Part 25 | Dia Yang Datang Tanpa Pemberitahuan

10.2K 1.8K 149
                                    

Mematikan lampu, lantas Thana beranjak keluar kamar mandi dengan handuk kecil di kepalanya. Rambut basahnya ia usap dengan handuk. Tubuhnya terasa segar setelah mandi.

Sambil bersenandung, ia menyalakan lampu tidur dengan masih menggosok rambutnya. Tak ada rasa awas dalam dirinya saat semilir angin terasa di kulitnya yang terbuka.

Tak lama, ia beranjak menuju meja rias. Lampu remang-remang yang mewarnai kamar ini membuat ia tidak melihat dengan jelas setiap sudut kamarnya.

Saat asik mengusap rambutnya, ia merasakan sentuhan ringan di pundaknya. Tubuhnya kaku dalam sekejap.

Matanya mengerjap dengan jantung yang berdegup kencang. Ini menegangkan.

"Kamu masih ingat pulang? "

Suara rendah memasuki indera pendengarnya bersama hawa dingin yang menyelimuti kamar. Ia gemetar tanpa sadar.

"Kenapa diam, hm? "

Lagi, Thana dibuat terdiam seribu bahasa saat tangan itu meremas kencang bahu mungilnya. Ia meringis merasakannya.

"Ka-kakak? "

"Sudah bisa bicara, heh?! "

Thana kembali bungkam. Ia terlalu fokus pada tekanan di bahunya. Tak sedikitpun Chaffinch merenggangkan cengkeramannya.

"Aku sudah pernah bilang untuk diam, tapi kamu melanggarnya. "

Suara rendahnya membuat Thana semakin takut. Atas ucapannya itu, Thana tenggelam dalam pikirannya, mencari maksud sebenarnya dari ucapan Chaffinch.

"Aku sudah diam. "

Benar. Selama ia bersekolah, tak sedikitpun ia membuka suara untuk sesuatu yang percuma. Hanya Cabel yang banyak berbicara dengannya. Apakah itu juga dilarang?

"Tidak. Kamu tidak seperti itu. "

Ia menggeleng dengan wajah datarnya. Sebelah tangannya yang tadi ia simpan di saku celana, kini bergerak melingkari leher Thana dengan intens.

"Dengan wajah ini, bagaimana bisa kamu tetap diam? "

Tangannya tak lagi mencengkeram bahunya, melainkan berpindah pada dagunya dan membolak-balikan dengan pandangan lurus ke kaca di depannya.

"Tidak. Aku tetap diam. "

Thana membela diri dengan suara bergetar. Selama itu berada di dekat Chaffinch, Thana tak akan pernah mendapatkan ketenangannya. Ia selalu kacau, perasaannya, emosinya, ekspresinya, semua kacau saat berhadapan dengan lelaki itu.

"Aku tahu, " gumam Chaffinch pelan. Perlahan tangannya melepaskan Thana dari lilitannya.

Dia berdiri tegap di belakangnya dengan kedua tangan yang bertumpu pada bahu Thana. Matanya masih menatap lurus pantulan di depan cermin.

"Kamu harus tetap diam. Ikuti peraturan yang telah ku buat jika kamu masih ingin bersekolah di sana. "

Thana mengangguk dengan kaku. Ia tak sanggup menolak apa yang Chaffinch perintahkan. Di dunia ini, Chaffinch orang pertama yang harus dihindari. Tapi, ia terjebak satu rumah dengannya.

Chaffinch tak menyukainya. Alasan mengapa ia di perintahkan untuk tetap diam hanya satu. Chaffinch tidak ingin dirinya repot karena masalah yang ditimbulkan adik angkatnya.

Semakin Thana memikirkan dengan keras, kepalanya semakin terasa sakit. Rasa sakit yang intens menyerangnya saat ia mencoba mencari alasan lain Chaffinch memintanya diam.

Rasa ini terasa familiar juga asing. Ia merasa pernah merasakannya, tapi itu terlalu lama hingga ia lupa.

Satu tangannya tanpa sadar memegangi kepalanya dengan kuat. Sedangkan satu tangan lainnya mencengkeram erat meja di depannya. Thana kesakitan dalam diam.

Dari sudut pandang Chaffinch, itu hanya terlihat seperti Thana yang mengusap kepalanya secara random. Keadaan kamar yang hanya diterangi lampu tidur membuat Chaffinch tidak bisa melihat secara jelas. Tapi itu bukan masalah.

Telinganya berfungsi dengan baik, bahkan lebih tajam dari indera lainnya yang ia miliki. Saat ringisan kecil terdengar dari bibir gadis yang duduk didepannya, ia tak memiliki respon yang berarti.

Wajahnya tak menunjukkan emosi atau khawatir pada keadaan gadis didepannya. Sikap itu lebih kearah acuh tak acuh. Saat Thana tengah berjuang dengan rasa sakit di kepalanya, Chaffinch sibuk menikmati ekspresi yang tergambar samar dari kaca.

Ekspresi yang ditunjukkan itu membangkitkan sisi kelam dari dirinya. Ia merasa tertarik. Tertarik pada wajah kesakitan gadis didepannya.

Dari cara ia mengerutkan keningnya, tangannya yang meremas rambut basah itu, giginya yang menggigit bibir dengan kencang, juga mata yang terpejam dalam. Ia menikmati semua itu.

"Kamu menikmatinya? "

Chaffinch terkekeh senang melihatnya. Ada pikiran gila yang melintas di otaknya kini, 'haruskah aku menambahkan warna pada mahakarya di depanku? '

Tangannya meraba kantong celana selututnya, dan menemukan benda yang ia cari.

Dinginnya logam yang menyentuh lengannya membuat Thana menggigil karena alasan yang lain.

Sesuatu yang buruk akan terjadi padanya, itu yang ia pikirkan saat matanya tak sanggup terbuka hanya sekedar melihat benda apa itu.

Ringisan kembali terdengar saat darah keluar dengan perlahan dari kulit putih mulus di tangan kanannya. Ia mendesah sakit. Sedangkan di belakangnya, Chaffinch menatap semua itu dengan datar.

Sebelum benar-benar merasakan kenikmatan itu, tubuh Thana telah tumbang ke samping. Rasa sakit itu membuat Thana tak kuasa menahan kesadarannya.

"Kamu tumbang sebelum aku puas melihatnya. Tapi, rasa sakit anehnya juga bersarang di jantungku. " Chaffinch bergumam rendah dengan tubuh Thana dalam rengkuhannya.

Dengan perlahan, Chaffinch membawa tubuh lemah itu ke arah ranjang, tempat dimana ia bisa membaringkan Thana di sana.

Berdiri di samping ranjang, Chaffinch menatap dalam wajah Thana yang terpejam damai.

Kedamaian ternyata tak bertahan lama, 5 menit menatap wajahnya, Chaffinch dapat melihat perubahan pada wajah itu. Seperti saat keningnya berkerut dan saat wajah itu menjadi gelisah dalam waktu lama. Air mata mengalir dari mata yang terpejam erat.

Tangan Chaffinch bergerak dengan sendirinya, mengusap dengan pelan pada area dimana air mata itu mengalir. Saat ia sadar, Chaffinch bergegas menarik tangannya dengan raut tak suka.

...

"Bagaimana? "

Dokter keluarga selesai memeriksa Thana dan membereskan barang-barang nya. Dia berdiri tegap didepan Chaffinch setelah selesai.

"Saat ini tidak ada yang serius. Rasa sakit yang timbul kemungkinan efek samping dari kecelakaan yang di alaminya. Sampai ada kejadian lainnya, saya tidak mengetahui penyebab sebenarnya. Setelah terjadi untuk yang ke-dua kalinya, mungkin saya akan menyarankan untuk melakukan CT Scan. "

Chaffinch terdiam dengan mata yang selalu tertuju pada Thana yang terbaring di ranjang.

"Baiklah. "

Storm, Dokter keluarga mereka, memutuskan untuk undur diri. Dia tahu posisinya.

Sebelum keluar dari kamar itu, Storm kembali membuka suaranya, "lebih baik untuk menjaga emosinya agar tetap stabil dan jaga mentalnya. "

Dalam arti lain, Storm menyarankan agar Chaffinch mengubah sikapnya untuk Thana.

Chaffinch tak menjawab, bahkan ia tak memiliki niat untuk meliriknya bahkan sejenak.

Storm tak tersinggung akan respon dari Chaffinch, ia sudah terbiasa dengan itu. Bahkan, sejak mereka masih kecil.

➹MuteVillainess➷

February 15 2021

Mute VillainessWhere stories live. Discover now