Part 11 | Manusia Menjijikan

11.3K 1.9K 66
                                    

Thana terdiam bingung. Otaknya mencoba untuk mengulang adegan beberapa saat lalu.

Tak ada yang ganjal memang, namun semua terasa aneh saat gadis di depannya lagi-lagi menabrak bahunya dan membuat teh hangat di tangannya sedikit tumpah.

Beberapa saat lalu ia merasakan sakit perut yang membuatnya tak nyaman. Dengan banyak pertimbangan, ia ke kantin guna membeli satu gelas minuman hangat itu.

Tapi, saat selesai dengan pesanannya, bahunya di senggol dengan keras. Tidak hanya bahunya yang sakit, pergelangan tangannya juga terasa perih karena tumpahan air itu.

Sebenarnya, bukan itu yang menjadi permasalahannya. Inti dari semuanya adalah gadis yang menabraknya. Entah memang takut atau apa, tapi gadis itu malah menangis sesegukan dengan kepala menunduk.

Thana kebingungan saat siswa-siswi di kantin memandang penuh selidik kearahnya. Dia tidak salah, tapi dengan tingkah gadis di depannya, membuat ia seakan-akan sudah berbuat jahat padanya.

Tak lama setelah itu, para penjaga gadis itu datang, bersama dengan tatapan tajamnya.

Mereka ber-3 memandangnya dengan kilatan yang tak dapat di yakini oleh Thana. Dengan karakter setiap orang di depannya, ia tak dapat memahami dengan benar maksud dari tatapan mereka.

Itu bukan masalah untuknya. Ia bisa saja diam, tapi mengingat dirinya di tuduh tanpa alasan yang jelas, Thana marah.

Ini rasa amarah pertamanya setelah ia berada di dunia ini. Dulu, jangankan marah, bahkan untuk membayangkan menatap mata lawan bicaranya saja ia tak mampu.

Kini berbeda, tubuh Cecil penuh dengan kesempurnaan. Jiwa rusaknya akan aman bersama dengan tubuh sempurna ini.

Dia tak perlu takut. Dia bisa menghadapinya. Lagi pula, wajahnya tak akan mudah terbaca. Semua settingan dalam diri Cecil membuat Thana lega.

"Apa yang terjadi? "

Pertanyaan yang terasa logis di pikiran Thana memenuhi ruangan yang sunyi sejak kehadiran ke-3 pangeran sekolah.

Thana merasa mereka tidak semenyebalkan kelihatannya. Mereka masih menggunakan akalnya untuk bertanya lebih dulu akar permasalahannya.

Begitu Thana ingin membuka mulut, gadis di depannya lebih dulu mengeluarkan keluhannya.

"A--A--aku tidak sengaja. T-tapi, itu benar-benar bukan salahnya. "

Dia berbicara dengan wajah penuh air mata. Wajah menyedihkannya membuat semua yang melihat merasa kasihan padanya.

Tapi, Thana merasa jengkel dengan itu. Jika dia tidak sengaja, ia hanya butuh meminta maaf, bukan menangis sesegukan seperti itu.

"Sttt... Tak perlu menangis. Aku tahu kamu tidak salah. "

Aldy menenangkan gadis itu dengan membawanya ke pelukan hangat lelaki itu.

Perkataan Aldy yang menenangkan Tata membuat Thana berpikiran lain.

Dengan ucapannya yang membela Tata, itu seakan-akan Thana yang memiliki salah. Semua masalah berawal dari dirinya.

Tata, Thana kini sadar, gadis itu tidak lain hanyalah gadis munafik yang mencoba melakukan tipu muslihat untuk menjerat orang-orang di sekitarnya.

Tata sangat pandai berakting menyedihkan. Bahkan, Thana bisa menjamin jika itu terus berlanjut, ia akan benar-benar hancur di detik selanjutnya. Karena sandiwara yang di mainkan Tata.

Thana terdiam menyaksikan adegan memuakkan didepannya. Ia tak yakin, tapi Tata sangat pandai memilih tempat untuk melangsungkan sandiwaranya.

Kantin, tempat favorit siswa-siswi yang tidak pernah sepi di saat-saat seperti ini sangat cocok untuk dijadikan panggung aksi seseorang.

Tapi, Thana tidak bodoh. Otaknya selalu bekerja untuk urusan sepele seperti ini. Baginya, ini tidak lain hanya sedikit dari masalahnya di kehidupan lalu.

"Sebaiknya kalian saling meminta maaf. "

Ucapan halus nan hangat keluar dari bibir tipis seorang pria di sebelah kanan Aldy, Caden.

Thana terdiam. Dia tak pernah memiliki salah, meski ia berdiam di tubuh Cecil, tapi selama ia meminjam tubuh ini, ia tak pernah melakukan kesalahan.

Permintaan maaf atas semua yang tak pernah ia lakukan, logikanya menolak untuk menerima.

Melihat Thana yang tak tergerak, Tata semakin bergetar ketakutan. Tidak, ditengah dekapannya, senyum sinis terlihat sebelum kembali mengeluarkan isakan.

"Cecil, kamu tidak perlu begitu kejam. Hanya permintaan maaf saja, kenapa harus begitu angkuh? "

Mereka tak tahu, di dalam diri Thana, ia berusaha mati-matian untuk tidak mengeluarkan air matanya karena terlampau kesal.

"Tak ada yang perlu di ucapkan. " Dia berucap dingin, membalas ucapan dari Clein, seorang playboy kelas kakap yang sayangnya mendapatkan karmanya begitu bertemu Tata.

"Jangan terlalu sombong, Cecil! " Aldy menggeram kesal.

Thana menarik ucapannya mengenai mereka yang berpikiran logis. Nyatanya, setelah terjebak dengan semua yang bernamakan Cinta, logika tak lagi pada jalannya.

Thana bergerak, mengambil langkah maju mendekati Tata yang tak lagi di pelukan Aldy dengan wajah datarnya.

Sebelah tangannya terangkat ke atas kepala gadis itu, kemudian berputar bersamaan dengan air yang mengalir ke bawah tanpa permisi.

Semua terdiam melihat tindakan terbuka dari seseorang yang telah lama tak membuat ulah.

Setelahnya, Thana memasukkan gelas plastik yang menjadi tempat teh hangatnya yang mungkin saja sudah tak lagi hangat ke saku baju Tata. Memasukkannya paksa dengan wajah tak berekspresi.

Setelah selesai dengan kegiatannya, Thana mundur satu langkah.

Dengan tangan yang saling tumpang tindih di atas perut, ia menunduk sedikit dan berbicara dengan sopan, "Saya meminta maaf atas semua yang terjadi pada anda, Nona. "

Setelahnya, ia meluruskan punggungnya dan berlalu acuh, meninggalkan kerumunan yang mulai kembali tersadar dari rasa terkejutnya.

Thana tak perduli akan suara berisik dari dalam kantin. Langkahnya terus membawanya ke tempat yang jauh. Jauh dari kantin, ataupun kelasnya.

Satu tujuannya saat ini,

Taman belakang sekolah.

Satu-satunya tempat yang di rasa cukup nyaman untuk melampiaskan emosinya.

Tidak seperti Tata yang memiliki banyak orang disisinya untuk menghibur dirinya ketika sedih, Thana sendiri. Ia tak memiliki orang yang bisa menjadi alat penopangnya saat ia kesepian.

Thana tak bisa bergantung pada orang-orang disini. Kelak, ketika ia kembali ke dunianya, ia tak ingin membawa rasa rindu tak tertahankan, itu pun jika ia bisa.

Ia tak tahu, di antara kedua dunia ini, dimanakah ia benar-benar hidup.

Misteri atas kehadirannya di dunia ini, membuatnya tak mampu berpikir melalui logika.

Logikanya tak sampai pada tahap itu. Jikapun sampai, hanya ada 2 pilihan, mati atau menjadi gila.

Tapi, dia belum ingin mati, juga tidak menginginkan menjadi gila.

Harapan yang sejak dulu ia dambakan adalah berjalan dengan ceria di bawah sinar matahari dan tersenyum riang saat menjalani hari.

Ia, ingin menjadi seperti gadis lainnya. Membawa beban yang tak seberat ini. Berbicara mengenai banyak hal yang pantas untuk di coba, dan menjalani hari dengan penuh semangat.

Sayangnya, ini masih terlalu awal untuknya memetik hasil yang ia inginkan.

Suatu hari, Thana yakin jika ia bisa seperti mereka.

Thana harus menanamkan keyakinan itu sedari kini. Agar, ia tak terus murung dalam lingkar hidupnya yang suram.

➷MuteVillaineee➹

December 31 2020

Mute VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang