Again | s.m✔️

By kryptonitexx

128K 9.1K 583

Kembali lagi dengan kisah cinta seorang Natalie Anderson yang kini sudah beranjak dewasa. Hidupnya terasa ama... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Epilogue
Author's Note : New Story.

Chapter 24

4.9K 359 69
By kryptonitexx

Note: Baca chapter ini sambil dengerin lagunya We The Kings- Sad Song (Ft. Elena Coats). ada di mulmed:)

.

Rumput-rumput berayun dengan perlahan tersapu oleh angin dari arah barat. Mereka seakan terpaksa harus mengikuti arah angin meskipun sebenarnya mereka berusaha untuk berdiri dengan tegap. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah mereka memang sebenarnya mencoba berdiri tegak?

Bagaimana dengan aku? Apa aku berdiri tegak dengan keyakinanku? Keyakinan kalau aku masih mencintainya. Kalau aku masih menyayanginya.

Tentu saja aku masih menyayanginya. Tak ada yang bisa mengurangi sedikitpun cintaku padanya. Tapi setelah aku mencoba untuk kembali ke masa lalu, apa aku benar-benar masih mencintainya kalau ternyata aku malah melakukan hal yang membuatnya terus menangis? Apakah itu yang namanya sayang? Membuat orang yang kita cintai menangis?

Aku memandang lurus ke arah padang rumput disebrang sana. Padang rumput itu seakan tidak punya ujung. Andai aku bisa melompati jurang yang dalam dan gelap di depanku ini, mungkin aku sekarang tengah bebas berada di sana.

Mungkin kalau aku maju selangkah aku akan masuk ke dalam jurang itu. Aku penasaran apa yang ada di dalam jurang itu? Monster? Binatang buas? Atau mahluk-mahluk aneh dari cerita legenda yang pernah ku dengar?

Entah sudah berapa lama aku berdiri di sini. Aku betah berada di sini, aku lebih suka berada di sini daripada berada di duniaku. Tapi setelah aku melihat ke arah padang rumput itu, aku ingin sekali meloncat ke sana.

Awan di atasku menghalangi sinar matahari. Aku bisa bilang sedikit mendung di sini, tapi cahaya matahari masih bisa menembus awan abu-abu itu.

Angin segar menerpa wajahku, benar-benar sejuk. Aku menghirup nafas dalam-dalam. Fikiranku benar-benar kosong.

Aku benar-benar nyaman di sini.

Dari belakangku aku bisa merasakan ada seseorang berdiri. Tak mungkin ada orang di sini. Aku tak melihat siapapun sebelumnya. Aku tetap bertahan dalam posisiku.

Tapi dia tidak bergerak sedikitpun setelah beberapa lama. Karena penasaran, aku mencoba menoleh ke belakang.

Senyumku langsung mengembang melihatnya tersenyum ke arahku. Wajahnya terlihat cantik seperti biasanya. Dia memakai baju yang dia pernah gunakan di saat pertama kali aku bertemu dengannya di studio untuk wawancara.

"Natalie?" bisikku dengan lirih. Dia masih tersenyum dengan senyuman manisnya. Sudah berapa kali aku membuat senyuman di wajahnya pudar? Mungkin aku sendiri tidak bisa menghitungnya dengan jariku.

Aku langsung mendekapnya dengan erat. Amat erat. Tidak, aku tidak akan melepasnya sekarang dan tak akan pernah ku lepaskan. Aku tidak boleh kehilangan dia lagi. Sudah cukup aku kehilangan dia.

"Aku minta maaf, aku minta maaf," kataku berulang kali. Aku merasa berdosa karena mengkhianatinya. Aku merasa hina.

Tak dapat ku tahan lagi, air mata terjatuh dari mataku. Aku makin mendekapnya dengan erat.

Natalie melepaskan pelukan kami. Dia menatap wajahku dalam-dalam. Tangan kecilnya menghapus air mataku. Wajahnya terlihat amat menenangkan.

"Maafkan aku?" Tanyaku. Natalie mengangguk perlahan. Aku bernafas lega. Semua ikatan yang melilit tubuhku seakan terlepas begitu saja hanya dengan sebuah anggukkan darinya.

Tangan Natalie menyentuh dadaku, perlahan dia terus berjalan maju. Dan aku tak bisa melawan, aku berjalan mundur. Aku tahu mungkin jarak dari aku berdiri tinggal beberapa centi dari jurang gelap itu. Tapi aku tak menganggap itu masalah penting, aku terhipnotis dengan wajah Natalie.

"Aku minta maaf," bisik Natalie. Setelah itu dia mendorongku.

Dan aku sadar, aku sudah terjatuh ke jurang itu. Jantungku berdegub amat cepat, deri nafasku tak teratur. Aku menatap Natalie yang masih di atas sana. Aku bisa melihat dengan jelas bibirnya mengucapkan kata 'aku mencintaimu' dengan wajahnya yang sedih. Ini semua tak bisa ku mengerti. Mengapa dia menjatuhkanku?

Aku mencoba meraih apapun yang bisa ku raih. Namun terlambat aku sudah terjatuh lebih dalam.

.

Shawn membuka matanya perlahan. Dia seakan terjatuh kembali ke dalam tubuhnya. Semuanya masih amat terasa amat jelas; jantungnya yang berdegub cepat, angin damai dari alam mimpinya, padang rumput yang hijau itu, dan Natalie.

"Akhirnya kau bangun," kata seseorang dari sebelah kirinya. Shawn berharap itu wanita yang diharapkannya berada di sampingnya. Tapi salah besar, ternyata itu Lauren.

Shawn mengerjapkan matanya beberapa kali. Lauren membantunya untuk bangkit dan membantunya untuk minum seteguk air. Airnya terasa segar mengalir di kerongkongannya.

Mulut Shawn membisikkan sesuatu, tapi suaranya terlalu kecil. Sehingga teman-temannya tak dapat memdengarnya.

"Kau bisa mengulanginya, Shawn?" Tanya Lauren.

"Natalie," kata Shawn lebih keras. Kali ini iya yakin mereka bisa mendengarnya. "Di mana dia?"

Seketika itu juga teman-temannya terdiam. Mereka melirik ke arah satu sama lain. Lauren menundukkan kepalanya dan menggigit bibir bawahnya.

"Di mana dia?" ulang Shawn. Dia memandang teman-temannya satu persatu, namun tetap tak ada yang menjawab. Dia menatap ke arah Lauren dengan penuh permohonan. "Lauren, tolong jawab aku di mana dia."

Lauren menghembuskan nafasnya. "Dia... Dia... Dia sedang istirahat."

Shawn bernafas lega setelah mendengarnya.

Natalie baik-baik saja, tak ada yang perlu kau khawatirkan, batin Shawn.

"Di mana dia?" Tanya Shawn.

"Dia ada di rumah sakit ini juga," jawan Lauren.

"Boleh aku menemuinya?" pinta Shawn.

Kali ini Lauren melirik ke arah teman-teman di belakangnya yang tengah berdiri mengelilingi kasur Shawn. Mimik wajahnya langsung berubah menjadi amat sedih.

"Kau tak bisa," jawab Normani.

Shawn mencoba mencerna kata-kata yang baru saja di terimanya.

"Tentu saja aku bisa!" Kata Shawn penuh keyakinan sambil mencoba bangkit dari tempatnya. Namun sayang perutnya terasa amat sakit. Terlalu sakit. Dia terasa sesuatu yang menekan perutnya dengan amat keras. Dia meringis kesakitan. Lauren langsung membantunya untuk kembali ke posisi awalnya.

"Jangan terlalu banyak gerak, jahitan di perutmu belum kering," kata Lauren. Shawn baru ingat sekarang kalau kemarin sesuatu yang buruk menimpa mobil yang ditumpanginya dan Camila.

"Aku hanya ingin menemuinya! Aku janji tidak akan membuatnya menangis lagi kalau aku bertemu dengannya," bentak Shawn.

"Kau tidak bisa, Shawn. Kami minta maaf," kata Normani.

"Apa ini karena luka bodoh ini?! Kalian tidak perlu mengkhawatirnya! Aku bisa menahan rasa sakit dari luka ini!"

"Bukan, bukan karena itu Shawn," jawab Ally.

"Lalu karena apa?! Mengapa kalian berprilaku aneh seperti ini sih? Aku hanya ingin menemuinya. Menemuinya. Dia hanya sedang istirahatkan? Mengapa kalian melarangku untuk menemuinya?" Tanya Shawn. Dia benar-benar bingung dengan prilaku mereka yang melarang keras Shawn untuk bertemu dengan Natalie.

"Maafkan kami, Shawn. Kau-"

"Apa lagi?! Kalian melarangku lagi?" Bentak Shawn, memotong ucapan Lauren. Lauren terdiam dan menundukkan kepalanya.

"Masalahnya... D-dia... Dia beris-" kata Dinah dengan gelagapan.

"Dia beristirahat untuk yang selamanya."

Kata-kata Brad seakan menghantamnya dengan keras. Nafasnya tercekat. Badan Shawn melemas, bahkan mungkin lebih lemas daripada di saat dia tak sadarkan diri. Matanya mulai memanas.

Shawn tersenyum kecil, "kalian semua pasti bohong, ini pasti hanya akal-akalan kalian untuk mengerjaiku untuk yang kedua kalinya. Kalian memang hebat sekali aktingnya ya."

Dia masih tak percaya dengan pernyataan Brad. Natalie masih ada, dia tak mungkin meninggal.

Shawn menatap ke arah Nathan. "Kau taruh di mana kameramu? Hebat sekali kau bisa menaruh kameramu? Hebat sekali kau bisa menaruh kameramu tanpa aku sadari."

"Aku yakin dia ada di balik pintu itu sambil menahan tawanya karena dia baru saja berhasil mengerjai aku. Dia akan ke sini sebentar lagi sambil membawa kameranya. Aku yakin," Kata Shawn. "Ayolah, Natalie. Kau sudah ketahuan."

"Shawn... dengarkan kami, Natalie sudah tak ada. Dia sudah bahagia di-"

"TIDAK! Dia masih hidup! dia belum mati!" bentak Shawn, meskipun terdengar amat keras suaranya terdengar sangat bergetar. Lehernya terasa amat sakit karena menahan air matanya. Dia terus meyakini dirinya kalau Natalie itu masih ada.

"Tidak. Dia belum meninggal," gumam Shawn berkali-kali. Tak bisa dia tahan lagi, air matanya mengalir amat deras. Dadanya terasa amat sesak.

Teman-temannya tak tahan melihat Shawn yang terus bersikeras. Diantara mereka ada yang sudah mulai menangis.

Lauren langsung memeluknya dan mencoba menenangkannya. Shawn masih menggumamkan kata itu. 

"Belajarlah untuk mengikhlaskannya. Dia sudah bahagia di atas sana. Jangan menangis, Kau tak ingin melihatnya sedih juga kan karena kamu terus menangisinya," kata Lauren.

"Mengapa dia meninggalkanku, Lauren? Tolong jawab pertanyaanku, Mengapa dia meninggalkanku sendiri?"

"Itu semua kehendak tuhan, kita tidak bisa merubahnya. Dan kau tidak sendirian, kau masih punya kita."

"Apakah dia meninggalkanku karena dia sangat membenciku?"

"Bukan, Shawn. Dia tak pernah membencimu. Dia meninggalkanmu untuk sesuatu yang lebih baik."

Shawn menatap kosong ke arah tangannya yang terlihat amat pucat. Dia seakan kehilangan seluruh energinya. Dia mencoba untuk bernafas dengan normal, sayannya tenggorokannya terasa ada yang mengganjal.

Perih. Dadanya terasa amat perih.

"Kenapa dia bisa meninggalkanku?" bisik Shawn. Lauren bangkit dari tempatnya dan berjalan menjauhi kerumunan itu, dia tak sanggup lagi menahan air matanya.

"Dia mendonorkan ginjalnya," tutur Brad.

Kepala Shawn berdenyut amat sakit. Kali ini dia menatap ke arah perutnya. Semua itu menjadi amat jelas bagi Shawn, luka jahitan di perutnya dan pernyataan Brad kalau Natalie mendonorkan ginjalnya.

"D-dia... dia mendonorkannya untukku?"

Brad menggelengkan kepalanya. Dia menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya amat berat untuk Brad mengucapkan ini, taapi dia ingin dia yang menjelaskannya kepada Shawn. "Bukan untukmu... Tapi untuk Camila."

Shawn terdiam. Air mata kembali jatuh ke wajahnya. 

Mengapa harus Natalie?

Mengapa harus dia yang mendonorkan ginjalnya?

Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Dia terus menyalahi dirinya sendiri.

