Part 29 | Bayangan

10.6K 1.7K 237
                                    

Seperti yang tertulis dalam pesan dan undangan tak bertuan, malam ini Thana telah rapih dengan dress berwarna merah mudanya.

Kakinya terbungkus sepatu kets berwarna putih. Dibanding baju lainnya yang ia miliki di dalam lemari, baju ini yang paling layak untuk ia kenakan.

Dengan rambut yang ia biarkan tergerai bebas, Thana mematut dirinya di cermin. Cecil memiliki wajah yang cantik, tapi auranya terlalu kuat hingga membuat orang merasa takut untuk sekedar mengagumi wajahnya.

Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 7 malam, Thana bergegas kebawah. Rumah dalam keadaan sepi, hanya terlihat beberapa penjaga yang hilir mudik untuk menjaga keamanan.

Tak ada yang mencegahnya pergi atau sekedar bertanya ia akan pergi kemana. Thana cukup bersyukur jika mereka tidak repot-repot bertanya dan mencampuri urusannya.

Thana keluar dengan langkah santai. Tak ada hal aneh yang ia rasakan saat diperjalanan. Semuanya lancar, bahkan sampai ia berada di lokasi.

Hanya butuh 40 menit untuk dirinya sampai disana. Ternyata tempat yang dipilih adalah kafe dengan suasana yang cukup aneh.

Sekilas, bangunan itu terlihat sudah tak layak pakai. Terdapat beberapa bagian yang telah pudar warna catnya. Dengan lampu gantung yang remang-remang, membuat Thana ragu. Apakah ini masih layak untuk dikunjungi?

Tapi, seperti pepatah, ia tak bisa begitu saja menilai sesuatu dari luarnya. Berbeda dengan tampak luar bangunan, bagian dalamnya sangat rapih dan bersih.

Penerangannya pun cukup memadai. Dengan gaya agak kuno, hal itu membuat kafe ini layak untuk dikunjungi karena keunikannya.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu? "

Thana menoleh kearah samping, pegawai wanita datang padanya dan menyapa. Thana tersenyum tipis, "ya, saya akan menunggu seseorang disini. Apakah meja bagian pojok sudah terisi semua? "

"Anda beruntung nona, tersisa satu meja tanpa pemilik dibagian pojok sebelah kanan. Spotnya juga sangat cocok untuk mereka yang butuh ketenangan. "

Thana lega mendengarnya. "Mari saya antar. "

Pelayan itu berjalan lebih dulu, memimpin Thana untuk membelah lautan manusia yang tengah mengantri.

Kafe ini sangat ramai, bahkan untuk mendapatkan meja kosong, Thana harus bertanya terlebih dahulu.

Apa yang membuat kafe ini ramai, Thana masih belum tahu. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki ditempat ramai seperti ini.

Melihat banyak orang berkerumunan seperti semut, kepalanya menjadi pusing. Meski sekolahnya juga ramai, tapi tidak seramai ini.

"Silahkan nikmati waktu anda, nona. "

"Terima kasih. "

Pelayanannya sangat memuaskan. Thana senang dengan itu. Membuka ponselnya, Thana belum mendapatkan kabar apapun dari Cabel ataupun sang pengirim alamat, Caden.

Waktu bergulir dengan cepat. Jus alpukat yang dipesannya telah tandas tanpa Thana sadari. Sudah lebih dari 30 menit ia menunggu, tapi tak ada yang datang padanya.

Ditengah dirinya yang diselimuti rasa bosan, notifikasi masuk ke ponselnya.

From: +6281xxxxxxxxx

Datang ke ruang bawah tanah, aku ada di sini.

Thana mengerutkan alisnya bingung. Bukankah kafe ini hanya memiliki satu lantai?

Ditengah lamunannya, seorang pelayan yang sama dengan yang menyambutnya, datang menghampirinya.

"Nona, mari ikut saya. Saya akan menunjukkan jalan untuk anda. "

Mute VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang