Part 21 | Satu Tetes Darah di Atas Putihnya Kelopak Mawar

11.1K 1.7K 25
                                    

'Tidak seperti mawar putih yang penuh duri, mereka tidak tahu mengapa aku seperti ini. '

•••

2 hari sudah Thana tak melihat sosok Chaffinch di rumahnya. Semua pelayan terlihat cuek saat melihatnya berjalan linglung di Koridor rumah.

Thana tak memiliki tujuan. Ia hanya berjalan sesuai dengan kakinya melangkah. Menjelajahi tempat yang belum sempat ia lihat.

Berjalan, Thana terus memandang kosong ke arah depan. Thana tak tahu, apa maksud dari dirinya berada di sini. Mengapa? Sampai sekarang banyak pikiran yang bercabang di kepalanya.

Perubahan sikap Tata yang sedikit demi sedikit terlihat nyata di matanya, sikap Chaffinch yang membuatnya selalu waspada, Caden yang terlihat berbeda dengan novel, Cabel yang beralih ke sisinya, dan Aldy yang terlihat bimbang saat berhadapan dengannya.

Thana hanya mengetahui satu hal yang sama. Clein Gayth, lelaki itu masih sama. Tetap konsisten pada karakternya. Hal itu membuat Thana sedikit tenang.

Setidaknya, ada satu yang normal dari semua. Jika semua berpindah haluan, maka Thana tidak akan tahu apa yang akan terjadi kedepannya.

Sejak ia memasuki tempat ini, semua tak lagi sama. Hati semuanya tergerak berlawanan dengan alur yang telah di bacanya.

Dimulai dari ketakutannya pada Chaffinch membawa perubahan emosi pada diri Chaffinch. Tapi, Thana tidak mengetahui hal itu. Ia hanya melihat Chaffinch sebagai sosok yang penuh misteri dan teka-teki.

Kemudian Aldy, ia terlihat bimbang dan itu terlihat jelas di wajahnya yang terbiasa dingin. Selanjutnya Tata, ia langsung bereaksi untuk mencegah kebimbangan Aldy. Tapi, Thana tak tahu apa itu akan selalu ampuh di setiap situasinya.

Dan yang paling menonjol adalah Caden. Thana mengetahui jika Caden dikenal sebagai sosok yang ramah. Tapi, narasi yang tertulis dalam novel membuat Thana selalu waspada padanya.

Alasan Caden mendekatinya membuat Thana takut. Ia takut akan perasaan nyaman yang mungkin saja bisa datang tanpa bisa dicegah.

Kemudian Cabel, gadis manis itu selalu menempel padanya seperti lintah. Tapi dia tak memberikan kerugian untuk Thana. Sebaliknya, dengan adanya Cabel, Thana dapat mengabulkan satu permintaan sederhananya.

Thana senang. Ia akhirnya memiliki seseorang yang mampu menopangnya saat ia jatuh. Tapi, ada sedikit rasa takut didalam dirinya. Takut akan semua yang ada kini hanya halusinasinya saja.

"Hah~ apakah ini akan baik-baik saja? "

Thana bergumam dengan pelan di tengah langkahnya. Pandangannya menerawang ke depan, mengenai kemungkinan tak terduga yang akan dihadapinya.

Thana terus berjalan maju, sampai akhirnya ia harus berhenti di rumah kaca di halaman belakang bangunan utama.

Thana tak pernah mengetahui hal itu. Rumah kaca ini tidak memiliki penjelasan didalam novel. Juga, tak ada ingatan mengenai Cecil yang berkunjung ke tempat itu.

Tapi, ada satu memori dimana ibu angkatnya melarang Cecil untuk melihat halaman belakang.

Penasaran, Thana terus berjalan hingga ia akhirnya bisa masuk ke dalam. Itu terlalu cepat sebelum ia menyadari jika didepannya sudah terdapat tumpukkan bunga mawar putih yang sangat mempesona.

Warna putihnya sangat bersih hingga ia benar-benar bingung harus bagaimana berekspresi. Thana menyukai mawar putih, ia juga mengoleksi mereka di rumahnya dulu. Tapi, tidak sampai yang seperti ini.

Thana tidak memiliki rumah kaca yang berisi banyak mawar putih didalamnya. Tidak, lebih tepatnya, ia tidak memiliki pemikiran sampai sana.

Hidup kelamnya membuat ia tak dapat memikirkan apa yang bisa ia lakukan di tengah kesepian hatinya.

Ia hanya berpikir bagaimana cara menghindari semua orang, bagaimana dirinya saat terkena sengatan matahari?

Dia menghindari semua aktivitas di luar kamarnya. Di luar tembok yang menjadi batas dunianya.

Memiliki keluarga terpandang di kotanya dulu membuat ia tak berani melangkah menuruni tangga saat siang hari.

Beberapa kerabat dan rekan kerja ayahnya kerap kali datang berkunjung meski sekadar untuk beramah tanah atau membahas sesuatu yang penting.

Setiap ia beradu pandang dengan mereka, Thana tak pernah kuat menahannya. Tekanan yang diberikan orang-orang itu membuat mentalnya turun drastis.

Ia tak menyukai bagaimana mereka memandangnya dengan penuh ke jijian. Seolah, ia adalah aib yang mencemarkan pemandangan mata mereka.

Thana memilih untuk menjadikan kamarnya sebagai dunianya sendiri. Di keheningan yang akrab, ia selalu terhanyut kedalam bayangannya sendiri.

Menyalahkan dirinya yang memiliki kelainan, dan sering kali merasa frustasi akan hal itu. Pikirannya akan terbebas hanya saat ia mulai menyibukkan dirinya dengan bacaan.

Keluarganya mengerti hal itu. Hingga mereka tak henti memberikannya buku di setiap minggu. Baik itu buku berat maupun bacaan ringan. Semua Thana terima, demi menjaga kewarasannya.

Tapi kini, ia berada di tubuh gadis kuat bernama Cecil. Itu berkah untuknya.

Apalagi kini, dibawah sinar matahari yang terik, ia bisa melihat keindahan dari bunga yang sangat ia sukai.

Mawar, itu sangat indah di matanya. Warna yang memiliki kilauan samar karena tetesan air ketika ia selesai disiram. Thana tak pernah menyangka jika itu sangat luar biasa jika dilihat dibawah sinar matahari.

Tangannya terjulur kedepan, mengusap kelopak mawar dengan hati-hati. Sudut bibirnya terangkat, membuat senyum tipis yang sangat lembut.

Wajah yang terbiasa kaku, kini mulai menghangat karena kabahagiaan kecil didalam dirinya.

Thana mulai tenggelam dalam suasana hatinya, hingga melupakan larangan yang terlintas di kepalanya sebelum ia menginjakkan kakinya disini.

Ia tak hanya terdiam di satu tempat, kakinya membawa ia terus berjalan hingga bagian terdalam dari rumah kaca.

Terdapat beberapa lukisan yang terpajang di sana. Ditembok belakang yang sangat bersih.

Bekas cat dan kuas terlihat di sudut ruangan. Kanvas menumpuk di sampingnya.

Bangku panjang mengisi bagian lain dari ruangan. Sengaja diletakkan untuk orang yang terbiasa menikmati suasana disini.

Suasana dari rumah kaca ini sangat tenang. Thana merasa ini sangat cocok untuk mereka yang sering mendapatkan tekanan.

Seperti yang dialaminya, Thana merasa cocok dengan rumah kaca ini. Disini, Thana bisa merasakan jika perlahan tubuhnya menjadi rileks.

Tak ada beban yang tersisa dari pikirannya saat ia dapat mencium aroma alami dari bunga-bunga yang bermekaran di sini.

Dengan bagian belakang rumah kaca yang terhalang sinar matahari, itu membuat suasana semakin sempurna untuknya.

Senyum Thana semakin lebar saat memandang sekitar yang terlihat sepi. Setelah duduk selama 15 menit, Thana tak bisa lagi hanya menikmati pemandangan ini.

Ia tak sabar untuk menjelajahi dan memetik beberapa tangkai bunga untuk ia letakkan didalam vas dan menjadikannya dekorasi kamar.

Gunting di meja menjadi alat bantunya dalam memetik beberapa tangkai bunga.

Melangkah, ia mendekati sebuah mawar berwarna merah. Meski tak terlalu suka, tapi akan bagus untuk menemani mawar putihnya.

Ia memetik 2 tangkai mawar merah, dan meletakkannya di atas keranjang yang ia temui berdampingan dengan gunting itu.

Setelahnya, ia berjalan ke tempat dimana mawar putih berada. Satu tangkai. Ia baru berhasil memotong satu tangkai.

Tangannya kembali meraih tangkai lain di sebelahnya.

"Apa yang kau lakukan? "

Udara menjadi dingin bersamaan dengan suara tanpa intonasi yang membuat Thana gemetar ketakutan. Tangannya tak sengaja memegang bagian duri yang terdapat di tangkai mawar, membuat jarinya berdarah dan menodai putihnya kelopak mawar.

➹MuteVillainess➷

January 21 2021

Mute VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang