Arwah

By QueenBeEva

10.6K 781 137

Di penuhi teori-teori rumit, pakai otak dan akalmu untuk membaca dan memecahkan teka-teki cerita ini. "Dia m... More

0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
18%
19%
20%
21%
22%
24%
25%

23%

88 17 0
By QueenBeEva

Jangan menangis, disini aku akan mengelus surai panjang mu.
Aku akan mendampingimu.
Aku akan menenangkan dirimu.
Tenanglah selamanya, sayang.
__________

"Weh udah jadi nih sate nya, ambilin nasi coba we!" Seru Gita.

Setelah mendengar perkataan Gita, Aurel berdiri dan masuk kedalam Pondok untuk mengambil nasinya.

Sambil menunggu, Gita langsung menggelar tikar di teras Pondok di bantu oleh Pasha. Mereka menggelar 3 tikar, dan mengatur beberapa piring.

Ingha langsung berlari kedalam untuk mencari gelas sekaligus air yang sudah ia persiapkan.

Zidan juga membantu menghias satenya agar terlihat lebih enak dan membuat semua orang tak sabar mencobanya. Wangi satenya sudah menusuk sekali ke hidung Zidan, ia sempat mencoba satu tetapi ketahuan oleh Gita.

Dan karena itu lah sekarang ia tidak memiliki pekerjaan apapun disini.

Sedangkan Radit tak melakukan apapun. Lelaki itu kelelahan. Ia menidurkan tubuhnya di teras Pondok yang dingin itu dan memejamkan matanya.

"Kesian si Radit, udah tepar aja anaknya." Cetus Zidan, meletakan kedua tangannya di pinggang. Bosan karena tak bisa melakukan apapun.

"Katanya dia daritadi pengen makan, snack gue malah dihabisin. Gue juga bantu ngabisin sih." Tambah Gita, ia nampak sedikit kesal dengan itu.

"Halah bedanya Radit itu ya dia kerja bikin satenya, lo malah ngeluh doang." Celetuk Pasha, membuat Gita sedikit terkekeh.

"Gue capek, makanya ngeluh begitu." Gita mencoba menghindar dari kesalahannya.

Pembicaraan mereka berhenti ketika melihat Ingha dan Aurel keluar membawa nasi dan air minum.

"WIHI SERU KALI." Teriak Aurel senang, senyum Aurel sangat lebar, ia bahagia.

Gita melihat kearah Radit yang masih tertidur, ia lantas segera membangunkan Radit.

"We bangun we, ga mau makan lo?"

Namun Radit hanya melenguh, ia terlihat sangat kelelahan.

"Dit, ga seru ah. Bangun kadal." Zidan menggelitik perut Radit, memaksanya agar bangun.

Tentu saja lelaki itu juga melakukan perlawanan, namun tetap saja gagal. Akhirnya Radit bangun, ia kedalam sebentar untuk membasuh wajahnya.

Saat Radit kembali, semua sontak mengambil piring dan mulai makan. Radit pun juga begitu, ah perutnya sudah berbunyi sejak tadi.

Karena kelaparan, saat makan sama sekali tak ada yang berbicara. Mereka fokus dengan makanan mereka.

"Enak banget ga bohong." Ujar Aurel sambil menggelengkan kepalanya tak percaya, dan itu mendapat anggukan dari Ingha juga Zidan.

"Siapa yang buat bumbunya? Ya gue lah." Gita menyombongkan diri, Radit hanya berdecih.

"Hah gila, udah habis. Gue masih laper padahal." Celetuk Pasha di tengah-tengah pembicaraan.

"Yhaa makanya banyakin ambil tadi. Itu tuh si Radit masih ada 3 satenya." Tunjuk Gita kearah Radit yang baru saja ingin menikmati sisa sate miliknya.

"Dit, minta satu apa."

Dengan sendu Radit memberikan satu satenya pada Pasha.

"Bersedekah itu baik, babi." Ucap Zidan menepuk-nepuk bahu Radit. Dan Radit hanya mengangguk, menghabiskan dua satenya yang tersisa.

"FOTO DULU!!" Teriak Aurel membuat semuanya terkejut.

"Kaget sumpah, bilang pelan-pelan, dah malem." Tegur Pasha dan semuanya mengangguk.

"Yauda maaf, kuy foto lah."

Mereka semua berfoto, tak lupa untuk melihat hasilnya. Semuanya saling melihat kearah satu sama lain setelah melihat hasil fotonya.

"Udah tidur aja deh kayaknya, udah malem loh ini." Kata Gita gemetaran, sebenarnya ia agak sedikit merinding.

Mereka semua langsung beres-beres. Bersiap untuk menuju pulau kapuk.

"Lo simpen fotonya, rel?"

Aurel mengangguk, "Iya, buat kenang-kenangan."

Beberapa saat kemudian Aurel merasa sedikit gelisah. Ia menoleh melihat pohon besar di depan Pondok itu, menatap pohon itu lekat.

Aurel melihat sosok putih melayang terbang menuju ke arahnya, sontak Aurel berteriak kaget dan melindungi wajahnya dengan tangan karena itu.

Namun setelah ia membuka mata tidak ada apapun, wajah Aurel berubah pucat, nafasnya menjadi tak beraturan.

"Lo kenapa, rel? Lo gapapa?"

Pertanyaan Gita membuyarkan lamunan Aurel, Aurel menggeleng. Ia langsung berlari kedalam Pondok karena takut.

Gita yang heran dengan Aurel tiba-tiba ikut merinding dan takut, tak lama pula Gita ikut menyusul Aurel ke dalam, menutup pintu Pondok itu dan menguncinya.

***

Radit melangkah menuju kamar mandi membawa handuk kecilnya. Lelaki itu membasuh wajahnya sekaligus menyikat gigi, karena ia ingin segera tidur. Radit mengetuk pintu kamar sembari mengeringkan wajahnya.

"MASUK AJA DIT." Teriak Zidan dari dalam kamar mengijinkan Radit masuk.

Tak lama setelahnya Radit masuk ke dalam kamar.

"Lo ngerasa aneh ga sih sama ni tempat?" Kata Zidan membaringkan diri di ranjang dan memakai tangannya sebagai bantal.

"Mang napa?" Radit menggantungkan handuk kecilnya itu di belakang pintu.

"Gua di ganggu sama yang begituan, takut gue lama-lama." Ujar Zidan menatap langit-langit kamar.

Radit tampak tidak peduli dengan itu, lelaki itu bahkan langsung melompat ke ranjang tanpa membalas kata-kata Zidan.

"Dit, menurut lo gimana?" Tanya Zidan.

"Ah gatau, gue mo tidur." Jawab Radit sembari memutar musik di ponselnya. Tak lupa ia juga menggunakan earphone dan mencoba untuk tidur.

Melihat Radit, Zidan pun mencoba untuk ikut tidur.

Beberapa menit telah berlalu.

Zidan kembali membuka matanya, ia tidak mengantuk. Lelaki itu mengambil ponsel di sebelahnya dan mengecek jam.

Pukul, 11.45 malam.

"Kok gue ga ngantuk sih? Padahal capek gini." Gerutunya kemudian duduk.

Selama itu Zidan hanya terus bolak-balik mengecek jam, karena ia memang sama sekali tak mengantuk.

Karena bosan, ia mencoba berpikir mau melakukan apa. Sempat sekali Zidan berpikir ingin bermain game, sialnya ia lupa bahwa disana tak ada sinyal.

Bagaimana caranya ia bermain game?

Zidan mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Dit?" Panggil Zidan sedikit berbisik. Ia sudah tak punya pilihan selain membangunkan Radit.

"Dit?" Kali ini Zidan agak meninggikan volume suaranya, namun Radit tak kunjung bangun.

Zidan melepas earphone Radit, "Dit?" Panggilnya sambil menggoyangkan badan Radit. Namun hal itu sia-sia karena Radit sama sekali tak merespon. Lelaki itu sudah terlelap dalam mimpinya, Radit tidur tak bergerak.

Zidan menghela nafas kasar.

Tetapi kemudian ia mendengar suara dari atas langit-langit. Suara itu muncul namun kembali menghilang. Zidan pikir itu hanyalah tikus-tikus yang numpang lewat saja.

Namun, suara itu kembali muncul.

Zidan mengernyitkan dahinya, semakin di perhatikan suara itu semakin keras.

Kriett..

Pandangan Zidan berubah kearah pintu.

Pintu kamar mereka terbuka begitu saja. Zidan semakin heran, namun juga mulai takut.

Bukankah tidak mungkin bahwa pintu itu tertiup angin?

Badan Zidan menegang, lelaki itu kikuk.

Matanya membelalak ketika merasa tangan kecil dan dingin menyentuh bahunya.

Ingin bergerak saja rasanya tidak bisa, tubuhnya tiba-tiba tak bisa di gerakan. Seakan-akan Zidan di paksa untuk tetap seperti itu.

"Kak.."

Zidan menutup matanya, suara itu persis dan tepat sekali berada di sebelah telinganya.

Jantungnya berdegub kencang.

"Kakak? Kakak ayo main."

Zidan masih menutup matanya, tetapi walaupun begitu ia seakan bisa melihat sosok di sebelahnya.

Sosok anak kecil itu tersenyum ke arahnya, wajahnya benar-benar rusak. Zidan heran, padahal ia menutup matanya.

Zidan melafalkan doa-doa di dalam hatinya, berharap sosok itu bisa segera pergi dan menghilang.

Namun, nihil.

Sosok itu masih terasa berada di sebelah Zidan.

"Kak, kakak takut?"

Siapapun, tolong. []

***

Aurel sampai pada sebuah ruangan putih. Disana, Aurel tak melihat apapun selain warna putih. Karena heran, Aurel mencoba melangkah, ia pun tak tahu ia akan melangkah sampai mana, ia hanya mencoba untuk mencari jalan.

Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat Ingha berdiri tak jauh dari dirinya.

Tanpa berpikir lagi, Aurel langsung berlari menghampiri Ingha yang sedang melihatnya juga. Ekspresi Ingha tak bisa di jelaskan.

Dan ketika Aurel hampir sampai pada Ingha, ia tiba-tiba terperosot jatuh ke bawah. Ia melihat wajah Ingha yang sedang menangis dari atas.

Gue..

Dari bawah, Aurel merasakan bahwa ada tangan dingin yang menyentuh bahunya dan menariknya ke bawah.

Aurel mencoba melakukan perlawanan, tetapi tangan itu lebih kuat dari perkiraannya.

Aurel berteriak dan meminta tolong, walau ia tahu bahwa mustahil ada yang bisa menolongnya. Namun, Aurel tidak bisa mendengar suaranya.

Gadis itu berteriak dan sama sekali tak mendengar suaranya, ia yakin sekali bahwa ia berteriak.

Aurel meraba lehernya dan berteriak lagi.

Tetapi, suaranya tetap tak terdengar.

Suara gue kok .. ngga ada? TOLONG!!

Aurel mencoba melawan lagi, ia berbalik menatap ke arah bawah, anehnya tiba-tiba ia merasa sudah tergeletak di bawah.

Kemana tangan tadi? Pikirnya bingung.

Aurel berdiri, matanya membelalak ketika melihat Eva dan Pasha yang sedang melangkah pergi darinya.

Aurel langsung berlari mengejar keduanya. Ia juga berteriak, tetapi suaranya tetap tidak ada.

Gadis itu tak bisa lagi membendung air matanya, ia membiarkan air matanya menetes dan tetap berlari.

Eva lebih dulu menghilang, dan Pasha seketika berhenti melangkah. Aurel langsung mengukir senyumnya, ia mencoba menghampiri Pasha. Namun semakin ia terus berlari dan mencoba mengejar Pasha, Pasha malah semakin jauh.

Aurel menghentikan langkahnya.

Deg!

Aurel merasakan sakit yang luar biasa pada dadanya, ia langsung terjatuh begitu saja. Meringis menahan sakit itu.

"Balik rel.."

Namun ketika mendengar suara Eva, rasa sakit itu menghilang.

"EVA?!"

Suara Aurel kembali. Aurel berdiri dan menerawang tempat itu, mencari keberadaan Eva yang entah dimana.

"Rel, lo udah salah banget kesini. Balik!"

Perkataan itu membuat Aurel sedikit kesal, ia mengepalkan tinjunya.

"NGGAK, KENAPA?! GUE KESINI KAN NYARI LO VA!!" Bantah Aurel.

"Dengerin gue rel, g-gue gamau lo-"

"APA?! GUE MAU NYARI LO, GUE UDAH TAU SEMUANYA."

Tangis Aurel pecah.

"Kenapa lo gitu va? Kenap-"

"GUE BILANG BALIK!!"

Aurel terbangun di kamarnya, nafasnya tersengal-sengal. Bajunya basah karena keringat, dan jantungnya juga berdetak sangat kencang.

Ah itu hanya mimpi, ia sedikit lega.

Aurel mengecek ponselnya dan ponselnya menunjukan pukul 03.00 pagi.

Aurel bangun kemudian merogoh tas nya untuk mengambil air, tenggorokannya terasa kering.

"Balik."

Uhuk! Uhuk!

Aurel tersedak ketika mendengar seseorang menyuruhnya untuk kembali. Sepertinya Aurel pernah mendengar itu sebelumnya, tetapi ingatannya samar-samar. Jadi, Aurel memutuskan untuk tidak menghiraukannya.

Aurel kembali ke ranjangnya, dan menutup mata berniat untuk kembali tidur. Aurel terlelap walau ia sedikit gelisah, mungkin karena ia masih mengingat kejadian samar-samar dari mimpi sebelumnya.

"Maaf rel, kita balik besok. Gue lebih memilih untuk selamat."

TO BE CONTINUED

Note :

Tadi drafnya hilang, gatau kenapa. Aku hampir putus asa tadi. Tapi akhirnya aku ngetik cepet-cepet biar bisa up malem ini.

Ps :

Jangan lupa vote jika kalian suka, komen, dan share ke teman-teman pecinta horror kalian.

TERIMA KASIH

See u in next chapter

Continue Reading

You'll Also Like

6.7K 1.1K 95
Author : 壶鱼辣椒 Chapter : 589 Chapter Deskripsi : Setelah kehilangan pekerjaannya, Bai Liu terlibat dengan game live streaming horor yang tak terbatas...
88.6K 7.8K 26
"Hallo bestie"- harzel "Dih stres bestian kok sama setan"- jikra "Dari pada elo! Sama alien"- Chandra "Udah sama-sama stres juga ngapain ribut" - ray...
212K 26.7K 48
Kumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan s...
4.8K 1.4K 20
⛔ DILARANG KERAS PLAGIAT ‼️ ••• Badut itu lucu, jika tidak bermain dengan nyawa. Terdapat fakta mengejutkan mengenai adanya seorang badut yang berkel...