Direktur rada-rada killer. Beliau perfeksionis lho. Memangnya terjemahanmu nggak ada yang disuruh dikerjain ulang?" Iwan dengan penuh rasa ingin tahu melongokkan kepalanya pada layar PC Alif, laki-laki itu penasaran dengan apa yang dikerjakan gadis itu.

"Ada sih, tapi nggak banyak Mas." Alif menggeser duduknya dan kepalanya, sedikit risih karena Iwan begitu dekat dengannya.

"Pantes Pak Sakti suka dengan kerjaanmu. Kamu juga perfeksionis juga rupanya." Iwan menepuk kepala Alif, reflek Alif memegang dan mencubit tangan Iwan, walau gadis itu tahu Iwan cuma bercanda.

"Ih, Mas Iwan nggak sopan." Alif mengusap kepalanya dan Iwan hanya tergelak melihat wajah cemberut gadis itu.

Tanpa disadari mereka, Sakti memasuki ruangan sekretaris. Sang Direktur berdeham untuk menegur mereka berdua dan tentu saja kehadiran laki-laki itu mengejutkan mereka.

"Eh Bapak.. " Iwan tersenyum kikuk dan segera kembali ke kursi kerjanya.

Sakti hanya tersenyum singkat pada Iwan, kemudian mengangguk pada Alif. Laki-laki itu menatap gadis itu sejenak, tatapan Sakti pada Alif menyimpan rahasia yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Dan otomatis Alif hanya menganggukan kepalanya pada Sakti dan segera menundukkan pandangannya.

***

Sakti tidak suka ini.. sangat tidak menyukainya.

Laki-laki itu melihat Iwan, sekretaris utamanya, sangat akrab dengan gadis kecil yang selalu menjadi objek lamunannya. Dengan berani Iwan menyentuh Alif, menyentuh rambut indah gadis itu, padahal ia kemarin menahan diri sedemikian rupa untuk tidak melakukannya.

Sakti duduk di kursi kerjanya, otaknya selalu memutar kejadian tadi dan hal itu membuatnya tidak dapat bekerja saat ini padahal ada setumpuk surat resmi yang harus ia tandatangani berada di atas meja kerjanya.

Dan apa-apaan itu.. Alif memanggil Iwan dengan sebutan Mas. Bayangkan 'Mas'!

Sakti menghembuskan nafasnya, kemudian ia meletakkan pulpennya kembali. Ia betul-betul tidak dapat berkonsentrasi saat ini.

***

Seperti permintaan Sakti kemarin, Alif bersiap-siap pergi ke kantor setelah menunaikan sholat subuh. Ayahnya datang lebih siang sekarang karena pekerjaannya menyiapkan ruang direktur telah digantikan oleh Alif. Kemarin Sakti juga menjelaskan pada Alif mengapa ia tidak meminta bantuan Pak Bas terlalu sering karena faktor usia dan kesehatan laki-laki tua itu. Sekarang Alif baru mengerti mengapa Ayahnya begitu menghormati dan menyayangi Sakti.

Alif mengambil mug di pantry yang masih sangat sepi kemudian ia menuangkan kopi yang ia curi kembali tadi malam ke dalam mug. Setelah kopi itu diseduh dengan air panas, Alif membawa mug itu ke ruangan Direktur.

Gadis itu membuka pintu dan sapaan seseorang membuatnya terlonjak.

"Selamat pagi Alif.."

Tanpa dikira Alif, Sakti bersandar di meja kerjanya dan tersenyum padanya.

My Young BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang