ᴇʟᴇᴜᴛʜᴇʀᴏᴍᴀɴɪᴀ [M] ✓

By proudofjjkabs

56.8K 5.9K 1K

[EBOOK BISA DIBELI KAPAN SAJA] Son Jiyeon berada di antara dua perasaan yang saling mengekangnya. Antara bers... More

bagian satu
bagian dua
bagian tiga
bagian empat
bagian lima
bagian tujuh
bagian delapan
bagian sembilan
bagian sepuluh
bagian sebelas
bagian dua belas
bagian tiga belas
bagian empat belas
bagian lima belas
Eleutheromania e-book ver is coming!
SPOILER ALERT!

bagian enam

7.5K 737 143
By proudofjjkabs

Bolpoint yang terselip diantara jemarinya yang panjang berputar dengan sangat lihai. Choi Taehyung menumpu siku di atas meja dengan bibir yang mengatup, atau sesekali ia akan mencebik saat kepalanya kembali menggali beberapa keping ingatan panas malam itu bersama Son Jiyeon—ya, Taehyung masih mengingat dengan jelas namanya.

Cukup menarik. Ah, tidak. Sangat menarik. Prinsip Taehyung harus hancur lebur ketika ia menghabiskan sepertiga malamnya dengan tubuh mereka yang saling menyatu, mendekap, mencecap, menghisap—ah, euforia yang tidak akan pernah Taehyung lupakan dalam ingatan. Ketika Taehyung dulunya hanya menjadi pihak pasif—sebab, ia lebih suka dibombardir oleh hujaman kenikmatan dari perempuan—nyatanya, hal itu tidak berlaku untuk Jiyeon.

Taehyung kalap, seperti kehilangan akal sehat ketika papilanya mencecap setiap inchi epidermis si jelita yang terasa manis. Mendadak isi kepala Taehyung kosong dengan pandangan berkabut, pun semua total buyar. Ia tidak tahu mengapa demikian, namun saat itu terjadi Taehyung total merendahkan dirinya. Sebab, selama ini bukan Taehyung yang menggerus samudera kenikmatan. Bukan ia yang rela bergerak untuk menggali, membuang-buang energi, dan menjadi aktif dalam masalah percintaan.

Tapi, Taehyung tidak menyesali hal itu terjadi.

Lantas ia memutar kursi kebanggaannya menghadap pada jendela besar gedung perkantoran, mempertunjukkan pemandangan kota Seoul yang begitu menakjubkan dari lantai lima belas. Kendati sikap si gadis sangat ketus dalam meresponsnya saat Taehyung membahas masalah malam itu, ia tidak peduli. Taehyung adalah Taehyung. Ia akan meminta pertanggungjawaban perempuan itu atas perlakuannya.

Yang benar saja, Taehyung kehilangan satu mangsanya yang sudah ia beri cek.

"Dia membawa pergi uangku cukup banyak," tiba-tiba Taehyung bergumam kesal. Geligi saling mengetat, namun pandangan tidak berubah sedari awal. "Tapi, aku tidak akan miskin juga dengan uangku yang hilang—"

Brak!

"CHOI TAEHYUNG!"

Terperanjat, Taehyung dan gumaman lirihnya harus terhenti ketika teriakan menggema itu datang mengisi rungu. Sungguh menyentakkan. Menghancurkan berbagai fantasi Taehyung yang sudah ia tata apik dalam kepala.

Tidak perlu diterka lagi pemilik intonasi suara yang sudah sangat amat ia kenal. Maka, Taehyung mempertahankan posisinya, tidak perlu menghadap sumber suara sekalipun.

"Mm?" Merupakan Taehyung yang bersuara sarkas.

"Mm katamu?!"

Tuan Choi, laki-laki berusia 50 tahunan itu harus menahan diri agar tidak tersulut emosi dengan tingkah laku putranya sendiri yang tidak jauh berbeda darinya dikala muda. Maka, jemarinya dibawa memijat pangkal hidung yang menyisakan nyeri. Menekan angkara agar tidak meledak dan membuat hidupnya berakhir detik itu juga.

"Semalam kau ke club lagi?" Ia bertanya dengan aksen sedikit melembut, melampiaskan teriakan melalui tangan yang terkepal di sisi tubuh. "Taehyung, sopanlah kepada Ayahmu dengan duduk menghadapku!"

Taehyung tidak membantah, ia memutar kursinya namun defensif pada ekspresi yang sengaja dibuat angkuh—dagu dipongahkan, dan tatapan yang menusuk serta datar. Ah, sial. Ia akan menerima ceramah lagi dari pria tua itu yang kini berkacak pinggang. Pasti ada seseorang—bawahan Ayah mungkin—yang melaporkan kegiatannya kemarin malam pergi bersenang-senang.

Tapi, hei, Taehyung tidak butuh pengawasan ketat atau mata-mata sebab ia bisa menjaga diri.

Lantas, apa guna otot-ototnya yang dibentuk susah payah setiap pagi sebelum mandi, dan malam sebelum tidur? Mengkonsumsi makanan sehat, buah dan sayur untuk membentuk otot-otot perut walaupun belum seratus persen sempurna?

Untuk pajangan demi menggaet para gadis agar menghabiskan satu malam dan berbagi kehangatan bersamanya diranjang? Yang benar saja. Ya, walau Taehyung juga tidak dapat menyangkal bahwa itu termasuk salah satu alasannya rela berolahraga mati-matian hingga ambang batas kehidupan. Tapi, bagian terpentingnya, otot-otot ini termasuk bentuk perlindungan diri Taehyung dari musuh.

Ia bisa bertarung, jika ayahnya tidak tahu. Mau duel bersama sekalipun dengan pria tua ini? Tidak masalah. Taehyung ladeni dengan senang hati.

"Oh, ayolah Ayah." Taehyung membuang bolpoint-nya asal. "Ke club setiap malamnya merupakan kewajiban yang harus dilakukan para pria matang dan normal sepertiku," balasnya kelewat santai. "Ayah bahkan saat muda dulu juga sepertiku, iya 'kan?" Maka, Taehyung tersenyum kotak ketika mengudarakan aksara demikian. Menyandarkan punggungnya pada penyangga kursi seraya menengadah—memaku tatapan dengan sang ayah.

Sikap putranya yang seperti itu bisa membuat Tuan Choi diserang darah tinggi secara mendadak. Ini merupakan peringatan kesekian kalinya ia berikan kepada Taehyung yang sama sekali tidak pernah diindahkan. Pun ia tidak dapat membantah bahwa ini merupakan turunan dari sikapnya. Sebuah kesalahan teramat fatal. Tuan Choi hanya bisa menghela napas, meraba dada kesekian kalinya dalam menghadapi sikap Taehyung yang sangat tidak sopan. Bebal sekali.

"Kelakuan mu sangat memalukan, Taehyung! Aku tahu kau pria normal yang butuh kesenangan. Tapi tidak harus pergi setiap malam, setiap hari ke club yang sama, buk—"

"Ya, sudah." Taehyung menyela cepat bagaikan lesatan angin topan. "Besok aku cari club yang berbeda—"

"CHOI TAEHYUNG! JAGA SIKAPMU! AKU BELUM SELESAI BICARA!" Bersamaan teriakan itu, Tuan Choi menggebrak meja kerja Taehyung dengan keras. Mengabaikan rasa panas yang menjalar di permukaan telapak tangannya.

Pun Taehyung meringis dalam diam, tidak membuatnya takut sama sekali. Justru merasa kasihan. Apa ayahnya baik-baik saja setelah memukul meja dengan keras seperti itu? Ia tidak apa-apa 'kan? Telapak tangannya tidak memerah, 'kan?

Tuan Choi sejenak mengerang cukup keras, membungkukkan badan dan sedikit mendekatkan wajahnya ke depan putranya. Menatap Taehyung dengan iris menusuk. Mereka bersitatap dengan obsidian kelam yang saling beradu dalam atmosfir penuh ketegangan.

"Maksudku, karena kau sekarang pemimpin perusahaan ... kau harus mempunyai citra baik agar tidak ada skandal-skandal buruk yang terjadi padamu. Kau tahu, karena kelakuan dangkalmu semalam ... CIV nyaris saja memutuskan kerjasama investor dengan perusahaan keluarga kita." Tutur kata Tuan Choi penuh desisan, dengan rahang yang mengeras. Ia menggelengkan kepala sembari melanjutkan, "Beruntung aku bisa membujuknya agar pemutusan kerjasama itu tidak dilakukan, berbagai cara!" bentaknya. "Jika tidak ... maka perusahaan kita akan terancam bangkrut kalau sampai kontraknya batal!"

"Kenapa bisa itu terjadi?" Adalah Taehyung yang bertanya cepat saat rasa penasaran membludak dalam entitasnya.

Menarik napas dalam-dalam, Tuan Choi menegakkan tubuh. Membawa kedua lengannya berlipat di dada seraya membalas dengan nada rendah yang penuh kewaspadaan, "Ada seseorang yang melaporkan." Maniknya secara spontan menyipit.

Sontak Taehyung mendongak cepat. Sepasang alisnya menukik saat mengajukan tanya, "Siapa?" tuntutnya. "Aku akan memburunya."

"Mana aku tahu, Berengsek!"

Maka, iris Taehyung berotasi malas. Ia berdecak sebelum berujar disertai nada rengekan, "Ayah, jangan termakan isu yang bisa saja dilebih-lebihkan orang-orang untuk menghancurkan kita," katanya jengah.

"Isu?!" Tuan Choi kembali tersulut angkara. Lekas menatap Taehyung dengan sorotan tidak terima. "Bahkan dalam foto yang diperlihatkan padaku, tatanan rambut pria yang mencium ganas seorang gadis sama persis dengan mu. Keseluruhan ciri-cirinya."

"Foto?! Mana fotonya?!" Taehyung bertanya antusias dengan pancaran iris yang terang.

"Sudah dibawa oleh mereka."

"Tch! Sial." Ia berakhir dengan umpatan seraya membuang muka. Memukul pelan meja kerjanya sebagai bentuk rasa kesal. "Tapi tunggu," Taehyung menatap ayahnya lagi. "Ayah bilang tadi gadis?"

"Tentu saja gadis, Bodoh," jawab Tuan Choi kesal. "Bukannya kau pergi untuk mencari para gadis disana?!"

"Oh, iya. Ayah benar."

"Lord, Choi Taehyung." Ia memegang dahinya yang berdenyut sakit dihadapkan dengan tingkah Taehyung yang luar biasa memantik api amarah.

"Lalu ciri-ciri gadisnya bagaimana?"

"Sayangnya di blur. Hanya kau yang disorot," jawab Tuan Choi lelah. Ia memutuskan untuk mendaratkan bokongnya lagi dengan pelan di atas kursi.

"Aih! Sial." Satu tangan Taehyung memukul meja dengan pelan sebagai pelampiasan rasa kesal. "Kalau saja foto itu memperlihatkan kami dengan jelas, aku akan mengklarifikasi bahwa itu diriku dan dia—"

"TAEHYUNG!" bentak ayahnya.

Taehyung lekas terkekeh dengan kedua tangan yang diangkat. "Bercanda, Ayah. Bercanda. Aku bercanda."

"Intinya mulai sekarang kau harus lebih berhati-hati, mengerti?!" Telunjuk Tuan Choi mengacung tepat di depan wajah Taehyung. Menekankan setiap kalimatnya agar diresapi oleh putranya. "Aku memperbolehkan mu untuk pergi ke club dan bercinta disana. Tidak apa. Aku paham anak muda sepertimu. Asal jangan sampai kau bertindak ceroboh! Jangan membuang asal sperma mu dan menghamili jalang-jalang disana!" Ia lekas mengangkat bokong, pergi melangkah keluar. Namun sebelum tertelan daun pintu, ia berungkap lirih lagi namun penuh teror, "Dan jangan membuat masalah lagi, dasar anak tidak berguna."

Brak!

Pintu dibanting kuat hingga menggema. Taehyung lantas mengangkat satu alisnya, menjungkir naik dengan satu tangan yang menumpu di atas meja untuk menopang dagu dan memerhatikan kepergian ayah.

Bibir itu berkomat-kamit tanpa suara. "Dasar anak tidak berguna." Taehyung lantas mengikuti kalimat akhir ayahnya dengan nada penuh ledekan sebelum ia terkikik kecil. Dan kembali menatap lembaran kertas berisi gambar lekuk tubuh Jiyeon—lagi.

Seakan Taehyung tidak memiliki pekerjaan yang begitu penting ia urusi. Pun Taehyung sepertinya lupa untuk menandatangani beberapa dokumen penting lantaran satu setengah jam lalu diberikan oleh sekretarisnya.

***

Ketika mendapati kedua orangtuanya lagi-lagi tidak ada di rumah, Jiyeon tak perlu menuangkan banyak komentar. Bibirnya memilih untuk tetap bungkam, tidak mencecar kepala dengan rangkaian asumsi, sebab ia mencoba untuk tidak memperhatikan lantaran ia sendiri juga tidak diperhatikan. Eksistensinya seakan semu, dan Jiyeon tidak mempermasalahkan itu kendati kini memang batinnya tergigit ngilu.

Mengulum bibir lantaran serpihan ingatan semalam berputar dalam kepala. Bukan. Bukan masalahnya dengan Taehyung. Melainkan topik pembicaraan kedua orangtuanya yang membahas perceraian. Tidak pernah sedalam ini akan terjadi konflik diantara mereka dengan melibatkan Jiyeon secara tidak langsung disana.

Kendati mereka bersatu dengan perjodohan, kehadiran Jiyeon harusnya bisa menumbuhkan benih-benih cinta sebenarnya diantara mereka. Nyatanya, Jiyeon tidak memiliki peran apapun disana. Seakan kelahirannya tidak pernah ada, dan sama sekali tidak nyata.

Malas sekali rasanya menangisi hal yang sama setiap harinya, namun Jiyeon tidak dapat menampik bahwa rasa sedih kini memupuk—menggerogoti dada. Memaksanya untuk menumpahkan air mata tanpa disertai isakan. Jiyeon tidak sebodoh itu untuk membagi rasa sakit yang dialami keluarganya.

Sebab, itu bukan urusan mereka.

"Hei," alunan lembut tone berat itu membuat Jiyeon terkesiap pelan. Lengan Jungkook datang merangkul bahu gadisnya yang bermenung di sofa, ia memutuskan untuk membawa Jiyeon menemaninya bekerja seharian di kantor. "Kenapa menangis, hm?"

"Ah," Jiyeon lekas terkekeh kering. Menggelengkan kepalanya sembari menyeka air mata yang baru saja jatuh merembes, membasahi pipi. "Tidak apa-apa. Aku ... aku baik." Punggung tangannya mengusap hidung yang baru saja basah.

Jungkook lantas membawa telapak tangan besarnya menangkup wajah kecil sang didamba, mencium lembut bergantian kelopak mata Jiyeon dengan durasi yang cukup lama. Mencoba menyalurkan kekuatan dan afeksi darinya untuk sang gadis pujaan. Turun ke hidung, hingga sampai di labium yang amat Jungkook suka.

Melumat agak lama disana, penuh kelembutan dan merupakan bentuk rasa cinta Jungkook untuk sang kekasih yang ia jaga sepenuh hati.

Lantas pada menit ke tiga Jungkook melepaskan tautan bibirnya, mengusap lembut daging bibir bawah Jiyeon yang basah menggunakan jempolnya.

Tersenyum sumringah, ia menangkup lagi wajah gadisnya sembari berujar, "Aku tidak mau melihat sumber energiku sedih. Itu juga membuat kefokusanku hancur. Hm?" Ia menyatukan dahi, dan berbisik halus, "Jadi, jangan sedih lagi."

Jungkook sangat manis memperlakukannya, bagaikan seorang puteri. Manik itu kembali berkaca-kaca, sebelum Jiyeon menutupinya dengan tawa kering dan anggukan kepala. Jiyeon lantas memainkan hidung Jungkook, mencubitnya pelan.

"Pacarku menggemaskan!" ujarnya.

Pun Jiyeon juga menghujani seluruh permukaan wajah Jungkook—yang sangat dengan senang hati menerima—oleh kecupan-kecupan kecil. Membuat mereka saling terkekeh, dan Jungkook merasa senang dapat melambungkan gadisnya kembali pada keceriaan.

"Aku—" kalimat Jungkook terpaksa terjeda saat ponselnya berbunyi. Merotasikan irisnya malas, Jungkook lantas berdecak dan menatap gadisnya yang tersenyum asimetris. "Sebentar, ya, Sayang. Aku angkat panggilan dulu."

Lekas Jiyeon mengangguk, membiarkan Jungkook pergi keluar sebentar dan meninggalkannya sendirian dengan senyum yang langsung surut. Ia menghela napas sejenak, menyandarkan punggung pada penyangga sofa dan mencoba terlelap.

Namun, saat ponselnya ikut berdering dalam saku celana jeans yang ia kenakan, membuat Jiyeon mengurungkan niat untuk menjelajahi alam mimpi. Netra sayunya melihat satu pesan masuk, dan membukanya.

Pada saat itu, opsi yang Jiyeon pilih total melonjakkan entitasnya, ia memelototi deretan kalimat yang sukses membuat napasnya berhenti sejemang. Dan rasa kantuk yang sempat mendera, ikut meluap dengan cepat.

[Choi Taehyung]
Bralette hitam mu masih ada padaku, Nona Ji. Sayang sekali untuk dibuang, lebih baik aku jadikan koleksi agar bisa mengingat percintaan kita terus.

Damnit! Who else if not fucking Taehyung with a crotch brain?! []

-gookakoola
08 September 2020

Disini aku bikin JeyQheey jadi soft boyfriend :v yeaa. Hngh, perdana banget. Dan Si Brengskyy Taehyung yang sedikit kelebihan hormon. Hanya sedikit :"D tapi ... entahlah. Belum bisa dipastikan buat kedepannya.

Btvv, yang enggak tau sama Bralette bisa um ... sercing gugel :> mau masukin gambar tapi aku yakin banyak hnghh, yah itu. Nak-anak. Punten~

Oh iya, pesan yang dapat kalian ambil di part ini apa? Harus tulis, ya. Harus! Aku ada selipkan pesan disini, kalo kamu peka pasti tau ͝° ͜ʖ͡°

Jangan lupa komentar dan hujan bulgoseeuuuu-nya, hnghh. Ga boleh pelit komen entar dosa ͡° ͜ʖ ͡°

Continue Reading

You'll Also Like

681 98 7
Kotak musik antik itu memberi kesempatan bagi Noh Yeonhee dan Son Heera merasakan yang namanya 'Euphoria'. ... Noh Yeonhee yang sisa hidupnya hanya t...
3K 622 28
Hong Dain, wanita yang berumur 27 tahun, menjanda, dan juga pengangguran. Sejak perceraiannya, tidak ada satu pun peristiwa yang berjalan lancar bagi...
1.4M 122K 64
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
1.2K 165 6
Jungkook dan Jiyeon sama-sama menyukai guru di sekolah, keduanya pun menjalin hubungan 'kotor' untuk melampiaskan delusi satu sama lain pada cinta ya...