-16-

44.5K 4.4K 42
                                    

Riana keluar dari perpustakaan itu dengan wajah pias, niat hati tadi ingin berlari dengan seribu bayang ke arah kantin namun keinginan itu tak tercapai kala sang Guru masih menahan nya dan memberi nya banyak pertanyaan, dan pertanyaan nya unfaedah.

Ia melangkah dengan sedikit membungkuk, seperti tak punya semangat hidup lagi.

"Nenek, nenek, si bongkok 3..." Senandung seseorang dari belakang nya.

Tanpa menoleh pun Riana sudah tau siapa pemilik suara itu, ya teman nya di interogasi tadi.

"Udah nggak usah nyari ribut, laper gue ini gara-gara Lo, entar Lo yang gue makan," peringat Riana masih tetap melanjutkan langkah nya.

"Iiih takutt," balas Al dengan nada yang sangat menyebalkan bagi Riana.

Al melangkah lebih cepat untuk menyamai langkah nya dengan Riana.

Riana menoleh memandang sekilas wajah tampan itu, lalu langsung mengalihkan pandangannya, karena bawaan nya pengen di tabok, menurut nya muka Al itu tabok able guys.

Teringat sesuatu Riana kembali membuka suara.

"By the way, thank you buat yang tadi," ucap nya singkat.

"Buat yang mana?" tanya Al pura-pura bingung.

"Nggak usah sok nanya deh, Lo berbuat baik sama gue cuman sekali doang, gegayaan," cibir Riana.

"Ouh yang tadi ya? Lagian Lo ngapain bilang makasih sih? Kegeeran banget, gue cuman kasian kalok pohon nya di tubruk sama jidat jenong Lo ini," sarkas Al mengusap jidat Riana.

"Oasu, udah nggak sudah pegang-pegang!" Ujar Riana menepis tangan Al dari wajahnya.

"Nah ini nih pohon nya, yang hampir jadi korban tubrukan Lo," balas Al mengusap pohon dengan kulit kasar itu, dengan tatapan iba.

"Mau heran tapi itu Lo," ucap Riana lalu pergi mendahului Al, bersama lelaki itu sama seperti bersama dengan Rea, buat darah tinggi!

———

"Ana dari mana? Kok baru masuk, untung guru belum datang toh, kalau enggak kamu bakalan kena hukum, kamu juga hampir aja ditulis nama nya sama si sekre," celetuk Rea ketika Riana baru saja duduk di samping nya.

"Sekali lagi Lo manggil gue Ana, gue gibeng Lo,"

"Busett galak bener, baru juga datang udah marah-marah," ujar Rea nyalinya sedikit menciut.

"Ouh iya, Riana, nanti temenin aku ke kelas Kak Ken ya? tadi dia minjam buku Ekonomi aku," pinta Rea.

"Ogah, jadi nyamuk entar gue nya, lagian yang minjam kan dia, otomatis dia juga yang balikin kesini," balas Riana sembari membuka buku Kimia nya, hah lintas minat yang menyebalkan.

"Bukan gitu, cuman bentar aja kok, entar pas pulang kan  kita lewat kelas dia, jadi sekalian aja minta buku nya, dari pada dia yang capek kesini, kan kasian," jelas Rea, mencoba membujuk.

"Iya dah iya, kalok lagi bucin mah ya gitu," cibir Riana dengan suara yang memelan di akhir kalimat nya.

"Yey, makasih ya Anaa," balas Rea menggandeng tangan Riana.

Riana memejamkan matanya, mungkin ancaman nya tadi tak mempan bagi si bocil satu ini.

————

"Si Ken kelas berapa emang?" tanya Riana, lengan nya masih di apit oleh tangan Rea.

"Hm? Kelas 11 IPA 2, kenapa?" ujar Rea balik bertanya.

"Lah sepantaran dong? Terus ngapain loh manggil kak?" kembali Riana bertanya.

"Karena dia lebih gede, jadi aku panggil kak aja," jawab Rea polos.

"Gue juga gede panggil kak juga dong," titah Riana.

"Mau dipanggil Kak Riana?"

"Iii nggak usah deh, geloo be ge te, Yaudah masuk sana," usir Riana.

Namun saat mereka masih di ambang pintu, terlihat perempuan pirang sedang tertawa dengan lelaki, Ken.

Mata Alice sedikit melebar menatap Rea, sama seperti kala pertama kali ia menatap Riana. Aneh.

Sama seperti Alice, Rea pun sama, kedua matanya membola lalu menunduk takut.

Ken juga terkejut lalu sedikit menjauh dari Alice, di tangan nya sudah ada buku ekonomi dengan sampul kuning.

"Nih Re, makasih ya," ujar cowok itu lalu mengusak rambut halus Rea.

"I-iya, aku deluan ya," balas Rea, lalu menarik tangan Riana, ia ingin secepatnya berlalu dari tempat ini.

Alice menatap kepergian dua manusia itu, senyum nya mengembang, sedikit menakutkan.

————

"Kok kita cabut sih Re? Masa ayang Lo, Lo biarin berduaan sama tu anak baru, lagian tu anak juga masih baru juga songong bener," gerutu Riana, entah siapa yang punya ayang.

"Udah nggak apa-apa Ri, aku deluan ya, supir aku udah datang," balas Rea kemudian dengan cepat pergi meninggalkan Riana, langkah kakinya pun masih tergesa-gesa.

Riana menatap kepergian gadis itu, aneh, semenjak ia melihat Alice tadi, entah kenapa rautnya seperti ketakutan, bahkan berjalan pun ia menunduk.

"Kayak ada yang di tutupin, tapi apa ya?" monolog Riana.

"Widihh ODGJ darimana nih, ngomong sendiri depan gerbang, pakek baju SMA sini pula," celetuk seseorang di samping kirinya.

Riana menoleh, sedikit terpana, dengan lelaki yang disamping nya itu, sangat tampan dengan  baju yang sudah acak-acakan, dasi terlepas, dua kancing atas terbuka,  dan juga posisi tangan yang ada di dalam kantong celananya, meleleh.

"Terpesona?" ujar lelaki itu, Al.

Seketika kekaguman Riana lenyap di telan bumi, laki-laki itu benar-benar tidak bisa di puji, nilai nya tetap minus karena akhlak nya.

"Dih sokab banget Lo jadi orang, baru juga ketemu 3 kali, sok asik gelo," balas Riana mengalihkan pandangannya ke arah lain, asal bukan ke arah laki-laki dengan mata hitam gelam itu.

"Dih, emang pada dasarnya Lo terpesona kan? Nggak usah denial, keliatan jelas kok," ledek Al, mungkin mengganggu Riana akan menjadi list kegiatan yang menyenangkan bagi nya, eh?

"Mau ngebantah tapi emang bener,"

"Udah lah capek debat sama megalodon kayak Lo," pada akhirnya Riana memilih menyudahi percakapan tak berguna itu, karena dia sudah kalah telak, tak punya jawaban untuk membantah.







Sedikit ya? Padahal udah hampir sebulan nggak up, karena ide di otak aku seret, nggak ngalir sama sekali.

I'm so sorry◉‿◉

Si Culun Glow Up [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang