DEVANARA

By AliffiyaDza

13K 2.9K 455

[KREATIF DONG, JANGAN BISANYA PLAGIAT DOANG] [SLOW UPDATE] Note : cerita awal berjudul aldevano, sekarang gan... More

PROLOG
1.DANAU DAN AWAL
2.KOTAK DAN KENYA
3.MANSION ALDEV
4.CLUB MALAM
5.TRAGEDI CLUB
6.MENJAUH DARI NARA
7.JADI SIAPA YANG SALAH?
8.BERULAH
9.PERINGATAN KECIL
10.TENTANG MIMPI
11.APAKAH BENAR PAPA?
12.MEMBUKA LUKA LAMA
13.BOCAH NYEBELIN
14.PERSOALAN GAVIN
15.CERITA TENTANG ELSYA
17.RINDU
18.DERETAN SENDU
19.IBLIS KECIL
20.BIANGLALA
21.HILANG
22.MAAF
23.KETEMU
24.KEMBALI SADAR
25.NARA DAN BOCIL KEMATIAN
26.MANJANYA ANARA
27. DAY WITH DEVAN
28. DATE?
29. CERITA PANTAI

16.KELUARGA CEMARA

264 83 18
By AliffiyaDza

"Jadi gini ya, rasanya punya keluarga? Hangat sekali!"

-Anara Bagaskara-

•••

Entah mengapa malam ini Nara merasa sangat bosan. Gadis menatap bintang yang ada di langit dengan mata berbinar dan bibir menyungging senyuman tipis.

"Mau gue ambilin bintangnya buat lo?"

Nara tersentak kaget saat mendengar suara seseorang dari arah belakang. Dia sontak menolehkan kepalanya ke sumber suara dan mendapati Daren–abang tirinya, berada di sana.

"Ih! Abang ngagetin Nara aja," ujar Nara kesal.

Daren terkekeh melihat wajah adiknya itu. "Habisnya abang lihat kamu natap bintangnya lekat banget dek."  Daren menghampiri Nara dan duduk di kursi yang ada di sana.

"Kamu mau abang ambilin bintangnya?" ujar Daren lagi dengan serius.

Nara menggeleng. "Abang ada-ada aja, mana bisa coba abang ngambil bintang di langit."

Nara duduk di samping abangnya, tetap tidak mengalihkan pandangannya dari langit malam yang indah itu.

"Bisa kok."

Jawaban yang keluar dari Daren mampu membuat Nara menoleh.

"Bisa? Gimana caranya bang?" tanya Nara polos.

Daren tersenyum jahil. Dia membisikan satu cara yang menurut Nara tidak masuk akal, tetapi polosnya Nara tetap percaya dengan perkataan abangnya itu.

"Oh, jadi kalau kita mau ambil bintang itu. Kita harus pakai tali terus sama batu terus di lempar ke bintangnya, gitu ya bang?" tanya Nara dengan wajah polosnya, bahkan kelewat polos.

Daren tertawa.

"Haha, kamu ini bego apa beneran polos sih dek? Ya kali bisa, abang tadi cuman bercanda aja kok. Percaya banget sih kamu, haha." Daren tertawa puas.

Nara memukul lengan abangnya pelan. Bisa-bisanya dia dibodohi oleh abangnya itu.

"Ih abang mah ngeselin, aku aduin bunda loh nanti," ancam Nara yang makin membuat Daren tertawa.

"Abang bercanda doang dek astaga, aduan ih kamu mah."

Daren menghapus air di sudut matanya. Dia memegangi perutnya yang terasa sedikit keram karena tertawa terlalu kencang.

"Iya deh iya."

Keheningan kembali melanda. Nara menyudahi kegiatannya dengan memandangi bintang itu.

Nara bangkit dari duduknya dan beranjak pergi meninggalkan abangnya sendirian di sana.

"Dek mau ke mana?" tanya Daren yang ikut menyusul adiknya itu.

"Mau makan, Nara lapar," sahut Nara.

Daren menepuk dahinya. "Astaga abang lupa, tadi abang itu di suruh bunda manggil kamu buat makan malam."

Daren merutuki kebodohannya itu, bisa-bisanya ia lupa. Sudah pasti malam ini ia akan mendapat wejangan dari bundanya yang tercinta itu.

"Malam bunda, ayah," ujar Nara dengan wajah sumringah.

Semenjak Nara masuk ke dalam keluarga ini. Dirinya sudah tidak pernah menangis lagi, bahkan dia merasa sangat bahagia sekali bisa berada di tengah-tengah keluarga yang hangat ini.

"Malam juga sayang," sahut bunda dan ayahnya.

Nara duduk di hadapan bundanya, di samping abangnya yang entah sejak kapan sudah berada di sana.

"Kenapa baru turun sih kalian ini? Lihat itu, ayah kalian sudah kelaparan." Neli menunjuk ke arah suaminya itu.

"Ih bunda enak aja. Bunda kali tuh yang kelaparan," elak Bara tidak terima dengan tuduhan sang istri.

Gruk gruk

Suara yang berasal dari perut Bara membuat semua yang ada di meja makan tertawa.

"Haha ... Ayah gak pinter bohong, itu perutnya udah bunyi duluan ... Haha." Daren tertawa puas.

"Durhaka banget mulut kamu bang sama ayah," ujar Bara kesal dengan putranya itu.

"Haha, abisnya ayah pake acara bohong segala sih. Kalau lapar ya ayah bilang aja lapar, gak usah bohong segala."

Daren masih tidak bisa meredam tawanya itu. Dia begitu puasnya ketika melihat wajah geram ayahnya.

"Abang udah ih, kasian tau sama ayah," ujar Nara meminta abangnya untuk diam.

"Lihat itu wajah ayah jadi merah, kasihan ayah," lanjut Nara lagi.

"Iya-iya adikku sayang." Daren mengelus kepala Nara.

"Sudah-sudah, ayo makan sekarang!" ujar Neli tidak terbantahkan.

Mereka semua makan dengan diam dan tenang. Tidak ada yang berani berbicara, karena memang etika yang di ajarkan ayahnya untuk tidak berbicara saat makan.

Setelah selesai makan. Mereka semua berkumpul di ruang keluarga. Ada Daren yang sibuk dengan ponselnya, Bara yang sibuk dengan ipad-nya, serta Nara dan Neli yang sibuk menonton drakor kesukaan mereka.

Untung saja ibu dan anak itu menyukai film yang sama, jika tidak mungkin akan terjadi akan terjadi perperangan antar film saat ini.

"Bunda itu lee min ho ganteng banget bun astaga," pekik Nara dengan wajah berseri-seri.

"Aaa iya itu mah mantan bunda dulu Ra, sempet mau nikah bunda sama dia dulu Ra," timpal Neli dengan kehaluan yang melewati kadar.

Bara mendecak tidak suka saat istrinya itu terlalu tinggi menghalu dengan pria lain.

"Oh jadi kamu gak suka nikah sama aku," ujar Bara ngambek.

Neli terkekeh. "Bukan gitu mas, mas baperan ih gitu aja ngambek," Neli sedikit tertawa.

"Cinta bunda itu sepenuhnya untuk ayah seorang, iya gak dek?" goda Daren.

Nara mengangguk setuju. "Iya dong kak," sahut Nara yang membuat pipi Neli semakin merona.

"Ih bunda sakit ya, kok pipinya merah gitu," ujar Nara dengan polosnya.

Neli menyembunyikan wajahnya di balik dada bidang suaminya.

"Haha bunda blushing itu dek." Daren tertawa.

"Sudah-sudah kalian ini, menggoda bundanya terus. Kasian tau bundanya jadi malu, iya kan bun?"

Daren semakin kuat tertawa saat ayahnya itu malah ikut menggoda bundanya.

"Ihh kalian mah," ujar Neli kesal.

"Bunda, ayah, aku mau keluar boleh?" tanya Nara.

Neli tidak lagi bersembunyi di balik dada bidang Bara. Kini dia beralih menatap wajah putrinya itu.

"Kamu mau ke mana?"

Nara berpikir. "Em, aku mau jalan-jalan aja. Bosen di rumah terus bun," jawabnya.

Neli menatap wajah Bara yang seolah berkata untuk menyuruhnya menjawab.

"Boleh kok, tapi ingat pulangnya jangan terlalu larut oke," ujar Bara.

Nara mengangguk dengan senang. "Iya ayah siap."

Nara bangun, dan berjalan ke kamarnya sambil sesekali bersenandung kecil.

Dia turun dengan mengenakan rok hitam polos sepaha, yang di padukan dengan sweater berwarna pink yang bertuliskan woman, yang kemudian di padukan dengan sneakers putih bercorak kucing.

"Wih cantik bener sih adik gue ini," puji Daren yang kagum dengan penampilan sang adik.

"Ih abang, bisa banget mujinya," ujar Nara tersipu malu.

"Memang cantik loh dek, iya kan bun, yah?" ujar Daren meminta pendapat orang tuanya.

"Iya dong, anak ayahkan memang cantik," puji Bara yang setuju dengan ucapan putranya itu.

"Cantik dong, kan turunan dari bunda," ujar Neli dengan bangga.

Semuanya terkekeh mendengar penuturan Neli yang sangat amat percaya diri itu.

"Iyalah siapa dulu bundanya," ujar Nara.

"Bunda dong," jawab Neli dengan cepat.

"Iya udah, Nara keluar sebentar ya."

Nara mencium punggung tangan kedua orang tuanya dan juga abangnya itu.

"Nara sebentar." Bara menahan tangan putrinya itu.

"Kenapa yah?"

"Kamu mau pergi naik apa?" tanya Bara lagi.

Nara mengedikkan bahunya. "Aku gak tau, palingan nanti aku pesen ojek online yah."

Bara menggeleng. "Enggak-enggak, kamu bawa mobil ayah saja. Ini sudah malam tidak baik kalau kamu naik ojek online sendirian."

Nara menggeleng. "Gak usah ayah, Nara sudah terbiasa kok dari dulu," jawabnya menolak.

Bara menggeleng lebih kuat. "Bawa mobil ayah saja, tidak ada penolakan," ujar Bara tidak terbantahkan.

Nara menggaruk keningnya yang tidak gatal. "T-tapi Nara tidak bisa bawa mobil yah."

Nara menunduk takut.

"Hey-hey kenapa nunduk hm?" Bara memeluk putrinya itu.

"N-nara takut ayah marah dengan Nara."

Bara mengelus kepala putrinya. "Tidak akan sayang."

"Ya sudah kamu di antar supir aja gimana? Mau?"

Nara menggeleng.

"Nara naik ojek online saja yah, Nara tidak mau merepotkan kalian semua."

"Tidak ada yang merasa direpotkan karena kamu sayang," ujar Bara dengan lembut.

Daren mendengus. "Bareng abang aja gimana? Abang anterin kamu ke tempat tujuan kamu, sekalian abang mau main ke rumah temen abang."

Nara menggeleng lagi.

"Nara tidak mau merepotkan abang."

Daren berdecak. "Gak ada yang merasa direpotin dek, udah deh jangan kebanyakan overthinking."

"Iya bareng abang aja sayang, bunda juga takut ada apa-apa nanti di jalan kalau kamu berangkat sendirian."

Nara terpaksa mengangguk mengiyakan, ia tidak ingin membuat bundanya sampai khawatir dengan dirinya.

"Iya deh bun, aku bareng abang ya."

Semuanya menghela napas lega.

"Iya, tunggu bentar abang mau siap-siap."

Nara mengangguk, dia duduk sambil memainkan ponselnya sembari menunggu abangnya yang tengah bersiap-siap itu.

"Dek ayo," ujar Daren saat sudah berada di samping Nara.

Nara menatap abangnya itu dari atas sampai bawah.

"Abang mau main? Atau mau kencan?" goda Nara saat melihat penampilan abangnya yang rapih itu.

Orang tua mereka terkekeh. "Sudah-sudah jangan goda abang kamu Ra. Dia kan jomblo karatan, mana punya pacar dia," ujar Neli yang malah semakin gencar menggoda putranya.

Daren berdecak kesal. "Bunda mah gitu, Daren masih mau fokus ngerjain skripsi dulu," ujarnya sambil menghela napas.

"Haha iya deh iya, tapi jangan kelamaan loh bang. Bunda mau punya cucu."

Daren melotot. "Bunda masih muda udah mau punya cucu aja, mendingan bunda tuh yang kasih kita adik baru, iya gak Ra?"

Nara mengangguk setuju. "Iya bun, Nara juga mau punya adik."

Pipi Neli memerah. "Kalian ada-ada saja, sudah-sudah sana pergi," usir Neli pada anak-anaknya.

"Ihh bunda gak sabar banget mau buat adiknya, iya-iya kita pergi."

Daren segera menarik tangan adiknya itu untuk pergi dari sana. Dia tidak mau mendapatkan semprotan dari bundanya tercinta.

"DARENNNN!!!!!" pekik Neli yang menggema di seisi rumah.

Saat di rasa mobil Daren sudah pergi, Bara melangkah ke arah pintu utama dan menguncinya.

Dia mendekati istrinya yang sedang sibuk dengan Drakor kesukaannya itu. Dia memeluk istrinya dengan manja.

"Bun, nambah satu lagi gak apa lah bun. Anak-anak juga gak masalahin kok kalau punya adik lagi," bisik Bara di telinga Neli dengan manja.

"Ih kamu ituloh udah tua mas, masih mau punya anak aja," semprot Neli

Bara menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya itu. Dia menggigit pelan leher istinya dan meninggalkannya tanda kepemilikan di sana.

"Shh, ahh.. udah m-mas," ujar Neli sambil menahan desahnya.

Bara semakin menjadi, membuat Neli mau tidak mau harus menuruti keinginan suaminya yang manja itu.

"Ahh, mas j-jangan di s-sini, ahh," desahnya tidak kuat.

Bara mengangkat tubuh istrinya itu. "Ayo lanjut di kamar sayang," bisiknya menggoda.

Neli menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Bara, dia mengangguk dengan malu mengiyakan permintaan suaminya.

"Yes dapet jatah," gumam Bara bahagia.

•••

Halo semuaaaa...

Haha, udah ya segitu aja.. mau di lanjutkan nantinya malah jadi adegan 21+ di sini juga masih ada anak di bawah umur jadi jangan di teruskan oghey....

Ayoo jangan pada mendesah kecewa karena saya berhentiin adegannya....

Jangan lupa tinggalkan jejak ya semua.

See you di next chapter^^

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.6M 309K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
461K 50.2K 22
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
1.3M 122K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
1.4M 103K 45
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...