Gavin untuk Givea (Tahap revi...

נכתב על ידי Loudstarr

252K 16.4K 2.4K

"Pilihan lo cuman dua pergi atau mundur?" "Sampai kapanpun pilihan aku cuman satu kak, tetep mencintai kamu s... עוד

Part 1 : Bekal (Sudah revisi)
Part 2 : Tak menyerah (Sudah revisi)
Part 3 : Nebeng (Sudah revisi)
Part 4 : Keluarga kepo (Sudah revisi)
Part 5 : Rizal Chandra Mahardika (Sudah revisi)
Part 6 : Merasa bersalah (Sudah revisi)
Part 7 : Sorry (Sudah revisi)
Part 8 : Chatting (Sudah revisi)
Part 9 : Sebuah pilihan (Sudah revisi)
Part 10 : Salahkah mencintai? (Sudah revisi)
Part 11 : Gosip netizen (Sudah revisi)
Part 12 : Givea marah? (Sudah revisi)
Part 13 : Berhenti? (Sudah revisi)
Part 14 : Rasa sakit (Sudah revisi)
Part 15 : Serpihan masalalu (Sudah revisi)
Part 16 : Tentang rasa (Sudah revisi)
Part 17 : Siska Audreylia (Sudah revisi)
Part 18 : Cemburu (Sudah revisi)
Part 19 : Pasar malam (Sudah revisi)
Part 20 : Titik terendah (Sudah revisi)
Part 21 : Ada apa dengan hati? (Sudah revisi)
Part 22 : Jatuh (Sudah revisi)
Part 23 : Menjauh (Sudah revisi)
Part 24 : Jangan pergi! (Sudah revisi)
Part 25 : Kehadiran Lina (Sudah revisi)
Part 26 : Tawaran
Part 27 : Gombalan Givea
Part 28 : Sebuah keputusan
Part 30 : Rumah sakit (2)
Cast🖤
Part 31 : Mulai membaik
Part 32 : Kejadian di kantin
Part 33 : Ungkapan Rizal
Part 34 : Gavin pergi jauh
Part 35 : Pelukan
Part 36 : Siska berulah lagi
Part 37 : Gagal move on
Part 38 : Kebohongan
Part 39 : Gavin emosi
Part 40 : Menghilang
Part 41 : Disekap?
Part 42 : Kembali bertemu
Part 43 : Ancaman
Part 44 : Kobaran dendam
Part 45 : Pamit
Part 46 : Ujian sekolah
Part 47 : Rahasia Dinda
Part 48 : Teror
Part 49 : Teror kedua
Pengumuman

Part 29 : Rumah sakit

4.8K 240 15
נכתב על ידי Loudstarr

Happy Reading😊

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Weekend.

Adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh para kalangan remaja yang masih dalam jenjang sekolah.

Dan kebetulan hari ini adalah hari Sabtu dimana para remaja bisa asik bersantai di rumah dengan bebas tanpa memikirkan sulitnya pelajaran.

Pukul 08.00 WIB Givea masih menggeliat di ranjangnya, perlahan matanya baru terbuka dan ia pun mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadarannya, si pemalas itu mulai bangkit dari ranjangnya menuju ke kamar mandi.

"Hoamm" Givea berjalan sembari menguap beberapa kali tanda kalo ia masih ngantuk.

Sudah dikatakan bukan Givea itu mempunyai sifat pemalas sekaligus jiwa mageran jadi jangan heran jika akhir pekan gadis itu selalu bangun siang bahkan kalo tak ada kegiatan waktu Givea seharian full bisa ia habiskan untuk tidur.

Tiga puluh menit kemudian Givea keluar dari kamar mandinya sambil mengacak-acak rambutnya menggunakan handuk, ia berjalan menuju ke meja riasnya dan mengambil hairdryer untuk mengeringkan rambutnya yang basah karena habis keramas.

Drrt.. Drrtt..

Bunyi getaran dari hp-nya membuat Givea yang sedang asik mengeringkan rambutnya pun mengalihkan pandangannya menatap hp-nya yang berada di atas meja rias.

"Ck, siapa sih pagi-pagi gini nelpon? ganggu aja!" gerutunya.

Dengan terpaksa Givea meletakkan kembali hairdryer-nya di meja dan mulai meraih hp-nya.

Ia mengernyit heran saat membaca nama yang tertera di layar hp-nya yang masih menyala "Farah" gumamnya "Tumben Farah nelpon gue?"

"Hallo"

"Hallo Giv gue mau ngasih tau kalo Gavin kecelakaan dan sekarang Gavin lagi di rawat di rumah sakit Sentosa"

Deg.

Nafas Givea tercekat "A-apa?"

"Gue udah disini sama Dinda cepetan lo nyusul ya"

Givea terdiam cukup lama.

Tut Tut!

Givea tersentak saat Farah memutuskan sambungan teleponnya, jujur Givea masih syok sekaligus deg-degan mendengar berita ini.

Tanpa pikir panjang Givea langsung menyahut kunci mobilnya dan berlari turun dari kamarnya.

"Vea" panggil Zevan saat melihat Givea menuruni anak tangga.

Givea menoleh sebentar disana ia melihat semua anggota keluarganya sedang berkumpul, namun bukan itu yang sekarang ada dipikirannya melainkan hanya Gavin.

"Maaf kak Vea lagi buru-buru" ujar Givea sambil berlari keluar tanpa menghiraukan teriakan keluarganya yang terus memanggil namanya.

Givea mengendarai mobilnya dengan kebut-kebutan, ia tak peduli oleh umpatan-umpatan pengendara lain yang menyumpah serapahi dirinya, ia juga tak peduli soal keselamatannya sendiri karena yang ada dipikirannya saat ini adalah bagaimana keadaan Gavin sekarang? apakah Gavin baik-baik saja atau tidak?

Setelah kurang lebih lima belas menit Givea berada di perjalanan akhirnya ia sampai juga di tempat yang ia tuju yaitu di rumah sakit Sentosa tanpa basa-basi Givea langsung masuk ke dalam rumah sakit itu.

"Mbak pasien kecelakaan yang di rawat di rumah sakit ini ruangannya sebelah mana ya?" tanya Givea terhadap resepsionis.

"Maaf mbak pasien atas nama siapa ya?" tanya mbak-mbak resepsionis.

"Namanya Gavin Nathaniel" jawab Givea cepat.

"Sebentar ya mbak saya carikan dulu" ujar resepsionis itu masih mencari daftar nama membuat Givea menghela napas tak sabaran.

"Pasien yang bernama Gavin Nathaniel berada di ruang ICU nomor 134 mbak"

"Oke makasih ya mbak" balas Givea langsung berlari mencari kamar nomor '134'.

Setelah menyusuri beberapa ruangan akhirnya ia sampai di ruang ICU nomor 134, dan di depan ruangan itu disana sudah ada Romli, Deni, Farah, Dinda, Lina, Kiya dan orang tua Gavin yang menunggu di luar.

"Far kak Gavin dimana?" tanya Givea sangat panik.

"Gavin lagi di dalam nak masih di periksa sama dokter" bukan Farah yang menjawab melainkan Levan ayahnya Gavin.

"Tapi kak Gavin baik-baik aja kan om?"

"Om juga gatau nak"

Givea mengusap wajahnya gusar "Kenapa kak Gavin bisa kecelakaan gini sih?"

"Ceritanya panjang Giv nanti kapan-kapan gue jelasin" ucap Romli.

Ceklek.

Semua pandangan kini tertuju pada dokter yang baru saja keluar dari ruangan Gavin.

"Dok gimana keadaan anak saya dok?" tanya Sandra mama Gavin nampak khawatir.

"Maaf buk, keadaan anak ibuk saat ini sekarang sedang dalam kondisi kritis dikarenakan bagian kepala pasien mengalami luka parah mungkin karena terbentur kuat" kata Dokter.

Duarr.

Bagaikan di sambar petir hati Givea hancur menyeluruh baru saja kemarin dirinya ingin pergi meninggalkan Gavin dan sekarang malah Gavin yang seakan ingin meninggalkannya.

Tak lain halnya dengan semuanya yang ada disana yang nampak syok.

"Enggak! nggak mungkin kan dok? anak saya pasti baik-baik aja" tegas Sandra tak percaya.

Kiya menggeleng lemah "Dokter pasti salah periksa! adik saya nggak mungkin separah itu dok kondisinya"

"Maaf mbak, buk tapi saya hanya berkata apa adanya" ujar Dokter itu.

Sandra dan Kiya saling memeluk satu sama lain mengurai tangisannya atas hancurnya hati mereka yang sama-sama pedih karena kondisi Gavin.

Sedangkan Givea pertahanannya luruh seketika ketika mendengar seseorang yang ia sayangi harus berjuang diantara hidup dan mati.

"NGGAK DOKTER BOHONG KAN? DOK TOLONG JANGAN MAIN-MAIN SAMA SAYA DOK, SAYA LAGI SERIUS" teriak Givea emosi jujur hatinya sangat hancur bahkan ia sudah menangis sejadi-jadinya.

"Giv sadar Giv, lo harus kuat" bisik Dinda sedih sembari mengusap punggung Givea untuk menenangkan sahabatnya itu.

"Ta-tapi Din kak Gavin ga mungkin--"

"Enggak Giv, kita semua harus sama-sama berdoa aja semoga kak Gavin bisa ngelewatin masa kritisnya" balas Deni.

Dokter itupun menatap Givea dengan rasa iba "Mbak yang tenang dulu ya, saya pasti akan memberikan yang terbaik untuk pasien" kata sang dokter membuat emosi Givea sedikit melemah.

"Dok tolong berikan penanganan yang maksimal untuk Gavin dok agar Gavin bisa melewati masa kritisnya, saya mohon" pinta Lina yang sudah berurai air mata.

"Pasti mbak kami pasti memberikan penanganan terbaik untuk semua pasien, yasudah kalo begitu saya permisi" kata dokter itu dan berlalu pergi.

Lina terduduk lemas di kursi, hatinya pun sama hancurnya dengan Givea karena Gavin adalah satu-satunya sepupu yang ia punya, lantas apakah ia akan kehilangan seseorang lagi? ia benar-benar trauma dengan keadaan yang seperti ini.

Lina trauma dengan kata kehilangan, sudah cukup semua keluarganya meninggalkannya dan ia berharap agar hal itu jangan sampai terjadi pada Gavin.

Tak lain dengan mereka semua yang disana pun ikut bersedih atas kondisi Gavin, mereka semua bahkan tak menyangka jika kondisi Gavin akan sampai separah ini.

"Nggak-nggak mungkin hiks kak Gavin kenapa kamu jadi kayak ini.." lirih Givea mengeluarkan semua rasa perihnya, Farah pun memeluk Givea erat berharap bisa menyalurkan kehangatan untuk sahabatnya.

"Cobaan apa lagi ini tuhan" batin Givea tak kuat.

Tiba-tiba Siska datang dengan raut wajah khawatir "Gavin mana?"

"Ngapain lo kesini?" tanya Romli menatap keberadaan Siska tak suka.

"Gue tanya Gavin dimana?" ulang Siska dengan nada tak santai.

"Gavin lagi di dalem" balas Lina dingin.

Siska syok "Kenapa Gavin bisa kecelakaan?" tanyanya namun semuanya hanya diam tak menjawab.

"Ini pasti gara-gara lo kan?" tuduh Siska sembari menunjuk ke arah wajah Givea sedangkan Givea tak menghiraukan ucapan Siska.

"Lo jangan sembarangan ngomong Sis!" ucap Deni tak terima.

Siska terkekeh "Terus siapa lagi kalo bukan gara-gara wanita sialan itu?"

"Pergi kamu! Jangan nyari masalah disini" usir Sandra tiba-tiba seraya menatap tajam Siska.

Siska menatap mama Gavin tak percaya "Tapi tante kan saya pacarnya Gavin" jelasnya.

"Saya tak peduli dan Gavin tidak butuh keberadaan kamu disini" balas Sandra pedas.

"Tante saya cuman mau--"

"SAYA BILANG PERGI YA PERGI SISKA!" sentak Sandra tak kuasa menahan emosinya sedangkan Siska yang dibentak pun kaget.

"Ba-baik tante saya akan pergi" gumam Siska dan berlari menjauh dengan wajah yang amat terluka.

"Rasain lo mak lampir" batin Romli geram menatap kepergian Siska.

Givea tak memperdulikan kejadian itu, ia kini mencengkeram erat ujung kaosnya menahan rasa sakit, kenapa tiba-tiba dadanya terasa sakit? ada apa dengan dirinya?

Givea memijat pelipisnya yang mulai berdenyut nyeri, perlahan ia menatap Farah blur hingga pandangannya pun terlihat berkunang-kunang dan..

Brukk.

Givea ambruk seketika.

"GIVEA" pekik mereka semua kaget ketika melihat Givea tiba-tiba pingsan.

Beruntung ada Romli yang berada tepat di belakang Givea sehingga dengan sigap Romli bisa menangkap tubuh Givea sehingga tidak sampai jatuh ke lantai.

"Cepet panggilin dokter" perintah ayah Gavin.

"Bawa Givea ke dalam" ucap Lina dengan raut khawatir.

Dinda pun mengangguk dan mulai berlari memanggil dokter sedangkan Romli membopong tubuh Givea menuju ke dalam ruangan.

*****

Givea mengerjapkan matanya beberapa kali, perlahan ia memandangi sekelilingnya yang nampak asing, ruangan dengan nuansa serba putih? dimana dia? lalu Givea beralih memandangi sekujur tubuhnya, dan pakaian pasien khas rumah sakit?

Givea memutar ulang ingatannya kembali, kecelakaan Gavin, rumah sakit dan pingsan ah iya terakhir kali ia ingat jika dirinya tiba-tiba pingsan di depan ruang ICU.

Givea menghela nafas berat, sebenernya apa yang menyebabkan dirinya tiba-tiba pingsan? apa mungkin karena akhir-akhir ini ia sering merasa beban pikirannya terlalu berat sehingga mendadak ia pingsan.

Oh iya ngomong-ngomong soal Gavin? gimana kondisi cowok itu? Apa jangan-jangan? Arrgghh kenapa ia harus pingsan segala sih.

Tanpa aba-aba Givea langsung bangkit, namun saat ia berdiri tangannya tiba-tiba tertarik ke belakang dan terasa sakit, saat Givea berbalik menatap tangannya ternyata ia lupa belum mencopot selang infus yang masih setia menggantung di tangannya, bego bego Giv!

Dengan gerakan sebal Givea pun mencopotnya walaupun sesekali ia sempat meringis kesakitan "Dah beres" gumamnya dan mulai berjalan meninggalkan ranjang menuju ke arah pintu.

Ceklek.

"Giv lo udah sadar?" pekik Farah dan Dinda kaget saat melihat kemunculan Givea tiba-tiba dari dalam.

Ternyata kedua sahabatnya itu menunggunya di luar.

"Dimana Gavin?" tanya Givea khawatir sambil berjalan menghampiri kedua sahabatnya.

"Ssshh" ringisnya saat merasakan kepalanya tiba-tiba terasa amat pusing.

Saat ia ingin melangkah lagi tiba-tiba dadanya terasa kembali sakit, Givea pun memeganginya secara bergantian sambil memejamkan mata menahan rasa sakitnya.

"Giv lo gapapa kan?" tanya Dinda memastikan ia lalu memapah Givea.

"Giv lo itu baru sadar mending lo istirahat dulu aja kondisi lo masih belum membaik dan bisa nggak sih lo gausah khawatirin orang lain dulu" omel Farah panjang lebar dan Givea hanya diam saja.

Dinda memapah Givea untuk duduk di kursi tunggu dan ia pun ikut mendaratkan pantatnya di samping Givea.

"Bener Giv kata Farah, saran gue lo mending istirahat dulu kayaknya kepala lo masih pusing banget kan?" tanya Dinda menatap Givea serius.

Givea mengangguk lemah "Dikit sih tapi gue gapapa kok, makasih udah khawatirin keadaan gue tapi sekarang gue mau lihat kondisi Gavin dulu" kekeuhnya.

"Tapi Giv--"

"Gue mau kesana ya plis gue mohon.." pinta Givea lirih dengan puppy eyes-nya membuat kedua sahabatnya menghela nafas pasrah.

"Yaudah tapi kita anter" ujar Farah akhirnya sembari membuat Givea langsung bangkit seketika.

Farah memutar bola matanya malas "Susah emang ngomongin orang ngeyel" ujarnya membuat Givea cemberut.

Farah pun menuntun Givea yang mulai berjalan dengan langkah membungkuk tertatih-tatih karena sakit di dadanya.

Tak lama mereka bertiga pun sampai di depan ruang ICU.

"Giv lo udah sadar?" tanya Romli yang ternyata juga masih menunggu Gavin di luar.

"Iya" balas Givea singkat.

"Gue masuk dulu ya" pamit Givea yang diangguki mereka semua.

Givea pun langsung masuk ke dalam dan hal yang pertama kali menyambut pandangan matanya adalah seorang cowok yang sedang terbaring lemah di atas ranjang dengan mata terpejam dan berbagai selang infus yang memenuhi tubuhnya juga tak lupa dengan perban di dahinya.

Hati Givea serasa retak melihat cowok yang begitu dicintainya harus terbaring lemah disana, kenapa tuhan selalu memberinya cobaan berat seperti ini? dan mengapa selalu harus soal Gavin?

Jujur ia tak bisa melihat orang yang dicintainya seperti ini, terkadang Givea juga sempat berpikir jika mengapa tidak dirinya saja yang menggantikan posisi Gavin saat ini?

"Gavin belum sadar nak masih kritis" 

Givea tersentak kaget lalu mengalihkan pandangannya mencari-cari asal sumber suara, dan yah ia menemukannya ternyata yang di dalam ruangan Gavin bukan hanya dirinya saja melainkan ada sosok wanita cantik yang tengah duduk di sofa, dan dia adalah Sandra mamanya Gavin.

Givea baru menyadari hal itu, ia pun menatap lekat mamanya Gavin namun ia juga menatap mata Sandra yang terlihat sembab sepertinya mamanya Gavin habis menangis, ia pun beranjak untuk menghampirinya.

"Tante yang kuat ya mungkin ini sudah takdir dari tuhan, yang kita lakukan cuman bisa berdoa semoga kondisi Gavin cepet pulih tan" ujar Givea mengusap lembut tangan Sandra menenangkan.

Katakanlah Givea lancang karena tiba-tiba menyentuh tangan Sandra, namun Givea bodo amat toh niatnya juga baik.

Sandra pun tersenyum kecil mendengar penuturan gadis asing yang berada disampingnya itu "Kamu yang namanya Givea itu ya?"

"I-iya tante" jawab Givea gugup sembari menundukkan kepalanya.

"Gausah takut, tante ga akan gigit kok" goda Sandra seraya mengelus puncak kepala Givea.

Givea pun tersentak dengan perlakuan Sandra yang tiba-tiba, Givea menggaruk tengkuknya sedikit salah tingkah.

"Ternyata ibu dan anak sama ya, sama-sama suka bikin kaget orang dengan perlakuannya yang secara tiba-tiba" batin Givea geli.

"Kamu cantik sepertinya kamu juga baik, cocok kalo sama Gavin" ujar Sandra tiba-tiba membuat Givea mengerjap dua kali.

Apa tadi? Givea tak salah dengar kan? cocok sama Gavin, berarti secara tak langsung mamanya Gavin merestui dirinya dong? hihi calon mertua.

Dengan cepat Givea menepis pikiran gilanya karena ini bukan waktunya ia bersenandung diatas kepedihan seseorang, sadar Giv sadar anjir.

"Gimana kondisi kamu? kemarin kamu pingsan kan?" tanya Sandra membuat Givea lagi-lagi tersentak dari lamunannya.

"Eh iya tante, saya baik-baik aja kok" jawab Givea cepat.

Tatapan Sandra pun melembut "Syukurlah kalo begitu" ujar Sandra lega.

"Givea saya boleh minta tolong nggak sama kamu?"

Givea mengangguk ragu "Boleh kok tan"

"Tolong kamu temenin Gavin sebentar ya soalnya tante mau keluar dulu ada sesuatu yang harus tante urus" jelas Sandra membuat Givea mengangguk mengerti.

"Oh iya tante"

Wanita paruh baya itu tersenyum hangat dan pamit lalu berjalan keluar dari kamar Gavin.

Setelah kepergian Sandra Givea beringsut dari sofa, ia pun kembali berjalan menghampiri Gavin dan duduk di kursi samping ranjang Gavin.

Givea menghembuskan nafasnya dan mulai mengoceh sendiri.

"Kak Gavin kenapa kamu bisa seperti ini sih kak?" tanya Givea menatap Gavin sendu sembari mengusap lembut tangan Gavin yang masih diinfus.

"Kak ini aku Givea disini disamping kakak, aku mohon buka mata kakak kayak kemarin lagi, jangan tidur terus kak aku sendirian" lirih Givea dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Maafin aku kak maaf untuk kemarin yang berusaha menjauhi dari kamu, kamu tau? ini semua aku lakuin demi kamu agar kamu bisa bahagia tapi disisi lain sebenarnya aku juga gamau jauh-jauh dari kamu apalagi kehilangan kamu" lanjut Givea dengan air mata yang sudah mulai mengalir membasahi pipinya.

"Kak jujur aku masih sayang banget sama kak Gavin, kemarin aku cuman terpaksa ngebuat keputusan itu demi ketenangan kamu dan hati aku, dan sekarang aku gatau antara harus menyesal atau enggak dengan keputusan aku kemarin saat ngelihat kondisi kamu kayak gini kak, aku bingung sebenernya keputusan aku itu bener apa enggak, tapi aku udah minta tuhan buat nunjukin yang terbaik" Givea menjeda kalimatnya.

"Aku gatau harus ngelakuin apa supaya kamu bisa bangun lagi kak, aku kangen sama kakak.." lirih Givea sembari memeluk lengan Gavin erat.

Drrt.. Drrt..

Suara getaran ponsel mengagetkan Givea yang masih setia memandangi wajah Gavin.

Siapa yang menelponnya?

Givea menegakkan badannya kembali dan merogoh ponselnya yang masih tersimpan di dalam sakunya "Kak Zevan" gumamnya saat memandangi nama yang terpampang di layar hp-nya.

Dengan cepat Givea mulai mengusap air matanya yang masih mengalir "Ekhem" dehem Givea untuk menetralkan suara seraknya yang masih terdengar seperti suara khas orang nangis.

"Ha-hallo kak"

"Hallo Vea kamu dimana sekarang? kenapa belum pulang? kamu baik-baik aja kan?" tanya suara di seberang sana.

Givea menghela napas saat mendengar runtunan pertanyaan dari kakak sepupunya itu, ia yakin bahwa kakaknya itu sekarang sedang mengkhawatirkannya.

"Kak cepetan pulang lo dimana jangan keluyuran terus"

Givea terdiam, ia begitu mengenali suara yang barusan, itu kan suara Gilang?

"Siapa juga yang keluyuran, lo kalo gatau apa-apa mendingan diem deh" balas Givea dengan nada tak santai.

"Santai-santai gausah ngegas" ujar Gilang di seberang sana.

"Vea posisi kamu sekarang dimana? biar kakak susul ya?"

Kini sepertinya gantian Zevan yang mengambil alih teleponnya.

"Gausah kak Vea baik-baik aja kok, maaf Vea gabisa pulang cepet soalnya temen Vea lagi kecelakaan jadi sekarang Vea lagi ada di rumah sakit"

"Innalilahi terus gimana kondisi temen kamu sekarang? kamu di rumah sakit mana? kakak susul ya"

Givea memijat pelipisnya, kak Zevan benar-benar keras kepala.