Ini semua  karena aku. Coba aku berhati-hati daat mengendarai, coba aku bisa mengendalikan emosiku saat menyetir, coba aku tidak bersama dengan Camila, jadi Natalie tidak pernah mendonorkan ginjalnya.

Coba aku masih menjaga hati Natalie.

"Aku ingin menemuinya. Sekarang," ungkap Shawn.

"Tapi bagaimana dengan luka mu?" Tanya Connor.

"Persetan luka ini. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin menemuinya."

Mereka melirik ke arah Brad, menunggunya untuk memustukan yang terbaik. Brad menatap ke arah Shawn yang terlihat amat bersikeras.

"Baiklah, kau boleh menemuinya."

.

Shawn terdiam di kursi rodanya. Pandangannya kosong. Pikirannya tak jauh berbeda dari pandangannya. Shawn meyakinkan dirinya kalau semuanya akan baik-baik saja, meskipun sebenarnya keadaan yang sebenarnya sangat jauh dari kata 'baik-baik saja'.

Dinah menghentikan kursi roda itu ketika berada di depan pintu berwarna putih.Tristan dan James membukakan pintu itu sehingga Shawn bisa masuk ke dalam ruangan itu bersama dengan kursi rodanya.

Shawn kembali merasakan perih di dadanya ketika melihat sebuah selimut putih yang menutupi badan seseorang di atas kasur. Tangannya bergetar hebat.

Pandangannya tak bisa lepas dari Natalie yang seluruh badannya tertutup dengan kain putih.

"Bisakah kalian bisa meninggalkanku sendirian?" pinta Shawn kepada teman-temannya. Mereka bertukar pandang selama beberapa saat sebelum meninggalkan Shawn sendirian.

Shawn masih terus memandang Natalie. Tak lama kemudian dia kembali menangis.

Dia kembali menyalahkan dirinya.

Perlahan dia memberanikan dirinya untuk mendekat. Dia memutar kursi rodanya dengan perlahan. Makin dekat, makin sakit rasa di dadanya. Dia tak berani untuk membuka selimut itu, dia takut tak bisa mengendalikan emosinya.

"Hey, Nat," sapa Shawn. Dia berharap dia bisa mendengar balasan sapaan dari Natalie. Biasanya dia akan membalas sapaannya dengan senyum dan nada ceria darinya, tapi kali ini yang dia dapat hanyalah keheningan.

"Aku sangat merindukanmu. Aku sangat rindu dengan suara tawamu dan senyummu. Aku rindu di saat kau mengerjaiku. Disaat kita perang salju... kau ingat kan waktu kita perang salju? Aku ingin bisa perang salju lagi denganmu," Shawn kembali terdiam ketika dia sadar dia harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk bermain salju bersama melihat keadaan Natalie sekarang.

"Maafkan aku," bisik Shawn dengan amat pelan. Dia yakin kalau yang bisa mendengar bisikan itu hanyalah dia sendiri.

"Aku tahu aku salah, Maafkan aku karena telah menyakitimu. Kamu adalah orang yang paling baik yang pernah kutemui, tapi sayangnya aku menyia-nyiakan wanita sebaik kamu. Anggap semua yang telah kulakukan padamu adalah tidakan bodoh. Aku sangat menyesalinya."

"Aku tahu ini sangat terlambat untuk mengatakan itu. Tapi aku tak bisa terus menyimpan penyesalan ini. Aku tidak bisa."

"Aku masih ingin berada di sisimu. Tapi kenapa? kenapa kau meninggalkanku? Apa kau benar-benar membenciku sehingga kamu memutuskan untuk meninggalkanku? Aku berjanji tidak akan membuatmu menangis lagi jika kau kembali, Aku janji. Tolong kembali lah. Aku tak mau sendirian."

"Aku sangat menyayangimu, Natalie."

.

A/N

Heyyy.....

jadi ketauaan yaa Natalie ternyata donorin Ginjalnya buat Camila. dan maaf banget aku ga bisa buat Natalie barengan lagi sama Shawn:(

gimana Chapt yang ini? bagus atau jelek?? Comments yaa pendapat kalian....

jangan lupa dengerin lagunya jugaaa yaa sambil baca chapt inii

Dan jangan lupa buat Vommentss yaa makasihh:)

Continue Reading

You'll Also Like

7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
104K 11K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
455K 45.9K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...