"Kondisi temen Givea kritis tapi kakak gausah khawatir ini Givea lagi jagain dia soalnya, ntar Vea juga secepatnya bakal pulang kok kak jadi tolong sampein ke mami sama papi ya" pintanya.

"Okee kalo gitu, yaudah kakak tutup dulu ya teleponnya semoga temen kamu bisa cepet sadar"

Tut Tut Tut.

Sambungan telepon pun terputus membuat Givea bernapas lega setidaknya ia sudah mengabari keluarganya dan mereka bisa tau alasan ia belum pulang jadi ia tak membuat mereka semakin merasa khawatir.

Ceklek.

Givea tersentak kaget saat Lina tiba-tiba masuk ke ruangan Gavin.

Lina mendekat ke arahnya "Giv" panggilnya membuat Givea menoleh cepat.

"Eh iya Lin kenapa?"

"Gue boleh gantian jagain Gavin sebentar nggak?" tanyanya membuat Givea mengerutkan kening.

"Em maksud gue lo kan udah dari tadi disini gue cuman takut aja waktu luang lo jadi ke ganggu" lanjut Lina memperjelas.

"Oh iya Lin boleh kok, so kalo soal waktu mah gue ga pernah keganggu sama sekali justru gue malah seneng bisa jagain kak Gavin disini" balas Givea tersenyum samar.

Lina menggaruk tengkuknya "Giv sorry ya bukannya gue ngusir cuman gue pengen aja nemenin sepupu gue disini" ujar Lina merasa tak enak hati.

Givea menggeleng cepat "Astaga Lin lo itu berhak disini kapan aja semau lo, justru gue yang harusnya minta izin ke lo soalnya lo sepupunya kak Gavin sedangkan gue disini bukan siapa-siapa" ujar Givea sedikit melirih.

Lina menggeleng kuat dan memegang pundak Givea lembut "Lo ngomong apa sih Giv, lo tau? bahkan lo itu udah gue anggap seperti keluarga" tegas Lina membuat hati Givea tersentuh.

Tanpa aba-aba Givea langsung memeluk Lina erat membuat Lina tersentak kaget dan sempat terhuyung ke belakang karena tidak siap.

"Makasih yah Lin lo emang yang terbaik" lirih Givea dengan mata yang berkaca-kaca.

Lina tersenyum tipis mendengar ucapan Givea barusan "Sama-sama Giv" ujarnya sembari membalas pelukan hangat Givea.

****
Hai hallo readers tercinta apa kabar?
Semoga kalian sehat selalu yah🙏🏻

Maaf ya guys updatenya sering pada waktu yang ga beraturan karena aku up emang tergantung mood gitu :v

Sebenarnya aku rada insecure sih sama part ini, selain part-nya agak pendek juga gaje🥺 jadi mohon dukungannya dari kalian!

Menurut kalian gimana ceritanya? komen di bawah ya.

Sampe sini dulu ya guys aku ngebacotnya, see u next part👋

Jangan lupa Voment 💛

#Rahayu

המשך קריאה

You'll Also Like

4.8M 196K 37
Namanya Kenzo Arsenio, seorang cicit dari yayasan pemilik sekolah, cucu dan anak dari seorang pemilik perusahaan besar, serta wajahnya yang memukau y...
1.3M 147K 48
‼️FOLLOW SEBELUM MEMBACA Belum direvisi. HIGH RANK: • 2 #persahabatan [21/03/2022] • 1 #mostwanted [03/04/2022] • 2 #fiksiremaja [03/04/2022] • 3 #ta...
41.1K 1.6K 23
Abela Clarisa putri, gadis culun dengan sifat pendiam, yang terpaksa menikah dengan seorang pria populer di sekolah nya demi membayar biaya rumah sak...
887K 36.7K 38
"Gue ketua OSIS. Jadi gue berhak buat ngelarang lo membully murid di sekolah ini." "Ketua OSIS aja belagu! Suka-suka gue dong mau bully murid di sek...